Mohon tunggu...
Panjie Akbar
Panjie Akbar Mohon Tunggu... Seniman - Wirausaha

Tetap berproses untuk suatu sukses, belajar tidak mengenal akhir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fatamorgana Merah

8 Desember 2024   00:57 Diperbarui: 12 Desember 2024   12:15 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berjalan melintas di garis-garis batas
Telusuri rona jingga pelangi kian terkikis
Matahari putih membakar gumpalan darah:
yang tidak lagi menyala merah

Ada dahaga tersipu di tamparan debu
Seiring langkah melayang di atas lusuhnya sepatu
Dan senyum telah menjadi limpahan tuah:
dari rangkaian bunga yang menjadi sampah

Saat doa dan rindu telah menjadi sembilu
Satu dari mereka tetap menjadi candu
Matamu selalu menjadi juru bicara:
dari terjeratnya untaian mantra

Matahari tegak dengan senyumnya, enggan bersarang
Kita akan selalu bingkai bayang-bayang
Dari fatamorgana tetap berwarna merah:
menjadi jendela di tanah utara, surga yang basah

16 Oktober 24

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun