Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hari-hari Menjelang Perpisahan, Nonton "Motor Trail" Gratis

21 Januari 2018   16:56 Diperbarui: 21 Januari 2018   18:42 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-08MRzNeUxOg/VBWsaprpZrI/AAAAAAAADPc/GhrU0yWQMDE/s1600/Aksi%2BTrail%2BKeren%2B3%2B-%2BKartunlucu.Com.jpg

Sebagai siswa kelas 12, duduk di puncak bangku sekolah tertinggi dari 12 tahun belajar adalah saat dimana segala perasaan bercampur aduk. Bagiku sendiri, jujur saja, di kelas 12 ini aku mulai jenuh dengan rutinitas yang dikerjakan selama 12 tahun yang selalu sama. Bangun sebelum pukul 6 pagi, dilanjutkan dengan mandi dan tak lupa gosok gigi, memakai seragam yang roknya hanya berganti warna... *6 tahun merah, 3 tahun biru, dan sedang dimasa putih abu-abu*, lalu berangkat ke sekolah dan duduk diam menunggu guru masuk kelas. 

Hanya saja, karena aku tidak senang dengan hal-hal seperti itu yang berulang setiap harinya, aku mencari kegiatan di luar sana untuk menghilangkan kejenuhan. Misalnya menulis, traveling bersama keluarga saat libur panjang, dan kadang, jika sedang mau, aku mengikuti beberapa kegiatan di luar.

Oke, mungkin itu cukup untuk membuka topik yang sengaja kuambil untuk mengisi sore hari seusai hujan dengan menulis. Bukan puisi seperti biasa, entah kenapa rasanya aku lebih memilih mendokumentasikan hari-hari menjelang akhir masa sekolah menengah. Menjelang hari-hari perpisahan, seperti biasa, sekolahku mengadakan pemotretan untuk buku tahunan. 

Pemotretan ini dimulai bertahap sejak bulan Desember 2017 lalu dengan sesi pemotretan dilakukan di hari libur. Karena SMA yang kupijaki ini sudah menerapkan sistem FDS atau Full Day School, jadi setiap hari Sabtu kami libur. Hari Sabtu atau Minggu inilah yang dimanfaatkan oleh kami seangkatan untuk berfoto bersama dengan berbagai tema. Baik itu saat sesi per kelas, angkatan, maupun saat sesi foto dengan kelompok yang diacak.

Jadi dimulai dari sesi foto per-kelas. Jujur, ini yang paling ribet bagiku. Kelasku yang mengambil tema Summer Party dengan baju bunga-bunga, cukup membuatku pusing tujuh keliling. 

Karena aku lebih suka memakai pakaian kasual atau baju dengan motif garis-garis diagonal atau horizontal. Jujur aku kurang suka dengan baju yang bermotif bunga-bunga karena menurutku, baju bermotif demikian banyak digemari oleh kalangan Ibu-ibu sehingga identik dengan baju orang tua (mungkin ini pola pikir yang terbentuk karena efek melihat Mamah yang suka pakai baju bunga-bunga),... hehehe.

Otomatis, karena aku tak memiliki koleksi baju yang dipersyaratkan, aku pun harus mencari baju dengan motif bunga-bunga. Berhubung jadwal sekolah yang padat dan letak rumah yang jauh dari pusat perbelanjaan, aku baru punya kesempatan mencarinya sehari sebelum acara pemotretan dilakukan. 

Dua jam berkeliling di sebuah mall, akhirnya ada juga yang membuatku jatuh hati. Aku pun memotret baju tersebut dan mengirimnya di grup chat kelas. Ternyata, salah satu temanku sudah membelinya sejak kemarin, dan kurang bagus kalau pakai baju seragaman.

Jadi aku pun mengalah. Sekali lagi kukelilingi mall tersebut, hingga satu jam kemudian aku berhasil mendapatkan baju yang sesuai dengan tema, dan lumayan aku sukai. Namun, baju tersebut memiliki 3 warna cerah. Ini pun berhasil membuatku menimbang-nimbang untuk memutuskan warna mana yang aku pilih. 

Esoknya kami berfoto di villa milik salah satu teman sekelas. Foto bersama pun berjalan sesuai rencana meski dengan sedikit perubahan. 

Tema Summer Party seperti berkatan dengan suhu Kota Palu yang hampir tiap hari rasa Summer.
Tema Summer Party seperti berkatan dengan suhu Kota Palu yang hampir tiap hari rasa Summer.
Dan hari ini, ada sesi foto lagi. Rencananya, teman satu angkatan sudah berkumpul pada pukul tujuh pagi. Datang ke sekolah memakai baju yang sudah ditentukan menurut masing-masing kelompok. Kelompokku sendiri memilih memakai baju piyama dengan berbagai perlengkapannya seperti sandal tidur, boneka, selimut, dan lainnya yang mendukung suasana bahwa kita sedang mengadakan Pajamas Party.

Wah, kalau ini aku senang sekali! Karena kali ini aku tak perlu susah payah mencari baju. Beberapa bulan sebelumnya aku menjadi finalis ARKI (Akademi Remaja Kreatif Indonesia) 2017 dengan kategori Cipta Syair, dan menjadi satu-satunya perwakilan dari Sulawesi Tengah. Salah satu pakaian yang wajib dibawa adalah piyama. Kenapa? Karena pas Awarding Night-nya, panitia mengadakan 'wisuda' untuk para finalis ARKI 2017 dari seluruh Indonesia. Nah, temanya Pajamas Party.

Jadi sejak dari rumah, aku sudah memakai piyama dan meminta tolong pada Papah untuk segera mengantarku pergi sekolah karena saat itu jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Melihatku yang memakai piyama, Papah malah mengira aku baru bangun dan belum mandi pagi. Katanya, 'Iyo, Papah antar. Tapi masa kau mau berpakaian seperti itu? Pergi mandi dulu, sana! Belum mandi, sudah minta antar!' Lho, aku jadi bengong sendiri! Karena, beberapa hari belakangan ini, aku selalu bercerita kepada kedua orang tuaku bahwa hari Sabtu ini akan ada sesi pemotretan di sekolah untuk buku tahunan. 

Tema baju kelompoknya yaitu piyama. 'Emang harus pakai piyama, Papah. Dan aku tuh udah mandi!' jawabku gemas pada papah yang dari raut wajahnya tidak dapat terbaca apakah kalimat tadi candaan saja atau memang serius.

Akhirnya setelah menunggu Papah memasak makanan untuk Eyang, ternyata Kak Ai, sepupuku, menawarkan diri untuk mengantarku karena dia juga kebetulan punya agenda keluar rumah pagi itu. Nah! Dengan piyama berwarna mencolok dan memeluk boneka beruang di jalanan, aku merasa menjadi perhatian orang. 

Padahal, mungkin saja dalam pikiran mereka itu adalah hal yang biasa saja. Tapi aku merasa diperhatikan karena memakai piyama, membawa ransel hitam, dan duduk di belakang sambil memeluk boneka beruang. Iya, aku emang sering berimajinasi terlalu tinggi.

Tiba di sekolah, aku tidak melihat teman-teman kelompok foto random yang pakai baju piyama. Jadi aku agak merasa aneh berlalu-lalang diantara teman-teman lain yang tidak pakai kostum piyama. Efeknya tuh ngerasa kayak yang belum mandi udah datang ke sekolah gitu, padahal udah. Iya tau, lebay!

Di beberapa sudut sekolah, tampak teman-teman perempuan berdandan, dan salah satu sudut sekolah yang ada colokannya dipakai untuk catokan. Intinya, hari itu sekolah seolah berubah fungsi menjadi salon dadakan. Aku sih sudah bersiap dari rumah biar nggakrepot saat tiba di sekolah. Dan benar aja!

Pas sedang jalan-jalan sendiri di lapangan upacara yang juga merupakan lapangan olahraga, aku melihat teman-teman kelompokku yang memakai piyama sudah duduk-duduk dan baring-baring cantik di bawah ring basket. 

Aku merasa kaget, karena properti yang dipakai benar-benar mendalami sekali dengan tema yang dipilih. Aku, sambil memeluk boneka beruangku, langsung menghampiri. Dan lihat, ada dua boneka besar juga satu boneka Doraemon, karpet-karpet dengan motif tokoh-tokoh kartun, selimut Doraemon, dua bantal tidur, berbagai macam warna sandal tidur, dan banyak lagi. Ah, kalian memang terbaik!

Pajamas Party!
Pajamas Party!
Kapan lagi coba ke Sekolah pakai piyama?
Kapan lagi coba ke Sekolah pakai piyama?
Tak lama kemudian, ternyata kelompokku mendapat giliran pertama untuk berfoto.  Sesinya berjalan seru dan lancar. Berlanjut ke kelompok-kelompok berikutnya. Setelah berfoto, aku mengajak beberapa teman dekat untuk berfoto bersama, mumpung kostumnya masih dipakai. Setelah itu kita berganti kostum dengan pakaian putih abu-abu. Dan dimulailah sesi foto untuk siswa berprestasi baik akademik maupun non-akademik.

Karena sejak kelas 10 aku suka mengikuti kegiatan atau lomba-lomba menulis dan beberapa kali mewakili sekolah dan provinsi untuk maju ke tingkat nasional, lahirnya buku antologi puisi yang kubuat untuk merayakan sweet seventeen-ku tahun lalu yang dikritisi oleh dosen-dosen kesusastraan, pakar sastra, dan juga beberapa penulis seperti Om Taufiq Pasiak, dokter ahli otak sekaligus penulis yang beberapa kali mengirimkan buku karyanya padaku, serta sastrawan  seperti Pak Kamajaya Al-Katuuk, dan lainya. 

Aku ikut di sesi foto siswa berprestasi bagian akademik bersama teman-teman luar biasa yang juga kerap kali mewakili sekolah ke ajang nasional dan malah hingga internasional. Setelah itu dilanjutkan sesi foto untuk siswa berprestasi non-akademik, yang diperuntukkan teman-teman yang pernah mewakili sekolah juga provinsi dalam ajang FLS2N, dan cabang seni atau olahraga. Semuanya hebat, karena setiap orang punya potensi berbeda-beda.

Setelah itu, angkatanku berfoto di tengah lapangan dan membentuk MDN 11. MDN yang merupakan singkatan nama sekolah- Madani, dan angka 11 adalah angkatan kami. Ya, sekolah ini mungkin tergolong masih muda dibanding sekolah lainnya yang angkatannya sudah mencapai angka puluhan. 

Di sesi inilah yang paling banyak mengeluhnya. Matahari terik sekali, padahal saat sesi foto random tadi pagi turun rintik-rintik. Sekarang, langit di ujung sana berwarna kelabu tua, tapi di lapangan upacara malah terik menyengat. Cuaca, oh cuaca!

Jadilah sambil mengomel, akhirnya setelah amat lama kemudian, kertas karton hijau dan balon dibagi. Drone pun mulai diterbangkan dengan tinggi melebihi atap gedung kelas 12- gedung berlantai dua dan merupakan gedung tertinggi di sekolahku. Dan dibuatlah video kami dari atas sambil melepas balon dan kemudian berlarian bubar secara acak. Aku berlari dengan agak lambat dan sedikit zig-zag. Ini aneh, tapi sengaja kulakukan. Kenapa? Agar ketika bertahun-tahun yang akan datang, aku nggak lupa yang mana aku pas masih SMA saat berbaris dan berlari dulu. Hahaha.....

Karena sebentar lagi memasuki waktu shalat dzuhur, kami pun menghentikan sesi pemotretan. Aku dan beberapa teman bersama-sama makan di salah satu warung, kalau di daerahku disebutnya warung 'mas joko'. FYI, Palu memiliki banyak sekali warung demikian di pinggir jalannya. 

Menunya rata-rata sama, yaitu ayam dan ikan goreng atau bakar, soto, tempe, tahu, minuman teh, dan banyak lagi. Dan uniknya hampir semua namanya memakai nama 'mas joko'. Kalau bukan 'mas joko', mungkin memakai nama pemiliknya. Misalnya, 'Mas Dani'. Meski nama warung makan tersebut 'Mas Dani', tetapi masyarakat pasti menyebutnya warung 'Mas Joko'.

Oke, singkatnya, aku makan di warung 'mas joko' itu. Setelah makan, kami kembali ke sekolah dan melakukan aktivitas apa yang seharusnya dilakukan. Kami diberi sedikit pengarahan untuk pergi ke lokasi pemotretan selanjutnya, yaitu sebuah bukit di dekat sekolah kami. Kami harus menggunakan motor untuk mencapai lokasi itu. Karena kalau menggunakan mobil, jalannya kurang bagus. Dan aku bingung mau numpang sama siapa? Akhirnya, Dimas mengajakku duduk di motornya karena boncengannya kosong. Oke, kali ini aku duduk dibelakang lebih normal daripada tadi pagi. Meski berpakaian normal, aku tetap memeluk boneka beruangku. Hahaha....

Karena hanya beberapa teman saja yang tahu jalan menuju bukit itu (salah satunya Dimas), jadi kami jalan duluan. Tiap melewati pembelokan, kami berhenti dulu untuk mengarahkan teman-teman lain. Kita meminta teman-teman untuk tidak ada yang pergi ke jalannya dengan melawan arus. Jadi harus berputar lewat kapsul. Setelah memastikan semua sudah pergi, Dimas mencari jalan cepat ke lokasi agar kami tetap mengarahkan teman-teman. 

Dan begitu terus. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, kami pun meneruskan perjalanan sambil menyalip beberapa motor teman karena kami penunjuk jalan. Jalanan yang tidak beraspal membuat kami semua memacu motor dibawah 40. Ketika sudah berada di pertengahan jalan, dibelakang banyak motor. Aku mendokumentasikan perjalanan dengan gawaiku sendiri.

screenshot-20180121-165228-1-5a6454cfbde57514c8416b82.png
screenshot-20180121-165228-1-5a6454cfbde57514c8416b82.png
Dan sampailah di perbukitan. FYI, Palu punya banyak bukit. Dan di lokasi bukit yang satu ini, aku mau bilang sama kalian semua, kalau kalian melihat pohon di bukit ini, kalian bakalan senang banget. Sangat senang. Karena, di kanan kiri hanya ada semak belukar, dan pohon pendek yang tidak bisa dipakai berteduh. Makanya, sayangilah pohon besar dan jangan ditebangi ya.  Nggak mau kan suatu saat nanti kita merasakan rasanya sangat bahagia jika melihat pohon?

Okey. Jadi setelah memarkir motor, tiba-tiba datang pengemudi terakhir yang tidak kami lihat sebelumnya. Seorang penjual telur goreng yang biasa berjualan di seberang jalan sekolah datang! Satu angkatan tertawa. Entah siapa yang mengajak si mas kemari, setidaknya teman-teman yang tidak membawa air minum bisa membeli es sirup yang ia jual. Kami briefing sejenak. 

Ketika merasa butuh pohon, awan datang melindungi dari jauh. Ah, romantis sekali, awan.
Ketika merasa butuh pohon, awan datang melindungi dari jauh. Ah, romantis sekali, awan.
Saat briefing, ternyata ada 6-7 motor trail yang naik ke bukit terjal. Sontak seangkatan langsung berhenti sejenak dan menonton mereka naik ke atas bukit yang agak terjal. Setiap kali mereka naik, kami berteriak-teriak menyoraki dan bertepuk tangan.

Kami melanjutkan briefing sambil mencuri-curi pandang pada aksi mereka, sekaligus berusaha tidak memedulikan mereka yang sibuk beraksi. Kukira mereka akan turun lewat jalan berputar. Ternyata, mereka turun di situ juga. Menurut penglihatanku yang mengimajinasikan bagaimana motor turun dari puncak bukit, itu akan terguling. Tapi ternyata tidak. WAH! Aku ikut teman-teman yang berteriak kagum dan bertepuk tangan. KAPAN LAGI SIH NONTON AKSI MOTOR TRAIL LANGSUNG DAN GRATIS?!

Kabar kurang menyenangkannya datang. Ternyata untuk sampai di puncak bukit, kami harus mendaki. Dan kenapa aku agak sedih? Karena aku lupa membawa sandal gunung atau sepatu kets. Dari rumah, aku memakai sepatu sandal dengan hak pendek. Tapi tetap saja tidak mungkin dipakai mendaki. Jujur, aku nggak kepikiran bakalan mendaki bukit terjal kayak gini. BUKITNYA LUMAYAN TERJAL!

Berkat kemampuan yang muncul karena adanya paksaan secara alami, akhirnya aku berusaha mendaki dengan sepatu sandal yang sangat nggak cocok dipakai mendaki. Sebenarnya saat mendaki, kami harus memasang ekspresi bahagia. Tapi itu jadi nggak berlaku buatku. Sambil memegang boneka, aku mendaki dengan ekspresi nggak karuan. Saat tinggal sekitar 100 meter menuju puncak bukit, kuputuskan mendaki dengan berlari. B E R L A R I.

Dan itu memakan banyak tenaga. Kenapa lari? Karena aku lelah berjalan mendaki dengan salah alas kaki. Semakin cepat semakin baik. Jadi setelah sampai di puncak bukit, 5 menit duduk meluruskan kaki, kita diminta berdiri lagi sama beberapa teman. Karena ternyata bukan cuma ada motor trail, ada juga mobil-mobil gunung yang sedang latihan akan lewat jalan yang tadi kami daki. WUAH!

Kami memberi jalan. Anehnya, seangkatan berdiri membuat 2 barisan di sepanjang jalan, ruas kanan dan kiri. Sebenarnya aku bingung bagaimana menentukan ruas jalannya, karena nggak ada jalan di situ. Cuma ada rumput gersang dan semak belukar. Tapi nggak apa-apa. Dan setiap ada mobil lewat, teman-teman ada yang berteriak menyoraki, bertepuk tangan, dan iseng berteriak pada pengendara mobil gunung : "Om punya air nggak? Kita haus!" dan disambut gelak tawa juga lambaian dari para pengemudi.

Aku merasa aneh. Karena seolah-olah kita berdiri seperti ini kayak menyambut para pemenang lomba. Dengan balon-balon 3 warna yang dipegang oleh beberapa teman di ujung jalan, membuat suasana berubah. Dari lelah sehabis mendaki demi video angkatan, menjadi penyambutan mobil gunung dan motor trail. Oke, lupakan!

Jadi akhirnya kami mulai mengatur formasi. Kami berdiri berjejer sepanjang puncak bukit, perempuan dan laki-laki diselang-seling, perempuan memegang balon, dan kami semua memasang ekspresi sebahagia mungkin karena drone yang terbang akan mengclose-up wajah kami satu per satu. 

Langit memang sedikit mendung sejak mendaki. Ketika drone sudah terbang dan sedang mengambil posisi, rintik hujan turun, dan teman yang memegang kendali atas drone memutuskan menurunkannya karena nggak mau ambil resiko. Tapi kami tidak mengeluh atas turunnya hujan. Kenapa? Karena kami sadar bahwa hujan adalah rahmat Yang Maha Kuasa. Dan kami pun mencintai hujan!

Pegang erat-erat ya balonnya, jangan sampai lepas kayak.... *eh!
Pegang erat-erat ya balonnya, jangan sampai lepas kayak.... *eh!
Jadi rintik-rintik di puncak bukit tak berpohon itu kami nikmati! Aku meletakkan boneka di atas kepala. Tapi setelah itu hujan berhenti. Ah, hujan, kamu kadang datang tanpa kepastian akan tinggal menetap atau numpang lewat sebentar. Jadi digantilah konsepnya.

Kami menuruni bukit sampai ke bagian yang landai sambil dibuat video. Itu dilakukan sekitar kurang dari 50 meter dari puncak bukit, sambil kami berlari menuruni bukit. Kemudian, kami naik lagi sambil meneriakkan nama angkatan. Setelah semua selesai, kami turun lagi.

Turun.... lihat? bakalan senang,kan kalau lihat pohon.
Turun.... lihat? bakalan senang,kan kalau lihat pohon.
Turun dengan sepatu sandal yang memiliki hak pendek bukan hal yang mudah. Aku bahkan berpikir kalau bisa, aku mau turunnya sambil berguling saja. Mengutip kata-kata 'tapi kenyataan tak seindah layar FTV', jelas saja hal bodoh kalau aku turun dari bukit berbunga ini dengan berguling. Tidak seperti drama dalam film! Menuruni bukit sambil berguling disini malah akan membahayakan diri sendiri karena banyak batu, semak berduri, dan beberapa bagian yang ada rumput berdurinya. Ah, merasa main film dimana tokoh utamanya sedang berusaha menyelamatkan putri yang dikurung di dalam menara yang dilindungi semak berduri oleh penyihir jahat.

Aku pun turun perlahan. Sesekali sedikit tergelincir, tapi kami saling berpegangan tangan. Setelah turun, aku menunggu di motor karena Dimas masih di puncak bukit dan berfoto. Kami pun kembali ke sekolah. Dan kelak akan ada foto sesi lain lagi. MAKASIH ANGKATAN 11 ! Hari ini berkesan banget! Aku sayang kalian semua! Kompak ya dan jangan saling melupakan kalau sudah besar nanti!! Dan yang terakhir, 2.413 kata done.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun