Setelah melaksanakan shalat subuh berjamaah yang menyegarkan jiwa, kami melanjutkan hari dengan sarapan bersama rombongan di sebuah rumah makan yang sudah ditentukan. Menu sarapan pagi ini cukup mewah dan mengenyangkan.
Meski begitu, saya memilih untuk makan sedikit, mempertimbangkan masih ada perjalanan yang harus dilanjutkan. Ribet banget jika harus menahan buang air besar saat bus sedang melaju di jalanan.
Sambil menikmati sarapan, kami berbagi meja dengan sahabat lama saya, yang kebetulan juga bernama Zainuddin, sama seperti saya. Kami pernah mondok bersama di Tebuireng, dulu. Saya dari Pulau Singkep, Kepulauan Riau, sedangkan dia asal Pulau Madura.
Saat ini, Zainuddin bekerja sebagai pengajar dan juga aktif berkhidmat di Tebuireng Initiative, media yang diasuh oleh Gus Ipang, putra dari Gus Solah, kyai kami.
Kesempatan ini benar-benar menjadi momen nostalgia dan pembaharuan ikatan persahabatan. Kami berbagi cerita dan tertawa, mengenang masa-masa saat masih mondok, berdiskusi ringan tentang kehidupan dan tanggung jawab yang kini kami pikul, sambil sesekali menyantap hidangan di hadapan kami.
Petualangan Zavi di Pantai Parangtritis
Selesai sarapan, semangat kami kembali terpompa untuk melanjutkan petualangan. Tujuan berikutnya adalah pantai, yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari tempat parkir bus. Zavi, anak kami, tampak sangat antusias. Selama perjalanan menuju pantai, Zavi saya gendong, dan terlihat menoleh ke kiri dan ke kanan kegirangan.
Beberapa hari sebelumnya, istri sudah mengutarakan keinginannya untuk naik Jeep di pantai, "Ba, nanti kalau di pantai, kita naik Jeep yah. Bisa kan bawa anak kecil?" Saya sempat ragu, mengingat pengalaman terakhir naik Jeep di Pantai Cemoro Sewu yang cukup ekstrem, dengan supir yang ugal-ugalan.
"Agak bahaya sih karena waktu Aba nyobain naik Jeep pas ke pantai Cemoro Sewu kemarin, supirnya ugal-ugalan. Tapi memang itulah pelayanan yang diberikan. Supir-supir Jeep itu ingin memberikan pengalaman kepada clientnya untuk merasakan sensasi naik mobil offroad dengan medan pasir pantai. Seru memang," jelas saya.
Istri tampak sedikit kecewa, "Yah, jadi ga bisa dong naik Jeep bawa Zavi?" Saya mencoba menenangkan dan memberikan solusi, "Tenang aja, kan bisa request biar jalannya pelan-pelan aja.
Semua kan tergantung permintaan klien. Yang penting kita bayar," ujar saya mencoba meyakinkannya. Istri akhirnya merasa lebih baik, "Iya juga ya. Oke deh," sahutnya sambil kembali sibuk dengan persiapan sebelum kami berangkat ke liburan.
Perjalanan singkat menuju pantai itu kami lalui dengan riang. Udara segar pagi dan suara ombak yang bergemuruh menambah semangat kami. Zavi, dengan matanya yang berbinar, tampak tak sabar untuk merasakan pasir di antara jari-jarinya dan mendengar suara-suara alam yang baru baginya.