Mohon tunggu...
Zata Al Dzahabi
Zata Al Dzahabi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis, Content Creator, Podcaster

Introvert yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sumber Daya Pangan Melimpah tapi Masih Impor Bahan Pangan, Apa yang Salah dengan Pertanian Kita?

21 Agustus 2024   17:51 Diperbarui: 21 Agustus 2024   17:52 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Serba Impor

Setiap tahunnya Indonesia mengimpor Beras dari berbagai negara mulai dari Thailand, Singapura, Vietnam, Myanmar dan masih banyak lagi, tidak hanya itu kita juga mengimpor bahan-bahan pokok lain seperti Bawang, Kedelai, Cabai, dan Jagung.

Lalu pertanyaannya adalah kenapa? Bukankah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan bahan pangan, bukankah Indonesia memiliki hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah?. 

Karena hasil pertanian kita sebenarnya kurang untuk memenuhi kebutuhan ratusan juta manusia, contohnya Kedelai di tahun 2022 produsen Kedelai dalam negeri hanya bisa memenuhi 7% kebutuhan nasional. 

Tahun ini produksi Beras juga sempat menurun derastis, penyebabnya bermacam-macam mulai dari berkurangnya jumlah Petani sampai keterlambatan masa panen karena faktor cuaca. 

Ini yang membuat negara mau tidak mau harus mengimpor 5 juta Ton Beras, ini membuat Indonesia menjadi negara pengimpor Beras terbesar ke-3 di dunia. 

Andrey Berdichevski Jurnalis JAKARTA GLOBE menjelaskan saat ini Indonesia berada di peringkat 63, dari 113 negara dalam Indeks Ketahanan Pangan Global 2022. 

Namun risiko krisis pangan yang bisa dialami Indonesia juga cukup tinggi jika dilihat dari ketersediaan bahan pangan, keberlanjutan program pemerintah, dan kemampuan negara beradaptasi. 

Inilah kemudian yang membuat 23 juta rakyat Indonesia masih kekurangan gizi, sektor pertanian kita setidaknya menyerap 29% tenaga kerja dan itu cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Distribusi Tidak Merata

Jika Indonesia tidak mengimpor Beras atau bahan pangan lainnya akan banyak daerah yang mengalami kelangkaan bahan pangan, ini disebabkan ketidakmerataan distribusi pangan di wilayah Indonesia. 

Pertanyaan lainnya adalah kenapa hasil pertanian kita belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia?, salah satu penyebabnya adalah kita terlalu bergantung dengan Beras. 

Hampir seluruh masyarakat Indonesia menjadikan Nasi sebagai makanan pokok sampai ada ungkapan, 'gak makan Nasi berarti gak makan' orang Indonesia memiliki pola pikir kalau mau kenyang harus makan Nasi. 

Ini semua berawal dari era Pemerintahan Presiden Soeharto, ada sebuah proyek bernama 'Food Estate' yang pada intinya berusaha memproduksi bahan pangan secara besar-besaran untuk rakyat Indonesia. 

Namun lebih tepatnya proyek tersebut hanya memproduksi Beras secara masal, sesuai dengan Kepres No.95 Tahun 1969 sejak saat itu Pemerintah mengutamakan Beras sebagai makanan pokok. 

Zuhud Rozaki Penulis Jurnal ScienceDirect menjelaskan, menjaga ketersediaan pangan idealnya menjadi prioritas bagi Indonesia. 

Dalam jurnal berjudul 'Food security, diversification, and inequality: Indonesia in the era of economic recovery and high price trends' itu, dijelaskan bahwa tugas ini menjadi semakin sulit di era pasca pandemi Covid-19. 

Dimana membuat ekonomi negara hancur, sedangkan harga barang terus meningkat dunia internasional juga menjadikan isu ini sebagai prioritas. 

Seperti yang dikutip dari Jurnal berjudul 'Sustainable Development Goals' karya  John Hill, dimana  Majelis Umum PBB merancang sebuah Agenda sampai tahun 2030 yang terdiri dari 17 tujuan di urutan kedua adalah Memberantas Kelaparan.


Kebutuhan Beras Terlalu Tinggi

Proyek nasional tersebut berhasil membuat masyarakat Indonesia ketergantungan dengan Beras karena semua orang dari Sabang sampai Merauke, menjadikan Nasi sebagai makanan pokok permintaan Beras menjadi sangat tinggi. 

Sedangkan produksi dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan Beras ratusan juta manusia di Indonesia, sehingga negara harus mengimpor Beras. 

Kurang beragamnya jenis pangan di Indonesia juga bisa berbahaya karena bisa saja sewaktu-waktu kita mengalami gagal panen karena cuaca atau serangan hama, tapi kita tidak memiliki pilihan sumber pangan lain. 

Misalnya ketika Padi kita mengalami gagal panen otomatis produksi Beras juga akan anjlok, kemudian terjadi krisis pangan lalu banyak orang yang kelaparan karena tidak kebagian Beras sampai kehancuran ekonomi negara. 

Seharusnya pemerintah bisa membuat kebijakan yang mendorong masyarakat, untuk mengonsumsi makanan-makanan lokal yang beragam. 

Josa Lukman Jurnais TheJakartaPost menjelaskan Beras begitu dekat dengan hati masyarakat Indonesia sampai saat ini, terbukti 4 tahun lalu ketika terjadi kepanikan akibat Covid-19 orang-orang banyak memborong Beras. 

Risiko kelangkaan pangan adalah sesuatu yang tidak bisa dianggap remeh, kita bisa saja mengalami krisis Padi sewaktu-waktu sedangkan sampai sekarang Indonesia masih bergantung dengan Beras. 

Dalam sebuah diskusi di Goethe Institut Bingkis, Jurnalis sekaligus Peneliti mengkritik proyek Lumbung Pangan (Food Estate) di awal masa pemerintahan sekarang. 

Menurutnya proyek ini seperti mengulang kesalahan yang sama, dimana pemerintah memaksakan menggunakan beras untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyat Indonesia.

 

Dana & Usaha Pemerintah

Pemerintah seharusnya bisa memberikan dana untuk industri bahan pangan pokok yang tidak hanya beras tapi juga Singkong, Gandum, Ubi, Sagu, Kentang atau apapun yang cocok dengan kondisi iklim dan tanah di Indonesia. 

Dana dari APBN bisa juga digunakan untuk mengembangkan teknologi pengolahan bahan-bahan pangan tersebut, sehingga Indonesia menjadi negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. 

Bisa juga dengan melakukan sosialisasi dan edukasi ke sekolah-sekolah, tentang makanan-makanan lokal Indonesia yang tidak hanya Nasi. 

Dana yang diberikan pemerintah juga bisa digunakan untuk mengembangkan potensi pangan di setiap daerah, karena di Indonesia sebenarnya terdapat bermacam-macam jenis pangan yang dapat memenuhi nutrisi warganya. 

Tapi kebanyakan tidak diketahui oleh masyarakatnya sendiri, kita memiliki ratusan jenis kacang-kacangan, buah-buhan, dan sayur-sayuran yang bisa diolah menjadi makanan yang least dan sehat. 

Puji Sumedi Hanggrawati Jurnalis KEHATI menjelaskan, dengan pemanfaatan teknologi industri pertanian dan pangan Indonesia dapat lebih cepat berkembangkan. 

Nantinya akan menjadikan negara kita sebagai sumber pangan dunia, Prof. Dr. Emil Salim Pendiri Yayasan KEHATI menyampaikan dalam seminar 'Keanekaragaman sebagai Jawaban Sumber Pangan Masa Depan' (2019). 

Hal terpenting yang harus dilakukan meyakinkan pemerintah, bahwa pembangunan infrastruktur bukan hanya untuk kepentingan rakyat tapi juga untuk menjaga lingkungan. 

Bagaimana caranya kita bisa menghasilkan makanan yang berkualitas, tapi tetap menjaga keanekaragaman hasil alam sehingga tidak hanya Beras yang bisa kita hasilkan tapi juga Jagung, Ubi, dan Singkong.

Bahan Pangan Lain malah Ditinggalkan

Sebenarnya Indonesia memiliki bermacam-macam bahan pangan mulai dari Jagung, Ubi, Singkong, Sagu, Sorgum itu semua bisa dijadikan makanan alternatif tapi nyatanya semua bahan pangan tersebut kini ditinggalkan karena pemerintah mempopulerkan Beras. 

Indonesia masih bisa menjadi negara yang mandiri pemenuhan kebutuhan pangan, dengan memberdayakan dan mengembangkan hasil panen lokal di seluruh wilayah Indonesia. 

Tidak menjadikan Beras sebagai satu-satunya sumber pangan adalah langkah yang paling realistis, karena tidak semua wilayah di Indonesia memiliki tanah yang cocok untuk ditanami Padi. 

Sebenarnya sudah banyak usaha yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat, untuk membuat bahan pangan lokal mereka sendiri salah satunya seperti yang dilakukan Seniman Pangan. 

Mereka melibatkan pemuda dan perempuan untuk bersama-sama melestarikan olahan makanan lokal, salah satunya Sorgum yang diolah menjadi Kue dan Roti. 

Kiki Siregar Jurnalis CNA menjelaskan Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) Laksana Tri Handoko menilai, bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. 

Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan bahan panagn alternatif ini, selain itu sekarang juga belum ada perminitaan pasar yang kuat untuk produsen Sorgum. 

Artinya belum banyak orang-orang Indonesia yang menyukai makanan alternatif ini sehingga produsen juga tidak terlau berkembang, karena masih sedikit masyarakat Indonesia yang berminat menjadikan Sorgum sebagai makanan utama. 

Tapi di sisi lain Sorgum bisa diolah menjadi tepung, ini bisa menjadi alternatif penggunaan Gandum sebagai bahan dasar tepung karena tekstur dan rasanya tidak jauh berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun