Mohon tunggu...
Zeina Deschannel
Zeina Deschannel Mohon Tunggu... -

Z for Apple

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Agenda

26 Juni 2010   16:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:16 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah jam setengah sebelas, ayo percepat jalannya. Jalan lagi dan minum habis dalam satu menit. Buang, sudah terlihat stasiun MRTnya nanti aku malah didenda. Agak berlari kecil mengejar kereta yang habis di pukul sebelas. Auuw kaki mulai terasa sakit. Mungkin karena goyah tadi dan terlalu lama berjalan dengan hak tinggi. Sssshh ssshh desisku. Lalu tiba-tiba Gubrak, tas terjatuh karena ada dorongan dari belakang. Sial! Apa lagi? Mana matanya, Bapaaak? Boleh telefon sambil berjalan tapi toh ya harus hati-hati!! Hah, semua isi tas keluar. Jongkok dan aww kerasa lagi sakit kakinya. Belum lagi siklus wanita yang datang rutin tiap bulan membawa emosi tak terkendali. Cepat cepat, nanti ketinggalan MRT.

Orchard - City Hall untungnya dapat tempat duduk. City Hall - Joo Koon aku berdiri padat di tengah-tengah pasangan muda-mudi yang memafaatkan situasi sempit padatnya kereta untuk saling berdekatan lalu bersentuhan lalu berciuman. Ah muak. Muak muak muak. Jangan bilang aku iri, tapi muak. Sudah, lempar pandangan ke kanan saja. Oh ada anak kecil yang sedang sakit dipangku ibunya dengan batuk-batuk dan sesekali muntah. Kasian ibunya. Cepat sembuh dik.

Clementi dan yak, Dover. Wah sepi. Tengok jam, tepat jam sebelas. Luar biasa, jam sebelas baru selesai kerja. Turuni tangga, tap card dan keluar dari stasiun. Sssh, kerasa lagi sakit di kaki. Tengok kanan-kiri sebentar lalu, has has, lepas saja sepatu berhak delapan centi ini. Berjalan telanjang kaki akan menjadi rasa surga sepertinya. Oooooh legaaaaaaa. Kulit menginjak bumi dibalut aspal dan debu. Hayo, apa lihat lihat? Masa bodoh, aku tidak mau tambah tersiksa. Tangan kanan menenteng sepatu biru donker, tangan kiri menarik dress panjang sedikit agar tidak menghalangi langkah. Haduh harus nyebrang. Hati-hati, untung sepi.

Satu, dua, tiga, empat langkah, mata mulai meruncing. Ada yang duduk di tengah-tengah trotoar. Satu nenek-nenek tua di kursi roda, satu lelaki paruh baya langsung di trotoarnya. Lelaki itu sibuk merunduk menghitung logam-logam yang mungkin 10 sen 20 sen 50 sen dan logam kuning tebal senilai 1 dollar. Aku lewati mereka sambil memerhatikan tapi masih terus berjalan. Mereka acuhkan aku. Mereka hanya peduli logam-logam yang mereka dapat dari meminta belas kasihan orang yang hendak pergi atau menuju stasiun MRT lalu menukarnya dengan tissue. Maksudnya begini, kamu kasih dia logam millikmu, maka nanti dia berikan tissue. Katakanlah mereka peminta-minta, tapi mereka masih kenal prinsip take and give. Di saat kamu menerima, maka kamu harus memberi. Adilkah? Tak mau berdebat soal ini.

Sudah hampir setengah meter aku tinggalkan mereka. Eh tunggu? Tadi aku bilang apa? Take and give? Jadi ingat sebuah petuah hangat dari Bapak yang bilang kalau sedih coba berbagi. Nanti sedihnya hilang lalu gembira datang. Lalu lalu, seperti yang aku bilang, di saat kita memberi maka kita akan menerima bukan?

Aku balik arah. Menuju ke mereka lagi. Plak, aku jatuhkan sepatu di tangan kananku lalu merogoh tas dan hap, dompet di tangan. Cari-cari, kumpulkan logam logam dan yak dapat. Aku hampiri mereka yang ternyata masih tak peduli denganku hingga akhirnya uang logamku berkumpul dengan logam mereka. Lalu mereka melihatku, tersenyum, thank you dan bye bye. Aku senyum dan balik arah lagi menuju rumah. Dalam hati lalu aku bilang Tuhan sekali ini saja aku minta imbalan, berikan aku rasa senang di akhir minggu sebagai imbalan kerja keras. ya ya ya Tuhan? Amin.

Gedung rumah sudah kelihatan. Blok 126. Pencet tombol lift ke atas, masuk, pencet tombol lantai rumah dan lift terbang ke atas. Satu.. dua.. empat.. delapan.. ting tong, sebelas. Plak, aku jatuhkan lagi sepatu biru itu. Cari kunci. Ini tentunya lebih sulit dari mencari dompet. Raba-raba di antara parfum, kacamata, agenda, belum ketemu juga. Sabar sabar, pelan pelan. Ah akhirnya. Krintang krinting, kunci beradu dengan gembok. Krek, buka pintu. Plak, lempar sepatu. Klik, nyalakan lampu.

Selamat datang. Selamat sepi lagi dan masih sendiri.

Brak, tas jatuh ke sofa. Sambil menuju dapur, tuut, aku pencet mesin kotak suara. 7 kotak suara hari ini. Ambil gelas, tuang air. Satu gelas dengan satu dua pesan.

Tracy..

Tracy..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun