Sini kamu, duduk di sebelah saya. Sini, kita bicara.
Oh ya, ada peraturannya. Jangan bicara sampai saya selesai berbicara.
Saya marah. Ya, saya marah. Kamu terlalu lancang. Lancang untuk bilang lancang. Kamu tahu kan saya wanita? Oh tidak, tidak ada diskriminasi gender disini. Tapi bukan sebaiknya pria menghargai wanita?
Mulutmu itu, itu biang masalahnya. Kalau saja bisa kamu mengendalikannya, setidaknya jangan sampai hal yang disebut privasi terkemuka muncul ke dunia, hal akan baik-baik saja.
Kamu bilang apa tadi? Saya penipu? Kamu merasa dijebak? HAH! Makin jadi amarah saya.
Maaf ya maaf saja. Tak perlu lah alasan nananana untuk membetulkannya.
Saya pun begitu, marah ya marah.
Memaki, mengumpat, lega lalu selesai. Dan entah kenapa tak perlu maaf kalo sudah terlampiaskan.
Saya hanya ingin kamu tahu saya kecewa maka saya marah.
5 menit sesudah terlampiaskan juga sudah reda.
Saya hanya ingin kamu tahu saya marah, saya kecewa.
Itu saja. Lalu kalau mau lebih baik ya berubah.
Selesai marah, semua akan baik-baik lagi.
Jangan, jangan lalu mundur perlahan, itu namanya kamu mengibarkan bendera perang.
Tetap seperti biasa karena saya tidak menaruh dendam.
Saya hanya bilang benci saat memang itu benci, lalu marah kalau marah.
Tak ada istilah muka dua. Muka tunggal saja masih banyak menyiksa.
Jelas ya? Saya marah.
Itu saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI