Mohon tunggu...
Zatul Khafi
Zatul Khafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Nasional

Selanjutnya

Tutup

Film

Si Doel The Series vs Si Doel Anak Sekolahan

9 November 2023   22:56 Diperbarui: 9 November 2023   22:57 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(instagram.com/sidoeltheseries)

Kisah Si Doel yang diperankan oleh Rano Karno kini memasuki babak barunya lewat tayangan Si Doel The Series yang saat ini ditayangkan di RCTI. Kisahnya merupakan lanjutan dari cerita Si Doel The Movie 1-3 yang tayang di bioskop pada 2018 -- 2020, dan Si Doel Anak Sekolahan yang tayang di era 90-an.

Sejak awal penayangannya pada 1994, Si Doel Anak Sekolahan berhasil menjadi tayangan yang paling populer dan mendapat tempat tersendiri di hati penonton televisi Indonesia.

Tapi rasanya beda setelah menonton beberapa episode dari Si Doel The Series, saya merasa ada sesuatu yang kurang yang tidak saya peroleh jika dibanding dengan Si Doel Anak Sekolahan.

Berkurangnya karakter-karakter yang ikonik

(instagram.com/sidoelanaksekolahan)
(instagram.com/sidoelanaksekolahan)

Dalam Si Doel The Series, karakter-karakter ikonis yang masih ada tentu saja Doel, Mandra, dan mungkin Atun. Tidak, Sarah dan Zaenab menurut saya lebih ke arah sebagai pemanis saja makanya tidak ikonis.

Sementara dalam Si Doel Anak Sekolahan, ada banyak karakter ikonis yang hingga kini masih melekat dalam benak penontonnya waktu itu. Sebut saja Babe (Alm. Benyamin Suaeb) yang lucu, galak, dan bijak. Mas Karyo (Alm. Basuki) yang tengil dan nyebelin. Engkong Ali dengan ceplas-ceplosnya, dan Nunung yang kalem tapi menggoda.

Bahkan saking ikonisnya karakter-karakter itu, nama-namanya melekat menjadi nama panggilan kawan-kawan sekolah saya. Ya, waktu Si Doel Anak Sekolahan tayang, saya sedang berada di bangku SMA.

Misalnya, kawan saya yang bernama asli Basuki hingga kini dipanggil Buluk (julukan dari Mandra untuk Mas Karyo). Lalu ada lagi yang bernama Adi tapi dipanggilnya Bendot karena perawakannya yang mirip dengan Pak Bendot bapaknya Mas Karyo. Bahkan ada seorang guru matematika yang kami juluki Mak Nyak karena penampilannya yang mirip ibunda Si Doel.

Adegan-adegan yang terasa kaku dan tidak natural

Jujur saja, saya tidak pernah tertarik menonton sinetron-sinetron masa kini yang banyak ditayangkan di TV. Cerita yang dibuat-buat, membosankan, dan akting pas-pasan yang hanya mengandalkan kecantikan/ketampanan pemainnya.

Mungkin karena itu pula saya jadi malas mengikuti Si Doel The Series yang sepertinya sudah mengikuti format sinetron sekarang.

Beda dengan Si Doel Anak Sekolahan yang seperti menampikan potret kehidupan sehari-hari. Mengandalkan cerita yang kuat serta chemistry yang kuat antar karakternya.

Misalnya ketika Babe berdebat dengan Mandra, Mandra bertengkar dengan Mas Karyo, Mandra disebut primitif, atau saat Atun terjepit trompet tanjidor, semuanya seperti berjalan dengan alami.

Zaman yang sudah berubah

Alasan lain kenapa saya lebih suka Si Doel Anak Sekolahan bisa jadi karena saat itu yang namanya hiburan belum sebanyak sekarang. Ketika itu hiburan harian yang bisa dinikmati hanyalah TV dengan jumlah stasiun yang belum sebanyak sekarang. Internet juga belum dikenal, sehingga tidak ada yang namanya YouTube atau layanan streaming.

Sekarang dengan beragamnya opsi tontonan, membuat penonton menjadi memiliki prioritas tontonan mana yang harus ditonton dulu. Mungkin saja Si Doel The Series ini bagus. Tapi karena saya sudah memiliki prioritas tontonan, membuat saya sementara menyingkirkan dulu Si Doel The Series dari daftar tontonan saya.

Menurut saya, versi original lebih menarik untuk ditonton

Dalam industri film, sangatlah wajar jika penonton kerap membanding-bandingkan antara film versi awalnya dengan versi lanjutannya. Umumnya, versi awal atau versi pertama akan selalu dianggap jauh lebih baik ketimbang versi yang dibuat di tahun-tahun berikutnya. Tidak percaya?

Ambil contoh film Jurassic Park yang tayang pada 1993. Film itu dianggap sebagai masterpiece dan tidak membosankan jika ditonton berulang-ulang. Situs Rotten Tomatoes memberi rating 93 persen.

Tapi jika dibanding dengan Jurassic World Dominion yang tayang pada 2022, dan diberi rating 29 persen oleh Rotten Tomatoes, rasanya jauh sekali. Sebagai penonton, cukup menontonnya sekali saja tanpa ada keinginan untuk menontonnya kembali.

Sama seperti Si Doel. Sebagai penonton yang pernah mengikutinya di waktu tayang aslinya, saya jauh lebih tertarik menonton tayangan ulang Si Doel Anak Sekolahan ketimbang menonton Si Doel The Series. Bisa jadi karena itu adalah bagian dari nostalgia, atau memang kualitasnya yang jauh lebih baik dari yang sekarang. Tapi tentu saja, apa yang saya utarakan tentu tidak bisa dijadikan tolok ukur bagi kualitas Si Doel The Series karena jika membicarakan soal film, semua akan kembali lagi ke masalah selera, terlebih lagi ini adalah artikel opini.

Apa yang menurut saya bagus, belum tentu orang lain akan melihatnya dengan cara yang sama, begitu pula sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun