Setelah menikah, aku lama tak kunjung hamil. Saat itu beliau sudah menderita stroke selama 6 tahun. Tepatnya saat aku kuliah di semester 5. Berkat didikan kerasnya, aku tak hanya berpangku tangan dan mengharap biaya kuliah dari orang tua. Aku berjuang sendiri mencari uang untuk bayaran kuliah dengan mengajar di beberapa sekolah.
Namun, di kala cucu yang beliau tunggu sekian lama. Akhirnya Allah menjemputnya lebih cepat, tepat di saat janin yang kukandung masih berusia 5 bulan kehamilan. Kepergian ayah membuatku sangat terpukul. Anak sulungku terlahir tanpa tahu bagaimana rupa kakeknya. Ayah berjuang melawan stroke yang merenggut sistem syarafnya hingga lumpuh sebelah selama 8 tahun.
Diary ....
Mei 2015
Sejak hamil yang membuatku harus bedrest sejak bulan pertama. Aku harus kehilangan kesempatan bertemu ayah. Â Aku belum pernah bertemu dengan ayah. Jarak kami yang begitu jauh membuat dokter melarang untuk pergi. Rasa sedih dan menyesal begitu dalam bertubi-tubi saat aku melihat wajah kaku itu untuk terakhir kalinya.
Ayah mengapa engkau pergi secepat ini? Sebelum anakku lahir ke dunia dan melihat kakeknya tersenyum ....
Hanya itu kata yang selalu terngiang dalam benakku di tengah prosesi pemakaman. Namun, aku harus mengikhlaskan kepergiannya.
Selamat jalan Ayah .... Doaku selalu tercurah untukmu. Semoga  Ayah mendapat tempat terbaik di alam barzah.
Cianjur, 11022021
Zatil Mutie
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI