Mohon tunggu...
Eka Kurnia Chrislianto
Eka Kurnia Chrislianto Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Advocate, Lawyer, Legal Consultant, Corporate Lawyer, Civil Law Lawyer, Land and Property Law, Marital, Divorce Dissolutions, and Inheritance Law, Criminal Law, etc. Kunjungi juga: https://kumparan.com/eren-jager dan https://zefilosofi.medium.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi: Pelindung Mayoritas atau Alat Penindas Minoritas?

11 Oktober 2021   20:47 Diperbarui: 11 Oktober 2021   20:50 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, dalam kasus kedaulatan rakyat, pejabat terpilih memegang mandat imperatif dan hanya mewakili pemilih yang memilih mereka. Bisakan melihat apa bedanya? 

Sebagian besar rezim politik (warga negara) saat ini memberikan kedaulatan nasional pada wakil-wakil yang mereka pilih, dan karenanya menolak mandat imperatif. 

Apakah Demokrasi Mayoritas dan Populisme Buruk?

Sedikit mengenai populism dan terkait fenomena di kebanyakan negara dunia ketiga. Terutama untuk di Indonesia, kebanyakan mereka yang ada di sini (apalagi yang "kiri") tentu sulit rasanya untuk menjadi liberal, kenapa? Mengingat, Chantal Mouffe dan Ernesto Laclau, mereka yang pernah ada di jalan cari batu dan lempar gedung parlemen di Argentina. 

Mereka yang punya jejak historis dengan politik authoritarian (hari ini banyak aktivis kum philosopher kum teoritis hari ini), mereka ini tidak mungkin menjadi liberal dan pasti pro-demokrasi. Tapi kesulitan dari mereka ini, mereka ingin dasarkan ulang perubahan itu pada design deterministik dari Marxism tetapi kemudian ia bertemu dengan rasionalitas Eropa yang sinis terhadap segala sesuatu yang deterministik apalagi yang diajukan oleh Marx. Di UK atau di Eropa secara keseluruhan ingin debat rasional itu dihasilkan di parlemen, bukan dengan duel sentimen di jalan. 

Bisa menjadi konsekuensi yang tidak diinginkan dari demokrasi dimana mayoritas demokratis bertindak menindas minoritas jika demokrasi tidak disertai dengan pengakuan hak-hak tertentu untuk melindungi kaum minoritas. Risiko-risiko ini telah disebutkan secara khusus oleh para pemikir liberal disebut dengan Tirani Mayoritas. 

Alexis de Tocqueville contohnya, pernah membahas tentang risiko tirani mayoritas atau "despotisme mayoritas". Demokrasi secara alami cenderung memusatkan semua kekuatan sosial di tangan badan legislatif. Ini menjadi kekuatan yang paling langsung berasal dari orang-orang ini, yang juga paling banyak berpartisipasi dari hegemoniknya. 

Karena itu kita bisa memperhatikan dalam diri kita sendiri bahkan kecenderungan kebiasaan yang menuntun diri sendiri untuk menyatukan semua jenis otoritas menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. 

Konsentrasi dari kekuatan ini, pada saat yang sama justru sangat merusak perilaku yang baik, kemudian menjadi despotisme mayoritas. Ini kenapa menurut Penulis saat membaca soal lintasan teori orasi populisme Ernesto Laclau dari karya awalnya di tahun 1970-an hingga pandangannya saat ini. 

Walaupun pendekatan formal Laclau pada wacana populis merupakan kemajuan substansial dalam teorisasi konsep yang sulit dipahami ini, akan dikemukakan bahwa refleksi-refleksinya yang baru tentang populisme dapat ditafsirkan sebagai indikasi batas-batas pendekatan 'formalis'. Antinomi 'formalisme' ini akan diterangi melalui pertemuan dengan mobilisasi neo-populis. 

Mengacu pada Cas Mudde dan Cristobal Rovira Kaltwasser yang mendiskusikan peran populisme itu sangat berperan penting dalam memburuknya demokrasi (liberal) dan memberi jalan bagi kebangkitan demokrasi yang tidak liberal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun