Tuhanku,
Bumi-Mu rasanya semakin sesak dihuni
Setiap langkah yang aku ayunkan, terdengar dentum-dentum tumpah darah di antara makhluk-Mu
Peluru-peluru melesat, menuju pada detak-detak yang memperjuangkan haknya
Bumi-Mu ini sedang asin air mata
Di salah satu tanah-Mu yang suci,
Kemana pun memandang, nampak jingga jelaga berselimut duka
Penuh siksa dan tak diragukan, bahwa itu bentuk genosida
Tuhanku,
Di salah satu tanah-Mu, tak terdengar ceria gelak tawa balita
Juga cengkerama hangat keluarga
Yang ada, tangis bocah yang gemetar kehilangan ayah bunda
Yang ada, peluk terakhir ayah pada tubuh kaku istri dan putra-putrinya
Yang ada, lautan manusia beriringan mengantar keranda
Yang ada, remaja yang memeluk keluarganya diantara puing-puing rumah
Yang ada, anak kecil yang sibuk membisikan syahadat pada adik kecilnya yang luka-luka
Yang ada, makam-makam basah para syuhada
Tuhanku,
Dalam firman-Mu, kami-kami dicipta dengan kasih dan cinta
Tapi mengapa pada mereka, seperti tiada bersisa?
Apakah memang dalam dada penjajah digariskan untuk tidak bisa mengasihi antar sesama?
Bukankah manusia dicipta dengan sebaik-baiknya?
Di Baitul Maqdis terdengar isak tangis
Para penjaga tanah-Mu terus berjuang tak gentar
Saling peluk dalam redup menjadi nyala hangat membangkitkan semangat
Tuhanku, kami memohon perlindungan-Mu
Bogor, 19 Oktober 2023
Mari kita panjatkan doa untuk para syuhada dan saudara-saudara di Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H