Mohon tunggu...
Elza Sofia
Elza Sofia Mohon Tunggu... -

Hanyalah pelajar biasa yang senang mengamati manusia.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia, Selamat Ulang Tahun dari Penuturmu!

24 September 2012   14:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Kedekatan kita dengan bahasa Indonesia memang cukup "spesial". Bahasa inilah yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan saudara-saudara setanah air. Bahasa inilah yang akrab dengan kita, ditemukan penggunaannya dalam acara resmi dimanapun diselenggarakan. Yang kita pelajari sejak sekolah dasar dan diulang terus menerus sampai tamat dari dunia persekolahan. Sekilas memang terlihat remeh. Anda merasa masih banyak urusan yang harus dikerjakan. Bahasa selalu dikesampingkan karena Anda begitu yakin bahwa bahasa tak akan lepas dari kehidupan. Tetapi cobalah Anda renungkan  sebentar bagaimana jika tidak ada yang namanya bahasa secara keseluruhan. Mau pakai apa kita berbicara?

Masyarakat pada zaman praaksara, meskipun mereka belum menemukan bentuk komunikasi tertulis, katakanlah, mereka telah berkomunikasi dengan bunyi-bunyian mulut dan gerakan tubuh. Agak merepotkan memang jika tidak ada standar atas persepsi tentang suatu bunyi yang diucapkan. Maka lahirlah bahasa sebagai pengganti komunikasi purba ala zaman batu dan menyatukan persepsi banyak manusia sehingga pertukaran informasi menjadi lebih mudah.

Tapi sebenarnya waktu-waktu terjadinya komunikasi kuno semacam itu tidak perlu mengambil pemisalan zaman dahulu. Kala kita tersesat di sebuah tempat asing dengan penduduk yang bahasanya tidak kita kuasai dan mereka pun tidak tahu kita berbicara bahasa apa, hanya ada satu pertolongan untuk komunikasi, yakni bahasa isyarat. Kita pun harus mengandalkan intuisi untuk mengerti apa yang lawan bicara katakan.

Dari sini dapat kita lihat pentingnya ada satu bahasa yang dimengerti banyak kelompok pesukuan masyarakat. Apalagi di Indonesia yang memiliki ribuan suku dan ragam bahasa. Pentingnya bahasa nasional pun menjadi sangat signifikan. Bersiap-siaplah untuk berpusing ria mempelajari macam-macam bahasa daerah jika tidak ada bahasa tercinta ini yang "lahir" tanggal 28 Oktober 1908.

Kalau ada yang lahir, tentu ada pula hari ulang tahunnya. Tidak hanya manusia saja yang memperingati hari lahirnya, bahasa pun juga. Hari pengukuhannya patut kita peringati karena bahasa Indonesia amatlah berjasa dalam kehidupan kita dalam memudahkan komunikasi. Tidak perlu les bahasa terlebih dahulu untuk bercakap-cakap dengan saudara setanah air.

Sebelum bayi mengalami proses kelahiran, tentunya ada tahap-tahap perkembangannya dalam rahim ibu. Nah, untuk bahasa kita yang berkembang di rahim Ibu Pertiwi ini, ada baiknya saya ceritakan sedikit mengenainya agar kecintaan kita pada sang bahasa yang berulang tahun di bulan kesepuluh ini bertambah.

Sebenarnya bahasa Indonesia, saat menjadi embrio, adalah bagian dari bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang baru dan berbeda dari Melayu pada dasarnya.

Adalah sejak zaman penjajahan, Belanda menetapkan bahasa Melayu menjadi bahasa administrasi. Istilah Melayu sendiri berasal dari nama kerajaan di Jambi, yakni Kerajaan Malayu. Meski begitu, diyakini bahwa bahasa Melayu Kuno sendiri awalnya dituturkan oleh suku Dayak di Kalimantan.Akibat percampuran dan perantauan penuturnya serta para pendatang yang memiliki bahasa sendiri, bahasa Melayu mulai mengalami asimilasi. Misalnya saja, akibat penjajahan dan gelombang pendatang baru, bahasa Indonesia menjadi berbeda dengan bahasa Melayu yang awal karena penyerapan kata-kata dari bahasa asing misalnya dari Eropa semacam Belanda dan Portugis, juga kata-kata bahasa Cina dan dialek-dialeknya serta bahasa Arab dan Farsi. Tidak usah jauh-jauh mengambil contoh. Kata kulkas berasal dari bahasa Belanda, sepatu dari bahasa Portugis, pisau dari dialek Tionghoa, dan kamus dari bahasa Arab.

Tapi penyerapan kata-kata bukanlah bentuk penjajahan bahasa. Kata-kata asing yang masuk ke dalam kosa kata bahasa Indonesia sangatlah memperkaya entri dalam kamus. Dari informasi yang pernah saya baca, ada sekitar 3000 kata hasil serapan bahasa Belanda. Mengagetkan? Ya, memang. Tanpa penyerapan kata-kata bahasa lain, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang kaku dan tidak mudah digunakan karena untuk suatu kata yang tak terdaftar, perlu deskripsi yang amatlah panjang. Sangat tidak praktis.

Pada hari lahirnya, para perwakilan pemuda Indonesia mengadakan suatu konferensi yang sangat penting, yakni Sumpah Pemuda. Dalam hasilnya tertera bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Tegaklah salah satu pilar persatuan yang penting, yaitu komunikasi.

Dan lahirlah bahasa Indonesia.

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak mengalami pengayaan karena perkembangan zaman. Ada perubahan dan penambahan istilah. Ada perbedaan dialek. Ada pula perbedaan pemakaian berdasarkan umur, seperti dalam masalah kesopanan yang standarnya berubah-ubah dari masa ke masa. Anda tentunya kenal betul dengan ameliorasi atau peninggian makna serta peyorasi yakni penurunan makna. Perubahan-perubahan tersebut menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pakai yang fleksibel dan mudah menyesuaikan diri sesuai dimensi waktu yang berlaku.

Telah hampir seratus empat tahun berjaya mempersatukan Nusantara, bahasa Indonesia tetap terjaga dan terus berkembang. Kitalah sebagai penuturnya yang berwajib untuk mengembangkan dan menyebarluaskan bahasa tercinta kita ini. Buatlah bangga Ibu Pertiwi yang telah mengandung bahasa Indonesia dan rakyatnya. Sebarkan cinta dan berikan kado kecil yang indah bagi bahasa Indonesia dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama pada bulan ulang tahunnya. Menulis karya dalam bahasa Indonesia. Membaca karya klasik novel Indonesia. Mengajarkan bahasa Indonesia kepada warga asing. Jangan bosan walau harus mengulang lagu lama pelajaran bahasa dan sastra.

Selamat ulang tahun, bahasa Indonesia. Salam sayang dari penutur yang mencintaimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun