Gemericik yang memecah sunyi,
menghantam kata-kata yang sembunyi ;
malu-malu keluar dan malah memilih tersangkut dibalik tulang-tulang rawan dalam rongga dada dan mulut
Kalah cepat dari pada yang sesungguhnya tak ingin di ucap,
pasrah dirantai ego diri.
Bianglala terus berputar
Dua kali mencapai puncak pun,
kata-kata tetap malu berontak
Dan lihat?
Air matamu yang lelah bertahan,
ujungnya memutuskan mewakili tahun-tahun penuh duka bagi hatimu sendiri.Â
Payah.
Pantas saja ia pergi.
Berkata saja tak mampu, bagaimana nanti?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H