Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, meskipun telah menunjukkan kemajuan, masih menghadapi berbagai kendala yang kompleks. Salah satu tantangan terbesar adalah kolusi antara pejabat pemerintah dan penegak hukum. Kolusi ini dapat berupa persekongkolan untuk melindungi pelaku korupsi, memuluskan jalan bagi tindakan koruptif, atau bahkan terlibat langsung dalam tindakan korupsi itu sendiri. Akibatnya, proses hukum terhadap kasus korupsi seringkali berjalan lambat, tidak transparan, dan bahkan terhenti di tengah jalan.
Intervensi politik juga menjadi masalah serius. Pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik tertentu dapat berupaya mempengaruhi proses hukum, misalnya dengan memindahkan atau memecat penyidik yang dianggap terlalu agresif dalam mengungkap kasus korupsi. Hal ini tentu saja menghambat upaya penegakan hukum yang adil dan independen. Kurangnya sumber daya juga menjadi kendala yang signifikan. KPK dan lembaga penegak hukum lainnya seringkali kekurangan anggaran, tenaga ahli, dan peralatan yang memadai untuk menangani kasus-kasus korupsi yang kompleks. Akibatnya, kapasitas mereka dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan menjadi terbatas. Tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan juga menjadi ancaman. Pelaku korupsi dan kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan mereka seringkali melakukan berbagai upaya untuk menghalangi proses hukum, seperti melakukan intimidasi, ancaman, atau bahkan melakukan tindak kekerasan. Ancaman terhadap integritas anggota KPK juga menjadi masalah serius. Para penyidik dan pegawai KPK seringkali mendapat tekanan dan ancaman baik dari dalam maupun luar lembaga. Hal ini dapat membuat mereka merasa takut dan ragu untuk menjalankan tugasnya dengan baik.
Korupsi dan kolusi telah memberikan dampak buruk yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam sektor infrastruktur. Praktik-praktik kotor ini menyebabkan alokasi sumber daya menjadi tidak efisien, biaya proyek membengkak, dan minat investor asing menurun. Situasi ini semakin diperparah oleh pandemi COVID-19 yang melanda pada tahun 2020, sehingga memperlambat pemulihan ekonomi. Proyek-proyek infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan kerap menjadi sasaran korupsi, mengakibatkan pemborosan anggaran dan penurunan kualitas pembangunan. Akibatnya, upaya pemerintah untuk meningkatkan konektivitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
Selama pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia telah berupaya menyeimbangkan penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi melalui pendekatan "rem dan gas". Namun, celah korupsi dan kolusi tetap menjadi ancaman serius dalam pelaksanaan kebijakan ini. Pihak-pihak tertentu berusaha mengambil keuntungan dari situasi krisis, sehingga menghambat upaya pemerintah dalam mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi. Untuk mengatasi permasalahan ini, penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat krusial. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan, serta melakukan reformasi sistem hukum untuk mengurangi campur tangan politik. Dengan demikian, integritas dan keadilan dalam penegakan hukum dapat terjaga, sehingga dapat meminimalisir praktik korupsi dan kolusi yang merugikan negara dan Masyarakat.
Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia telah berupaya keras untuk memberantas korupsi dan kolusi, meski masih menghadapi banyak tantangan. Pemberantasan korupsi memerlukan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga penegak hukum. Dengan upaya yang berkelanjutan dan reformasi yang tepat, diharapkan Indonesia dapat mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan transparan, serta mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H