Mohon tunggu...
zaujiyah nk
zaujiyah nk Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI HUKUM UINSA 2023

saya baru belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imunitas Kedaulatan Negara dalam Tinjauan Hukum Humaniter Internasional

22 November 2024   18:51 Diperbarui: 22 November 2024   19:10 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Imunitas kedaulatan negara adalah prinsip fundamental dalam hukum internasional yang memberi kekebalan kepada negara dari yurisdiksi hukum negara lain. Prinsip ini berfungsi untuk melindungi kedaulatan dan independensi suatu negara, memastikan bahwa negara dapat menjalankan kebijakan domestiknya tanpa intervensi eksternal. Namun, ketika dibahas dalam konteks hukum humaniter internasional, terutama dalam situasi konflik bersenjata, imunitas kedaulatan negara seringkali menjadi topik kontroversial dan kompleks.

Dalam hukum humaniter internasional, yang mengatur perlindungan terhadap korban perang dan menghukum pelaku kejahatan perang, prinsip imunitas kedaulatan negara tidak dapat diterima begitu saja jika menyangkut pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Misalnya, dalam kasus kejahatan perang, genosida, atau pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pejabat negara, argumen bahwa suatu negara harus dilindungi dari yurisdiksi hukum internasional dengan alasan kedaulatan negara semakin sulit diterima.

Salah satu contoh penting adalah persidangan yang dilakukan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang dirancang untuk mengadili individu, termasuk pemimpin negara, yang terlibat dalam kejahatan internasional. Pada kenyataannya, beberapa negara besar seperti Amerika Serikat dan China menolak kewenangan ICC, dengan mengutip imunitas kedaulatan negara sebagai alasan utama. Mereka berpendapat bahwa kekebalan negara harus dijaga, bahkan jika negara tersebut terlibat dalam pelanggaran hukum internasional yang serius.

Namun, pandangan ini berbenturan dengan prinsip dasar hukum humaniter internasional yang mengedepankan keadilan, perlindungan terhadap korban, dan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia. Hukum humaniter menuntut agar individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran berat termasuk pemimpin negara dapat diadili dan dimintai pertanggungjawaban, tanpa terkecuali. Misalnya, dalam kasus kejahatan perang, tidak ada yang boleh merasa kebal dari hukum hanya karena statusnya sebagai pejabat negara.

Salah satu contoh signifikan adalah kasus mantan Presiden Sudan, Omar al-Bashir, yang dihadapkan pada tuntutan oleh ICC terkait tuduhan kejahatan perang dan genosida di Darfur. Meskipun al-Bashir mengklaim kekebalan sebagai kepala negara, banyak negara dan organisasi internasional menegaskan bahwa imunitas kedaulatan negara tidak boleh melindungi individu yang terlibat dalam pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Kasus ini menunjukkan bahwa meskipun prinsip imunitas kedaulatan negara dihormati dalam banyak aspek hubungan internasional, hukum humaniter internasional menuntut adanya batasan ketika hak asasi manusia terancam.

Di sisi lain, ada juga argumen yang menyatakan bahwa imunitas kedaulatan negara perlu dijaga untuk melindungi stabilitas negara dan mencegah penyalahgunaan yurisdiksi internasional. Jika imunitas ini terlalu mudah dipertanyakan, negara-negara dapat merasa terancam oleh intervensi luar yang dapat merusak kedaulatan mereka, bahkan dalam situasi yang tidak terkait langsung dengan pelanggaran internasional. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum internasional benar-benar dilandasi oleh bukti yang kuat dan hanya diterapkan dalam kasus-kasus yang sangat serius.

Kesimpulannya, meskipun imunitas kedaulatan negara adalah prinsip penting dalam hubungan internasional, dalam tinjauan hukum humaniter internasional, prinsip ini harus dipertimbangkan dengan cermat. Keadilan bagi korban kejahatan internasional dan akuntabilitas terhadap pelanggaran berat harus tetap menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara melindungi kedaulatan negara dan memastikan bahwa individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran internasional tidak luput dari pengadilan dan pertanggungjawaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun