Mohon tunggu...
Zein
Zein Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA AL HIKMAH INSTITUTE MAKASSAR

Mungkinkah Pikiran memahami dirinya? #Logika ibarat cermin sempurna yang menampilkan secara terang watak dasar pikiran. Di sanalah, di hadapan cermin itu, pikiran menjadi mungkin memahami dirinya#

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa Subjek Logika itu Definisi dan Argumentasi

27 September 2023   09:57 Diperbarui: 27 September 2023   10:28 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan kedua (tentang "Hakikat Berpikir Perspektif Logika") telah ditegaskan berkali-kali bahwa inti pembahasan logika ialah "berpikir". Dan, pada tulisan kedua tersebut, masih terdapat beberapa masalah yang belum dijelaskan secara definitif, seperti: tahapan-tahapan berpikir, sebab-sebab eksternal dan internal yang memungkinkan terjadi berpikir, dll.

Walaupun demikian, pada bagian ini kita hanya akan mencukupkan diri dengan menelaah dasar rasionalitas mengapa subjek bahasan logika itu "definisi" dan "argumentasi". (Berkenaan dengan pembahasan yang tertunda akan kita bahas pada bagian-bagian selanjutnya).

Penyelidikan filosofis berkenaan dengan dasar rasionalitas subjek logika, yaitu "definisi" dan "argumentasi" pada prinsipnya dipicu oleh satu pertanyaan fundamental yang, bila itu tidak disingkap, maka kita tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk mengklaim bahwa "dengan memahami logika maka kita akan terhindar dari kesalahan berpikir".

Saya akan membuat satu formulasi logis yang akan menunjukkan betapa pentingnya pertanyaan yang nantinya akan kita jawab dalam tulisan ini. Berikut formulasi logisnya: "jika seluruh masalah yang dibahas dalam logika itu dapat menghindarkan manusia dari kesalahan berpikir, dan karena semua masalah-masalah tersebut diturunkan dari subjek logika, yaitu "definisi" dan "argumentasi", maka apakah definisi dan argumentasi itu telah dipastikan secara rasional bahwa keduanya koresponden dan koheren dengan watak dan hakikat berpikir manusia ataukah tidak?

Konsekuen formulasi logis di atas pada prinsipnya telah membuka ruang bagi munculnya pertanyaan fundamental yang telah diwantikan di awal, yaitu; "apakah 'definisi' dan 'argumentasi' itu, sebagai subjek bahasan logika, koresponden ataukah tidak dengan watak dan hakikat berpikir manusia?" Jika tidak, maka klaim bahwa logika itu dapat menghindarkan manusia dari kesalahan berpikir tidak dapat dibenarkan. Jika iya, maka klaim itu dapat dibenarkan.

Argumentasi untuk masalah di atas sederhana yaitu; bagaimana mungkin logika dapat menjamin proses berpikir manusia itu tidak jatuh pada kesalahan bila di saat bersamaan ia (logika) tidak sesuai dengan watak dan hakikat berpikir manusia itu sendiri. Olehnya itu, mau tidak mau kita mesti terlebih dahulu memastikan secara rasional bahwa subjek bahasan logika itu sesungguhnya sesuai dan koresponden dengan watak dan hakikat berpikir manusia. Dengan kata lain, definisi dan argumentasi, sebagai subjek bahasan logika, harus diabstraksi dari watak dan hakikat berpikir manusia itu sendiri.

Untuk menjelaskan dasar rasionalitas subjek bahasan logika saya akan memulainya dari tema utama tulisan ini; "mengapa subjek logika itu definisi dan argumentasi?". Jawabannya, karena pola dari watak berpikir manusia itu hanya, sekali lagi, hanya berkisar pada dua bagian tersebut. Yakni, berpikirnya manusia, kalau bukan berpikir untuk mendefinisikan maka berpikir untuk mengargumentasikan. Tidak ada kemungkinan ketiga. Ini prinsip yang mutlak dan universal, berlaku pada setiap manusia.

Dari watak berpikir manusia yang demikianlah lantas diabstraksi definisi dan argumentasi sebagai subjek bahasan logika. Olehnya itu, klaim para ahli logika bahwa dengan mengikuti kaidah-kaidah logika itu manusia tidak akan jatuh pada kesalahan berpikir adalah benar adanya. Karena, mengikuti kaidah-kaidah logika sesungguhnya ialah mengikuti senyatanya berpikir manusia itu sendiri. Karena bukankah kaidah-kaidah itu juga diabstraksi dari watak berpikir manusia itu sendiri? Perhatian baik-baik pertanyaan tersebut!

Bila ada yang tidak setuju dengan pandangan di atas, maka untuk menggugurkannya (menggugurkan bahwa definisi dan argumentasi itu diabstraksi dari watak berpikir manusia) Anda perlu membuktikan bahwa berpikirnya manusia itu tidak dalam dua bentuk tersebut (berpikir mendefinisikan dan berpikir mengargumentasikan) yang, dari perspektif tulisan ini, bersifat mutlak dan universal.

Satu hal yang pasti bila Anda hendak membuktikan itu ialah; Anda akan terjebak di dalam mendefinisikan dan juga mengargumentasikan. Inilah bukti bahwa berpikirnya manusia tidak keluar dari dua bentuk di atas. Dan karenanya kita pun bisa mengklaim bahwa dengan mengikuti kaidah-kaidah logika maka kita tidak akan terjebak di dalam kesalahan berpikir, alias benar dalam berpikir. Sebab, sekali lagi, semua kaidah-kaidah logika telah melewati verifikasi sebagai yang koresponden dan koheren dengan watak berpikir manusia yang pembuktiannya semata-mata bersandar pada prinsip-prinsip aksiomatis. Dan, prinsip-prinsip aksiomatis itu juga tidak lain adalah hukum-hukum niscaya akal itu sendiri yang telah inheren bersama dengan adanya akal (walaupun bagi sebagian orang masih dalam keadaan potensial).

Kesimpulan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun