Perdebatan dua orang teman yang meributkan penulisan Insya Allah dan In Sha Allah tak juga berakhir.
Padahal, kedua-duanya tidak memiliki referensi penulisan; apa itu transliterasi; alih aksara (penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain - KBBI) ataupun kata-kata serapan (kata yang diserap dari bahasa lain berdasarkan kaidah bahasa penerima - KBBI).
Hal ini diperparah dengan membawa-bawa gambar Dr. Zakir Naik, seorang penceramah kondang, yang (katanya) melarang menulis Insya Allah dan menyerukan menulis In Sha Allah, namun apakah itu benar dari Dr. Zakir Naik?
Baca juga: Insya Allah tapi Konotasi
Melalui twitter Zakir Naik Fans (@zakirnaikfans), dijelaskan, "Zakir Naik never said anything on how to spell InshaAllah ... Please don't spread wrong information without any Official confirmation."
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yakni Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Transliterasi Arab-Latin, penulisan syin (sin besar) adalah "sy".Â
Karena "insyaallah" penulisannya terdiri dari alif, nun, syin, dan Allah, maka ditulislah "insya" dan "Allah".
Sedangkan yang menulis syin (sin besar) ditulis dengan konsonan rangkap "sh", adalah transliterasi Arab-Inggris.Â
Baca juga: Memperhalus Kalimat Penolakan dengan Insya Allah, Tepatkah?
Sehingga jadilah In Sha Allah.
Jadi, mau mengacu ke mana, nih: ke transliterasi Arab-Latin atau Arab-Inggris?
Di Indonesia (latin) penulisan yang benar adalah 'insya'. Namun juga, bila ditulis 'Insya Allah' (kata Insya dan Allah dipisah) itu pun salah.