Bismillaahirrahmaanirrahiim
Masih dalam serangkaian 15hariceritaenergi
Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah dua faktor yang menyebabkan tingginya permintaan terhadap perumahan. Tak hanya perumahan, tetapi juga jenis bangunan lain seperti apartemen, pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, perkantoran, sarana lalu lintas, dan lain sebagainya yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk.
Tingginya permintaan terhadap bangunan ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi lingkungan apabila kurang tepat dalam implementasinya. Dengan adanya bangunan berarti akan mengurangi Lahan Terbuka Hijau yang semestinya berfungsi sebagai tempat penyerapan air hujan dan tempat bagi tanaman yang memiliki banyak fungsi untuk menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan bagi setiap makhluk bernyawa di muka bumi ini.
Sebagai sektor yang turut menyumbang emisi CO2, bangunan memberikan sumbangsih sebesar 39% dari total emisi (www.usgbc.com). Tingginya prosentase ini disebabkan karena bangunan menyerap sekitar 70% dari total energi listrik yang ada. Selain itu, penggunaan semen pada bangunan juga turut menyumbang emisi sebesar 7%.
Melihat data di atas, sudah saatnya kita mulai memikirkan konsep yang ramah lingkungan untuk diterapkan pada desain bangunan yang akan kita bangun. Sudah bukan saatnya lagi hanya memikirkan kebutuhan kita sendiri, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Atau jika bangunan tersebut telah jadi, maka sebisa mungkin kita lakukan penerapan konsep-konsep bangunan ramah lingkungan agar emisi gas CO2 bisa kita hambat laju peningkatannya.
Menyambung artikel yang penulis tulis sebelumnya yang berkaitan dengan sertifikasi pada bangunan hijau ( LEED, Sertifikasi Bangunan Hijau sebagai Langkah Efisiensi Energi ), maka sekarang penulis akan menulis lebih detail mengenai konsep bangunan yang ramah lingkungan.
Berdasarkan Permen no 8 tahun 2010, bangunan ramah lingkungan mempunyai definisi sebagai suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pengoperasian, dan pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim.
Dalam dunia internasional, bangunan ramah lingkungan sering dikaitkan dengan built environment. Maksud dari built environment adalah upaya untuk turut serta membangun lingkungan pada saat kita sedang membangun infrastruktur bangunan sehingga mempunyai dampak untuk lingkungan dan kesehatan baik fisik maupun psikologis.
Menurut definisi bangunan ramah lingkungan di atas, kali ini penulis akan lebih detail membahas mengenai tahap perencanaan untuk membangun sebuah bangunan ramah lingkungan. Berikut ulasannya :
Tahap pertama dalam proses pembangunan adalah perencanaan atau pembuatan desain. Meskipun tidak menggunakan jasa arsitek profesional atau bukan seorang lulusan teknik sipil, pastikan kita memahami hal-hal yang perlu dipikirkan mulai dari proses perencanaan. Berikut ulasannya :
- Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan memenuhi Koefisien Dasar Bangunan (KDB), syarat pembangunan yang berkaitan dengan emisi dan konservasi sumberdaya air.
Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,tempat tumbuh tanaman, baik yang secara alamiah maupun yang sengaja di tanam (www.penataanruang.com). Besar RTH adalah 30% dari luas bangunan yang ada. Misal kita memiliki luas tanah 150 m2, maka luas lahan yang perlu kita gunakan sebagai RTH adalah 45 m2.
Ruang terbuka hijau yang berisi pohon, memiliki daya serap emisi sebesar 0.41 ton/tahun/m2 dan semak-semak mempunyai daya serap emisi sebesar 0.278 ton/tahun/m2.
Bagaimana dengan KDB? Menurut Permen PU no 6 tahun 2007, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sendiri diartikan sebagai prosentase luas lahan yang bisa dibangun dibanding dengan daerah perencanaan yang dikuasai/dimiliki. Besar dari KDB adalah 70% dari total luas lahan. Yang artinya jika kita mempunyai lahan semisal 150 m2, maka luas KDB adalah 105 m2. Selebihnya digunakan sebagai RTH.
Dengan diterapkannya RTH dan KDB ini berarti kita sudah memenuhi persayaratan dalam greenship (system penilaian bangunan hijau) poin konservasi sumber daya air.
2. Rumah didesain dengan banyak sirkulasi udara agar meminimalisir penggunaan Air Conditioner (AC). Desain dengan banyak bukaan juga penting, agar tidak perlu menyalakan penerangan yang membutuhkan energi listrik.
Apakah AC berbahaya bagi lingkungan? Ya, karena pemakaian AC dapat menghasilkan emisi chlorofluorocarbons (CFCs) dan       Hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) yang bisa menimbulkan semakin tipisnya lapisan ozon yang berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu AC dan lampu penerangan yang menggunakan energi listrik dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara juga menghasilkan emisi CO2. Berdasarkan Surat Kementerian ESDM Dirjen Ketenagalistrikan nomor 1281/05/600.4/2012, besaran emisi CO2 yang dihasilkan dari energi listrik tersebut adalah 0.742 ton/MWh. Semakin sedikit energy listrik yang kita gunakan, maka semakin sedikit pula emisi CO2 yang dihasilkan bukan?
Untuk itulah, sejak dari perencanaan bangunan, kita perlu menghitung berapa besar potensi emisi CO2 yang dihasilkan oleh piranti kelistrikan untuk kemudian kita bisa memprediksi berapa kebutuhan tanaman dalam Ruang Terbuka Hijau yang kita sediakan.
3. Direncanakan Menggunakan Solar Panel sebagai Implementasi dari Net Zero Energy Building.
Net Zero Energy Building (NZEB) adalah suatu konsep bangunan dimana bangunan tersebut mampu menghasilkan energy untuk menjalankan segala macam aktivitas di dalam bangunan tersebut dan tidak seminimal mungkin menghasilkan limbah dari proses rumah tangga (www.bca.gov.sg.)
Salah satu penerapan yang populer dari NZEB adalah dengan mengimplementasikan solar panel sebagai sumber daya energy listrik untuk kebutuhan di dalam gedung tersebut.
Jika rumah/bangunan menggunakan solar panel, maka bangunan tidak lagi bergantung pada energy listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Langkah ini tentu akan sangat baik bagi lingkungan karena tidak menghasilkan emisi CO2 bukan?
4. Penerapan Rain Water Harvest Tank.
Konsep bangunan ramah lingkungan yang lain yaitu dengan dibangunnya Rain Water Harvest Tank. Inti dari konsep ini adalah pembuatan tangki yang bisa digunakan untuk menampung air hujan agar bisa digunakan pada musim kemarau, atau digunakan untuk flushing pada toilet.Â
 Gambar 3. Rain Water Harvest Tank
5. Penerapan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Tangga.
Pada tahun 2011, penulis pernah membuat penelitian mengenai IPAL yang sudah diimplementasikan oleh warga daerah Dupak-Surabaya. IPAL tersebut mampu menyaring air limbah rumah tangga sehingga dapat dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan menyiram tanaman atau menyiram halaman rumah. Implementasi IPAL juga merupakan implementasi dari Net Zero Energy Building dimana tidak ada sumber daya energy yang terbuang dari proses rumah tangga.
Bagaimana Sahabat Energi? Apakah tertarik mengimplementasikan konsep bangunan ramah lingkungan? Mari bersama-sama peduli dengan lingkungan dan energi. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Sumber Acuan :
https://www.carbonbrief.org/hydrofluorocarbon-emissions-up-54-with-air-conditioning-on-the-rise
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/viewFile/5181/1543
http://pusdiklatmigas.esdm.go.id/file/T-1-Konsep_Bangunan_Ramah_Lingkungan.pdf
https://mdsbanyuwangi.wordpress.com/2014/05/25/rahmania-pencetus-ipal-sederhana-di-banyuwangi/
       Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H