Mohon tunggu...
Zeina Deschannel
Zeina Deschannel Mohon Tunggu... -

Z for Apple

Selanjutnya

Tutup

Puisi

3:54 PM

16 Desember 2010   08:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:41 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Dia itu bajingan! Dia cuma mau memanfaatkan kamu dengan keegoisannya. Dia cuma ingin menikmati tubuhmu!"

Aku diam.

"Kamu hati-hati. Kamu tau tradisi orang barat kan?"

Aku diam.

"Kalau dia minta kau berikan semua milikmu, kamu mau kasih?"

Aku diam.

"Dia itu bangsat! Bajigan! Sudah jelas dia hanya mau memanfaatkan kamu! Berhenti sekarang sebelum terlalu jauh dan kau yang menyesal! Dia bajingan, Dania! Bajingan!"

'Tapi aku suka bajingan itu, Ni. Aku suka si bangsat itu'  jawabku dalam hati.

**

Aku duduk dalam dekapannya menunggu waktu senja datang seraya menikmati indahnya alam saat langit jingga berubah kelabu lalu biru. Angin menyisir setiap helai rambutku yang sesekali dihirup mesra aromanya lalu perlahan turun mengecup pipi merahku dan mencium hangat bibirku. Damai sekali, Tuhan. Sudah lama tak kurasakan kenyamanan ini. Pantai dan dia si pemilik mata biru itu adalah sempurna.  Aku menarik bibirku untuk tersenyum dan menyimpul senyumku lagi  setiap kali aku menyadari bahwa ini hanya cinta satu arah.

"Kita masuk ke kamar, angin sudah mulai kencang"

Aku terdiam sedikit bergetar. Takut dan terus menerka apa yang akan kami lakukan disana. Sudah aku yakinkan diriku dan aku siap untuk itu. Dia ulurkan tangan putih ras caucasian-nya dan aku melangkah ke arah dekapnya.

**

Dia cumbu semua kulitku, menjamahi setiap lekuknya. Matanya menyisir mataku lalu bermain dengan deru. Aku cengkram kuat tangan kekarnya dan mendesis tipis, menggelinjang manja. Desahan itu.. Kami. Hangatnya.. Dia.

Tiba puncak itu. Dia tatap tajam mataku dan aku temukan sebuah tanda tanya di dalamnya. Aku yakinkan diriku dan mengecupnya pelan mengartikan 'Aku siap, sayang'. Dia kecup lagi aku, leherku dan aku mendesah tersengal.

"Ya, sayang.. Ya.."

Dia kembali mencium bibirku dan perlahan menatap mataku tajam. Kami diam. Dia tersenyum dalam diamku seraya berkata,

"Tidak.. Simpan itu untuk calon suamimu"

Nafas deruku perlahan pelan.

Tuhan, mengapa aku lega?

3 dari 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun