Tentang hujan bulan juni yang memaksa turun di penghujung september
Ia turun dengan deras
Tapi tak berani lebih deras dari air mata yang menetes di atas puing rumah-rumah yang ditinggal mati  sebagian penghuni
Tak berani ia menenggelamkan luka seperti biasa karena kota ceria itu sedang di peluk dalam erat pilu
Hujan yang biasa menggenang di pekarangan
Kali ini tak ragu-ragu untuk jatuh di dalam ruangan-ruangan rahasia di sudut mata
Karena tempat biasa ia menggenang
Tercampur darah dan jerit manusia-manusia yang sedang di uji oleh Tuhan
Hujan juga tidak berani mengetuk-ngetuk jendela tamu
Karena jendela-jendela itu kini hanya tersisa kusennya saja
Yang lepas dari tembok yang sudah menjadi seserpih yang hanyut di lautan
Hujan bersumpah
Malam ini ia sungguh turun demi insan yang sedang berjuang menyambung napas
Dan demi menghanyutkan darah-darah menggenang
Juga untuk memeluk insan yang sedang meregang nyawa sedang keluarga tak ada di sisinya
Entah sedang dimana
Entah sedang berjuang menyelamatkan diri sendiri
Entah apa sedang mencarinya
Atau mungkin sama dengannya, menjemput takdir di salah satu sisi kota yang dengan tanah sudah rata
Langit malam itu
Memeluk mereka yang menggigil dengan baju tipis seadanya
Langit menurunkan hujan untuk menghapus dahaga
Agar esok bila bantuan datang
Mereka masih termasuk yang bernyawa untuk diselamatkan
Hujan turun dengan anggun
Pelan-pelan ia berjalan
Membasuh luka-luka tanpa perlindungan
Menyamarkan air mata yang tak jua reda
Usai hujan pergi, bintang datang dengan ramai
Memberi sedikit cahaya pada nyawa-nyawa yang sibuk merapal doa
Menyisipkan rasa syukur luar biasa dalam dada
Bahwa Tuhan masih memberi kesempatan berbenah hati
Puisi ini di dedikasikan untuk keluarga di Palu, tentang bagaimana mamah, papah, dan adik-adik yang bertahan hidup satu minggu dengan bantuan yang tak kunjung datang ke pengungsian.Â
Teruntuk teman dan sahabat yang berusaha bertahan hidup, teruntuk yang kehilangan tempat bernaung, teruntuk keluarga yang menjemput takdir saat itu, yang In Syaa Allah khusnul khatimah.Â
Pada sahabat yang kehilangan tempat tinggal paling nyaman, pada sahabat yang berusaha lari dari kejaran tsunami, pada sahabat yang rumahnya ditenggelami lumpur likuifikasi. Berkuatlah.Â