Populasi bekantan di Kalimantan di sensus setiap lima tahun sekali. Tiga sensus terakhir menunjukan bahwa populasi bekantan cukup stabil. Kelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Tri Atmoko, peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah melakukan sensus populasi bekantan di kawasan pengembangan IKN. Hasilnya, diperkirakan 1.449 individu dari total populasi 3.907 individu akan tersingkir dari habitatnya. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas pekerjaan konstruksi yang berlangsung.
Tidak hanya bekantan, biota lain pun mengalami ancaman populasi akibat perubahan habitat. Minimnya kajian dan upaya konservasi yang dilakukan dapat mengakibatkan hilangnya sumber plasma nutfah atau substansi sumber daya genetik yang terdapat pada flora maupun fauna. Aktivitas pembangunan yang terkesan buru-buru dan kurangnya kajian ekologi harus menjadi perhatian masyarakat dalam mengawal proses pembangunan agar tetap dalam koridor ekologis.
Efek Domino
Selain pembukaan areal hutan yang menjadi ancaman bagi biodiversitas di wilayah pembangunan IKN dan sekitarnya, pembangunan IKN juga mengancam keseimbangan ekologis di daerah lain. Pembangunan skala besar tentu membutuhkan material-material yang besar juga jumlahnya. Sehingga dalam prosesnya, perlu kerjasama antar daerah untuk menjadi pemasok guna memenuhi kebutuhan proyek. Material yang digunakan di IKN diakui ramah lingkungan yang mana sesuai dengan konsep IKN: smart city. Namun perlu dikaji kembali pengusungan konsep ramah lingkungan ini benar sesuai dengan praktek di lapangan. Permintaan material yang tinggi dalam proyek ini, dapat menjadi celah besar untuk pembukaan tambang-tambang baru.
Material yang menjadi kebutuhan IKN contohnya adalah batuan. Menurut Gubernur Kalimantan Timur Dr. H. Isran Noor, dalam pembangunan IKN, Sulawesi Tengah diharapkan dapat menyokong kebutuhan 80 juta metrik ton batuan mengingat batu dari Sulawesi dikenal berkualitas baik. Selain itu, secara geografis, Sulawesi Tengah adalah daerah terdekat dengan lokasi IKN. Batu-batuan Sulawesi Tengah yang dipasok untuk pembangunan berasal dari bukit-bukit dan gunung di Kota Palu dan sekitarnya. Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdi Mastura, dalam Rapat Koordinasi Nasional Otorita Ibu Kota Nusantara di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 lalu, mengungkapkan bahwa gunung-gunung sudah mulai habis untuk memberikan dukungan terhadap pembangunan IKN.
Sulawesi terkenal sebagai hotspot biodiversity dengan tingginya tingkat endemisitas hayati. Adanya upaya pengerukan batuan dari bukit dan gunung di Sulawesi, tentu dapat membawa permasalahan baru terhadap upaya konservasi biota di Sulawesi. Aktivitas penambangan juga pembabat habisan bukit serta gunung akan mengganggu keseimbangan ekologi. Pembangunan IKN nyatanya memiliki dampak besar terhadap ekologi baik di wilayah pembangunan bahkan hingga di luar daerah IKN itu sendiri.
Proyek pembangunan IKN diharapkan tidak menjadi proyek strategis yang menghancurkan keseimbangan ekologis. Selama masa pembangunan, pemerintah harus mengkaji berbagai aspek ekologi yang berfungsi untuk membuat ruang konservasi di wilayah pembangunan IKN dan sekitarnya. Kajian wilayah jelajah satwa khususnya bagi hewan-hewan endemik harus didalami kembali untuk menjadi acuan dalam pembangunan. Kajian-kajian ekologi juga harus dilakukan oleh daerah yang menjadi penyokong pembangunan IKN seperti Sulawesi Tengah. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kelestarian biodiversitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H