Kisah Si Doel yang diperankan oleh Rano Karno kini memasuki babak barunya lewat tayangan Si Doel The Series yang saat ini ditayangkan di RCTI. Kisahnya merupakan lanjutan dari cerita Si Doel The Movie 1-3 yang tayang di bioskop pada 2018 -- 2020, dan Si Doel Anak Sekolahan yang tayang di era 90-an.
Sejak awal penayangannya pada 1994, Si Doel Anak Sekolahan berhasil menjadi tayangan yang paling populer dan mendapat tempat tersendiri di hati penonton televisi Indonesia.
Tapi rasanya beda setelah menonton beberapa episode dari Si Doel The Series, saya merasa ada sesuatu yang kurang yang tidak saya peroleh jika dibanding dengan Si Doel Anak Sekolahan.
Berkurangnya karakter-karakter yang ikonik
Dalam Si Doel The Series, karakter-karakter ikonis yang masih ada tentu saja Doel, Mandra, dan mungkin Atun. Tidak, Sarah dan Zaenab menurut saya lebih ke arah sebagai pemanis saja makanya tidak ikonis.
Sementara dalam Si Doel Anak Sekolahan, ada banyak karakter ikonis yang hingga kini masih melekat dalam benak penontonnya waktu itu. Sebut saja Babe (Alm. Benyamin Suaeb) yang lucu, galak, dan bijak. Mas Karyo (Alm. Basuki) yang tengil dan nyebelin. Engkong Ali dengan ceplas-ceplosnya, dan Nunung yang kalem tapi menggoda.
Bahkan saking ikonisnya karakter-karakter itu, nama-namanya melekat menjadi nama panggilan kawan-kawan sekolah saya. Ya, waktu Si Doel Anak Sekolahan tayang, saya sedang berada di bangku SMA.
Misalnya, kawan saya yang bernama asli Basuki hingga kini dipanggil Buluk (julukan dari Mandra untuk Mas Karyo). Lalu ada lagi yang bernama Adi tapi dipanggilnya Bendot karena perawakannya yang mirip dengan Pak Bendot bapaknya Mas Karyo. Bahkan ada seorang guru matematika yang kami juluki Mak Nyak karena penampilannya yang mirip ibunda Si Doel.
Adegan-adegan yang terasa kaku dan tidak natural