Hukum seharusnya menjadi alat untuk menegakkan keadilan, menjaga ketertiban, dan melindungi hak asasi manusia tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau politik.Â
Namun, dalam praktiknya, hukum sering kali bersikap tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Fenomena ini menunjukkan bahwa hukum tidak selalu ditegakkan secara adil dan sering kali lebih keras terhadap rakyat kecil dibandingkan dengan mereka yang berada di posisi kekuasaan atau memiliki kekayaan.
Teori Kritis Hukum
Teori kritis hukum, yang berakar pada pemikiran Marxis, menyatakan bahwa hukum bukanlah instrumen netral melainkan alat untuk mempertahankan kekuasaan dan struktur sosial yang ada. Para pemikir teori ini, seperti Karl Marx dan tokoh-tokoh aliran Critical Legal Studies (CLS), berpendapat bahwa hukum sering kali digunakan untuk melanggengkan ketidakadilan dan mempertahankan status quo yang menguntungkan kelompok dominan.
Karl Marx dan Hukum sebagai Alat Kelas Penguasa
Karl Marx berpendapat bahwa hukum adalah cerminan dari hubungan ekonomi dan kekuasaan dalam masyarakat. Hukum diciptakan dan ditegakkan oleh kelas penguasa untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Sebagai contoh, hukum-hukum yang melindungi hak milik pribadi secara tidak proporsional menguntungkan orang-orang kaya dan pemilik modal, sementara hukum-hukum yang mengatur buruh dan pekerja sering kali lebih represif dan membatasi.
Critical Legal Studies (CLS)
Gerakan CLS yang berkembang pada 1970-an dan 1980-an di Amerika Serikat juga mengkritik bahwa hukum sering kali bersifat bias terhadap kelompok marjinal. Para ahli CLS berargumen bahwa hukum mencerminkan pandangan dan nilai-nilai kelompok dominan, yang kemudian digunakan untuk menindas kelompok minoritas dan kelas bawah. Hukum tidak hanya menegakkan ketidakadilan yang sudah ada tetapi juga menciptakan ketidakadilan baru.
Kasus Hukum yang Tajam ke Bawah
Penegakan Hukum terhadap Rakyat Kecil
Kasus-kasus hukum di banyak negara menunjukkan bahwa rakyat kecil sering kali menjadi sasaran ketidakadilan hukum. Sebagai contoh, pelanggaran kecil seperti pencurian makanan karena kelaparan sering kali dihukum berat, sementara pelanggaran besar oleh para elit politik dan pengusaha besar sering kali lolos dari hukuman atau hanya menerima hukuman ringan.
Korupsi dan Ketidakadilan
Korupsi merupakan salah satu contoh paling mencolok dari hukum yang tajam ke bawah. Pejabat publik yang korup sering kali tidak mendapatkan hukuman setimpal dengan kejahatan mereka karena memiliki jaringan kekuasaan dan kekayaan yang melindungi mereka. Sebaliknya, rakyat kecil yang mencoba melawan ketidakadilan sering kali menghadapi intimidasi, penangkapan, dan hukuman berat.
Contoh Kasus Nyata
Salah satu contoh terkenal adalah kasus korupsi besar di beberapa negara berkembang di mana pejabat tinggi pemerintah terlibat dalam penggelapan dana publik. Sementara itu, para petani atau buruh yang terlibat dalam protes atau demonstrasi sering kali ditangkap dan dihukum dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum atau tindakan subversif.
Skandal Korupsi
Skandal korupsi yang melibatkan miliaran dolar seperti kasus 1MDB di Malaysia menunjukkan bagaimana elit politik bisa lolos dari hukuman meskipun ada bukti kuat. Sementara itu, pelanggar kecil di sektor informal sering kali menghadapi proses hukum yang cepat dan berat.
Ketidakadilan dalam Sistem Peradilan
Di beberapa negara, sistem peradilan menunjukkan bias yang jelas terhadap orang miskin. Orang-orang kaya bisa menyewa pengacara terbaik dan memanfaatkan celah hukum, sementara orang miskin sering kali tidak mampu membayar biaya hukum dan menerima pembelaan yang kurang memadai.
Kesimpulan
Fenomena hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas merupakan cerminan ketidakadilan struktural dalam masyarakat. Teori kritis hukum menawarkan kerangka pemahaman bahwa hukum sering kali digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan mengendalikan kelompok marjinal. Untuk mencapai keadilan sejati, reformasi hukum yang menyeluruh diperlukan agar hukum dapat ditegakkan secara adil tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau politik.
Reformasi tersebut harus mencakup peningkatan akses terhadap keadilan bagi semua lapisan masyarakat, penguatan lembaga pengawasan yang independen, serta penegakan hukum yang tegas dan transparan terhadap pelanggar hukum dari semua golongan. Hanya dengan demikian, hukum dapat benar-benar berfungsi sebagai alat keadilan dan bukan sebagai instrumen penindasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H