Saat ibu meninggal malam hari, aku hanya bisa menangis dan menggali kuburannya di samping rumah dengan tanganku sendiri sampai aku pinsan. rumah yang menjadi harta terakhir ku kau jual setelah ibu meninggal... hiks.. hiks..!"
Tangisnya semakin deras dan suasana di restoran tersebut menjadi sedikit hening. Lalu tangisan dari anak gadis lelaki itu pun menyusul. seolah terheran gadis itupun berkata.. "Kakak... Mana ibu..?" Ibu siapa..? tanya teman ku. "Ibu kak.. ibu.. hiks.. hiks..." bapak bilang ibu dan kakak sudah meninggal saat bapak membawaku pergi.. hiks.. hiks...
Gadis itu ternyata adalah adiknya. Dia dibawa pergi saat masih kecil dan semenjak itu teman ku tidak pernah melihatnya lagi. Ceritanya terlalu panjang dan terlalu mengharukan. Saat menulis pun aku tidak bisa menahan air mata. Aku benar-benar bersyukur dan sadar bahwa apa yang telah di berikan oleh Allah adalah yang terbaik. Ternyata masih ada orang yang terlahir dengan kesulitan jauh dari apa yang telah kurasakan.
Akhir cerita.. Temanku pun membawa adiknya, Seminggu kemudian dia dan adiknya berangkat untuk berziarah kemakan ibunya. Selama ini dia berusaha dengan gigih karena dorongan janji terhadap ibunya. Dia berjanji di depan jasad ibunya ketika ibunya meninggal bahwa suatu saat dia akan menjadi orang yang berguna untuk orang lain. Semoga dia menemukan kebahagiaan hidupnya. Amiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H