Ceritanya berawal dari selentingan iseng istri saya. Waktu itu sekitar Pertengahan Agustus 2010, istri saya mengatakan keinginannya untuk melancong ke Singapura. Tadinya dia ingin pergi berdua dengan rekannya yang kebetulan satu komplek dengan kami. Namun kemudian berkembang ide untuk mengajak serta suami masing-masing. Mengingat kondisi pekerjaan di kantor tidak bisa diprediksi, saya hanya mengiyakan sekenanya. Selang seminggu dari diskusi singkat tersebut, istri saya mengabarkan sudah dapat tiket Air Asia untuk keberangkatan tanggal 14 Januari 2011 dan tiket pulangnya untuk tanggal 16 Januari 2011, total harga adalah Rp 1,214,000. Mendapatkan kondisi itu mau gak mau ya harus berangkat. Untungnya pasport saya masih berlaku. Sementara istri, karena belum mempunyai pasport, mulai sibuk mengurus. Disamping urusan pasport, kami pun mulai hunting tempat menginap. Mengapa urusan tempat menginap ini penting? Kami mendapatkan masukan dari yang sudah pernah melancong ke Singapura supaya mencari penginapan dari jauh-jauh hari. Penginapan di Singapura terkenal dengan harga yang tidak murah dan sering full book. Kami tidak yakin juga apakah ini berlaku untuk semua jenis penginapan atau hanya pada penginapan dengan harga terjangkau saja. Tapi yang pasti kami ikuti saran tersebut. Karena niatnya adalah untuk jalan-jalan, maka kami putuskan untuk mencari penginapan yang biasa-biasa saja. Setelah searching info dan cek n ricek, kami akhirnya mendapatkan rekomendasi nama The Hive Hostel Backpacker. Meskipun sudah beberapa postingan yang kami baca termasuk dari websitenya sendiri, kami tetap mencari info tambahan lagi, khususnya tentang kebersihan dan fasilitas yang disediakan di hostel tersebut. Setelah merasa cukup, proses reservasi melalui email pun kami lakukan. Dan untungnya pada tanggal yang ditentukan kami masih mendapatkan kamar, meskipun dengan kondisi harus berpindah kamar pada hari kedua-nya. Namun itu tidak jadi soal, yang penting untuk urusan penginapan sudah selesai. Singkat cerita, hari keberangkatan pun semakin dekat. Benar saja, saya ada deadline pekerjaan tepat di tanggal keberangkatan. Untungnya saya sudah mengajukan surat cuti terlebih dahulu sehingga bos setuju saja manakala saya putuskan mengejar deadline tersebut satu hari sebelumnya. Syukurlah, semuanya bisa saya selesaikan dan saya pun bisa memastikan bergabung dengan istri berangkat ke Singapura. Pesawat yang akan kami tumpangi rencana take off dari Bandara Soekarno Hatta pukul 07.20. Supaya tidak terlambat dan antisipasi proses check in dan pemeriksaan di bagian imigrasi, kami putuskan berangkat dari rumah sekitar pukul 04.00. Dengan menumpang mobil tetangga yang sama-sama berangkat, kami tiba di Bandara sekitar pukul 05.30 dan langsung melakukan proses check in. Setelah membayar airportax Rp 150 ribu per orang, kami lalu menuju bagian pengurusan bebas fiskal. Namun ternyata kami ketinggalan informasi (atau memang tidak tahu) bahwa per tanggal 1 Januari 2011 warga negara Indonesia yang akan bepergian ke luar negeri tidak perlu repot-repot lagi mengurus fiskal senilai Rp 2,5 juta atau tanda cap bebas fiskal (dengan menunjukkan kartu NPWP yang kita miliki), karena mulai tanggal tersebut biaya fiskal ditiadakan alias gratis. Sambil menahan tawa, kami pun beralih mengikuti antrian di bagian pemeriksaan imigrasi. Sebelumnya tidak lupa mengisi kartu keberangkatan. Jduk!!!! tanda cap dari bagian imigrasi mendarat di bagian halaman visa pasport saya. Lewat sudah… Namun satu lagi bagian pemeriksaan yang harus kami lewati, yaitu bilik x-ray menuju ruang boarding. Saya sudah menduga pasti tas travel kami akan kena, karena peralatan mandi dan hias istri ada di dalam nya. Untungnya istri sudah memilah-milah dan memindahkan beberapa barang yang berbentuk cairan ke tempat yang lebih kecil, sehingga waktu diperiksa dan dijelaskan masih dapat ditolerir. Yang ditinggaladalah minuman air mineral. Tepat pukul 07.20 pesawat Air Asia yang kami tumpangi lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta. Sialnya tempat duduk saya terpisah dengan istri, saya di bangku nomor 8B sementara istri di bangku nomor 24B. Namun kondisi itu kami terima saja, hal itu juga karena ketidaktahuan kami. Seharusnya waktu proses check in di Bandara kita harus bilang alias request kalau ingin duduk berdekatan. Jika kita tidak request maka oleh petugas di meja check in akan diacak. Hmmm…. Pelayanan dan penjelasan awak pesawat Air Asia menurut saya sangat baik dan cukup jelas, baik dalam kondisi cuaca normal maupun saat kondisi cuaca kurang baik. Ini adalah kali pertama saya terbang dengan Air Asia. Saya baru tahu kalau kita bisa memesan makanan (layaknya di restoran…). Karena berasa perut lapar dan ingin mencicipi masakannya, saya coba memesan nasi goreng dan teh manis panas. Sayang, untuk beberapa menu sepertinya mereka membawa persediaan dalam jumlah terbatas, nasi goreng yang saya pesan ternyata habis, dan akhirnya saya ganti dengan nasi kuning menado…. hmmm…. lumayan enak… Total cost Rp 45 ribu. Hari Pertama Sekitar Pukul 09.04 waktu Jakarta (atau Pukul 10.04 waktu Singapura) akhirnya kami mendarat di Singapore Changi International Airport. Hal yang pertama kami lakukan adalah explorer ke kamar kecil alias toilet, baru kemudian foto-foto di bawah tulisan welcome in Terminal 1 (sekedar untuk kenang-kenangan.. atau tepatnya disengaja, karena saya sedang menjajagi hobby baru…. jepret menjepret…hehe). Setelah itu kami berjalan menuju bagian pemeriksaan imigrasi. Tak lupa sebelumnya mengambil Map (Peta) jalur Mass Rapid Transit (MRT). Sebagaimana yang kami dengar dan baca di internet, MRT adalah sarana transportasi andalan singapura yang nyaman dan cepat.
Lepas dari bagian imigrasi dan pengambilan bagasi kami berpisah dengan rekan yang satu perjalanan dengan kami tadi. Karena membawa anak kecil dan kebetulan hotelnya tidak searah dengan kami, rupanya mereka memutuskan untuk naik taksi. Sementara kami sudah membulatkan niat sejak dari Jakarta untuk mencicipi cerita tentang kenyaman dan kecepatan transportasi andalan singapura, MRT. Dari Terminal 1 Changi Airport kami menumpang Skytrain menuju Terminal 2, tempat titik point/stasiun MRT berada. Skytrain ini khusus disediakan untuk para penumpang atau petugas bandara yang akan berpindah antar terminal. Mengenai kemana kita harus melangkah, jangan khawatir tersasar, karena petunjuk menuju lokasi pintu masuk MRT ini sangat jelas. Setelah menempelkan EZ Link Card pada pintu masuk kami kemudian menuju platform MRT Changi Airport. Oh ya, sebagai informasi saja, jika kita memutuskan bepergian menggunakan jasa MRT atau Bus selama di Singapura lebih baik dan lebih gampang kita membeli EZ Link Card. Kartu ini bisa digunakan untuk keduanya, baik untuk naik MRT maupun Bus. Jadi kita tidak perlu repot-repot bayar, tinggal nempelin kartu pada panel yang disediakan, masuk deh. EZ Link Card bisa dibeli pertama kali seharga sgd 15 dengan nilai kartu sebesar sgd 10, artinya yang sgd 5 akan hangus atau tidak bisa direfund kembali sebagai biaya kartunya. Catatan saja, jika kita punya kenalan yang pernah ke Singapura dan masih menyimpan EZ Link Card, kita bisa pinjam dari dia. Sesampai di Singapura kita tinggal top up, lumayan, kita bisa saving sgd 5 daripada kita beli….:-) Kalau nilai kartunya sudah menipis dan kita masih ingin bepergian, EZ Link Card bisa di top up di General Ticketing Machine dengan nilai value minimum sgd 10 setiap isi ulangnya. Sebaliknya, bila kita sudah tidak mau menggunakannya lagi (kasus untuk kartu yang kita beli sendiri, bukan yang pinjaman), nilai sisa kartunya bisa direfund dan uang kita kembali. Semua transaksi bisa dilakukan di General Ticketing Machine. Atau jika kita mau ber-transaksi secara cash money bisa juga langsung mendatangi counter/petugas di setiap titik point/stasiun/terminal MRT. Gampang dan cepat…
Sekitar dua menit kemudian, MRT yang kami tunggu datang. Kami pun bergegas naik. Titik point atau stasiun MRT yang berada di Terminal 2 tersebut disebut MRT Changi Airport. Sekitar tiga menit kemudian MRT tersebut mulai bergerak dan melaju kencang. Kami ikuti aja kondisinya sambil memperhatikan berbagai petunjuk yang terdapat dalam MRT tersebut, mulai dari petunjuk titik point/stasiun pemberhentian, reserved seat, aturan dilarang makan dan minum, merokok, serta aturan tidak boleh membawa barang yang mudah terbakar, dan beberapa petunjuk lainnya. Pada titik point/stasiun MRT yang berlabel Tanah Merah, MRT yang kami tumpangi berhenti. Kami saksikan semua penumpang turun, lalu berganti dengan penumpang yang naik. Meskipun pengumuman dan petunjuknya jelas namun kami belum mengerti. Akhirnya kami putuskan untuk berdiam diri dulu alias tidak turun. Selang beberapa menit kemudian MRT tersebut mulai bergerak dan melaju. Tapi yang kami kaget laju nya justru mengarah kembali ke Changi Airport. Baru kami sadar bahwa stasiun Tanah Merah tadi adalah merupakan stasiun perpindahan (interchange) bagi penumpang yang akan meneruskan tujuan ke kota singapura. Sedangkan MRT dari stasiun Changi Airport akan berbalik lagi menuju stasiun Changi setelah sampai di titik ini. Sambil tetap tenang dan tertawa karena lucu dengan ketidaktahuan, kami ikuti saja laju MRT tersebut dan berhenti di stasiun berikutnya. Kami turun serta menaiki MRT yang menuju stasiun Tanah Merah. Setelah sampai di stasiun Tanah Merah dengan gagahnya kami turun untuk berganti MRT. Tujuan kami yang pertama adalah The Hive Hostel Backpacker di Serangoon Road. Kami pelajari peta (map) rute MRT guna memutuskan MRT jurusan yang akan dinaiki selanjutnya. Untuk mencapai lokasi The Hive Hostel di daerah Serangoon Road, dari Stasiun Tanah Merah kami menaiki MRT yang melewati Stasiun Outram Park, yang merupakan stasiun interchange. Di Stasiun Outram Park kami turun dan kemudian menyambung naik MRT jurusan Punggol. Kami kemudian turun di Stasiun MRT Boon Keng. Sekali lagi, jangan khawatir tersasar, karena petunjuk baik di areal stasiun maupun di dalam MRT nya sendiri sangat jelas. Kita tinggal mengikuti petunjuk lampu di setiap titik point/stasiun pemberhentian. Dari sini (Stasiun Boon Keng) kami kemudian menuju pintu keluar, tentunya setelah menempelkan EZ Link Card pada panel keluar. Ada dua petunjuk yang mengarah ke Serangoon Road (lokasi the Hive Hostel), yaitu Pintu B dan Pintu C. Karena belum tahu kami coba keluar melalui Pintu B. Ternyata yang kami temukan adalah jalan menuju sebuah pasar dan apartemen. Karena haus, kami masuk ke sebuah mini market, 7-eleven namanya (belakangan kami ketahui ini adalah satu mini market yang buka 24 jam di Singapura). Kami membeli air mineral merek lokal 2 botol seharga sgd 1.80. Saat membayar, kami bertanya ke pelayan di kasir tentang lokasi The Hive Hostel. Pelayan tersebut menggelengkan kepala pertanda tidak tahu. Akhirnya kami putuskan untuk turun lagi ke dalam koridor stasiun MRT Boon Keng dan mencoba keluar dari Pintu C. Begitu kami keluar langsung kelihatan jalan besar (Serangoon Road) dan dari kejauhan tampak sebuah bangunan berwarna kuning hitam di pertigaan jalan. Kami berjalan menyusuri trotoar jalan menuju bangunan tersebut, dan tepat seperti dugaan kami tadi, bangunan itu adalah The Hive Hostel Backpacker yang kami cari.
Sekitar Pukul 12.15 siang, kami tiba di the Hive, berarti total perjalanan dari Changi Airport adalah sekitar satu jam. Kami kemudian mengkonfirmasi kamar yang sudah dibooking sebelumnya, ternyata masih oke. Hanya saja mengingat waktu check-in di hostel tersebut adalah Pukul 15.00, akhirnya kami putuskan untuk menitipkan tas di resepsionis untuk kemudian melakukan jalan-jalan terlebih dahulu. Sebelumnya kami bayar dulu biaya kamar untuk dua malam Sgd 100 ditambah deposit Sgd 10 (nanti dikembalikan saat check out). Karena sudah waktu makan siang kami putuskan untuk mencari tempat makan siang. Kami bertanya ke resepsionis The Hive arah mana yang bisa kami tempuh untuk mendapatkan tempat makan siang. Si petugas balik tanya jenis makanan yang kami harapkan. Karena kami muslim kami jawab tentunya yang “halal food”. Sesuai petunjuk dari petugas resepsionis, kami berjalan ke arah kiri menyusuri Serangoon Road. Beberapa menit berjalan kita akan menemui nuansa India. Rupanya disitulah letak perkampungan orang India yang kemudian dikenal dengan daerah Little India. Kami terus berjalan santai sambil menikmati suasana ala India. Mmm.. suasana ini mengingat saya ketika berkesempatan berkunjung ke Sri Lanka dulu. Kami kemudian menemukan sebuah mall yang cukup besar, yaitu City Square Mall. Tepat di seberang jalan (di depan mall tersebut) terdapat Stasiun MRT Farrer Park dan sebelahnya lagi ada Halte Bus. Tadinya kami mau mampir, namun istri saya melihat segerombolan orang India yang berpakaian sholat. Benar saja, tidak jauh dari sana ada sebuah Mesjid (cukup besar juga) bernama Mesjid Angulia. Karena itu adalah hari Jumat, istri saya mengingatkan ada baiknya saya ikut sholat jumat dulu. Saya masih ragu, apakah masih mendapatkan waktu sholatnya atau tidak mengingat jarum jam sudah menunjukkan pukul 13.00. Tapi ya sudah, daripada tidak sama sekali, mending saya ikuti saja gerombolan orang yang hendak menyeberang menuju mesjid tersebut. Istri saya menunggu di luar mesjid, sementara saya masuk. Di depan mimbar berdiri seorang (seperti kyai) sedang bicara dalam bahasa India. Syukurlah, masih tahap khotbah, pikir saya. Sekitar 15 or 20 menit kemudian orang tadi mengakhiri khotbahnya, lalu ada yang maju untuk azan. Lho Kok baru azan? Owalaah, ternyata tadi itu bukan khotbah, tapi baru pengantar sholat jumat, mungkin isinya pengumuman atau wejangan-wejangan, kurang paham juga karena bahasa yang digunakan adalah bahasa India, hehe. Sekitar pukul 14.00 sholat jumat usai, sekarang giliran istri yang sholat. Setelah itu kami putuskan untuk mencari makan siang. Selidik punya selidik ternyata persis di depan mesjid itu adalah Mustafa Plaza. Di belakang Mustafa Plaza tersebut terdapat Mustafa Center yang terkenal di kalangan para pelancong. Namun, kami putuskan untuk tidak ke sana. Pilihan kami justru jatuh pada restoran India di pertigaan jalan. Lihat sana lihat sini, akhirnya kami memesan dua porsi Nasi Biriyani seharga Sgd 10 tanpa minum (kebetulan kami membawa air mineral). Begitu makanannya datang, istri saya kaget dengan porsinya. Satu piring Biriyani bisa dimakan untuk 2 orang. Hmm… kalo tahu begini kami pesannya cukup satu saja. Mungkin jadi pengalaman buat yang akan memesan, hihi. Sambil makan kami berdiskusi untuk memutuskan tujuan berikutnya. Disepakati untuk ke Orchard Road mencari oleh-oleh. Kami kembali membuka map rute MRT.
Selesai makan, sekitar Pukul 15.45, dibawah gerimis, kami pun berjalan menuju Stasiun MRT Ferrar Park. Dari sini kami menaiki MRT dan turun di Stasiun Dhoby Ghout (stasiun interchange) lalu menyambung MRT yang menuju Stasiun Orchad. Tiba di Stasiun MRT Orchad kami turun dan begitu keluar masih disambut gerimis. Namun karena sudah sampai disana kami pun tetap melanjutkan langkah. Orchad Road adalah salah satu lokasi yang menjadi tempat tujuan pelancong. Disepanjang jalan ini berjejer mall-mall baik besar maupun kecil yang jika kita beruntung seringkali menawarkan program diskon. Disini juga terdapat satu pusat pertokoan yang bernama Lucky Plaza yang terkenal dengan berbagai macam jenis barang dagangan. Di Lucky Plaza kami mencari salah satu toko yang menjual buah tangan khas Singapura. Pilihan kami akhirnya jatuh ke gantungan kunci, harganya 5 pc Sgd 10. Setelah berhitung kami putuskan untuk membeli 15 pc dengan total Sgd 30. Saya juga tak menyia-nyiakan kesempatan menyalurkan hobby jeprat jepret. Disini kami juga menjumpai pedagang es krim (King’s Es Krim) seharga Sgd 1. Puas mengitari Orchard Road, kami kembali ke areal Stasiun MRT Orchad. Disana terdapat pusat perbelanjaan juga dengan nama Ion Orchad. Istri saya memutuskan untuk mampir dan membeli sepatu seharga Sgd 10 dan beberapa gelang seharga Sgd 10. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00. Kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan di seputar Orchad. Tujuan selanjutnya kami putuskan ke
Esplanade. Untuk yang satu ini adalah atas permintaan saya. Areal di sekitar Esplanade sangat terkenal dengan view-nya yang menarik, termasuk diantaranya adalah Patung Marlion dan Marina Bay Sands. Saya meminta ke sana karena di sore hari dan malam view-nya sangat menarik untuk hunting foto.
Untuk mencapai Esplanade dari Orchad kami naik MRT dan turun di Stasiun interchange Dhoby Ghout. Dari sini kami berganti MRT yang ke arah stasiun Raffles Place. Tiba di Stasiun Raffles Place sekitar Pukul 18.45. Keluar areal stasiun kita mulai dihadapkan beberapa objek yang menarik. Disini saya mulai menyiapkan Canon EOS 500 D. Sangat banyak objek yang menarik, diantaranya adalah Singapura River, Fullerton Hotel yang indah dan megah, jembatan kuno, museum, dan juga keberadaan beberapa bangunan gedung menjulang tinggi. Dari lokasi tepian Singapura River dan Fullerton Hotel, kami berjalan menuju Esplanade Park. Dari areal Esplanade Park ini kita bisa menangkap beberapa objek yang tidak kalah bagusnya. Mulai dari gedung Esplanade itu sendiri yang terkenal dengan bentuk menyerupai mata lebah atau kulit durian, bangunan Marina Bay Sands yang berbentuk seperti kapal nabi nuh dengan ketinggian nan megah, Fullerton Hotel, dan sederatan gedung perkantoran menjulang tinggi di Raffles Place. Kesemuanya sangat menarik dan menakjubkan serta sangat indah untuk dinikmati manakala sore dan malam hari. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan langkah tersebut. Berbagai ilmu jepret menjepret yang saya pelajari dari Mas Youtube saya praktekan disini. Dan ternyata saya tidak sendirian. Di sekitar lokasi Esplanade Park, tepatnya di depan gedung Esplanade itu sendiri, berjejer beberapa orang menenteng kamera dan tripod. Ada juga yang menjadikan objek disekitar Esplanade Park tersebut untuk foto Pra-Wedding.
Satu yang membuat kami penasaran, dari hasil membidik objek di seberang Singapura River tersebut kami tidak menemukan Patung Marlion yang sangat terkenal dan menjadi lambang kebanggaan Singapura. Namun karena waktu sudah beranjak malam, sekitar Pukul 20.15, setelah menikmati Laksa Singapura dan Teh hangat dicampur susu di cafe Kopi-O dalam gedung Esplanade, kami pun memutuskan untuk balik ke tempat penginapan. Kami kembali berjalan kaki ke Stasiun MRT Raffles Place dan menaiki MRT tujuan Dhoby Ghout. Selanjutnya dari Stasiun Dhoby Ghout kami berganti MRT arah Punggol dan berhenti di Stasiun Boon Keng kembali. Dari sini kami tinggal jangan kaki menyusuri Serangoon Road menuju The Hive Hostel. Tiba di Hotel sekitar Pukul 23.00. Cuapek, penat bercampur jadi satu. Tapi itu lah tujuan kita ke Singapura, untuk jalan-jalan. Akhirnya kami sudahi petualangan hari pertama tersebut dengan tidur pulas.
Hari Kedua Sekitar Pukul 07.30 kami bangun, mandi dan turun untuk sarapan. Disinilah suasana uniknya menginap di penginapan backpacker. Untuk sarapan kita membuat sendiri, pihak hostel hanya menyediakan amunisi untuk sarapannya seperti roti, berbagai jenis selai, bahan untuk membuat teh,kpi, air panas, susu cair, dan lainnya. Nah kita pengunjung membakar roti sendiri, menyajikan makanan sendiri, dan selesai makan mencuci perabotan bekas makan kita tadi sendiri, asyikkan. Sambil sarapan, kami merancang rencana hari ini. Disepakati untuk ke Singapura Bitanic Garden, Bugis Street, Singapura Art Museum, Marlion Park (yang di hari pertama tertunda dikunjungi…), dan terakhir adalah Mustafa Center. Sekitar Pukul 08.30 kami bergerak dari penginapan untuk menuju Singapura Botanic Garden. Kalau di hari pertama kami explor pengalaman menikmati kenyamanan MRT, maka di hari kedua ini kami ingin mencicipi bagaimana rasanya naik Bus. Namun untuk start kami tetap naik MRT dulu dari Stasiun Boon Keng menuju Stasiun Interchange Dhoby Ghout, terus berpindah MRT tujuan Stasiun Orchad. Setelah turun di Stasiun Orchad kami keluar melalui Pintu E, kemudian baru menyambung menaiki Bus. Seperti ketika hendak menaiki MRT, sebelum menaiki Bus kami selalu membaca papan pengumuman rute bus. Dari sini kami kemudian tahu bahwa untuk mencapai Singapura Botanic Garden kami bisa naik Bus No. 77 atau No. 106 dan nanti turun di Naiper Road. Kami membayangkan bahwa jarak yang akan ditempuh adalah lumayan jauh. Namun ternyata bayangan kami salah. Dari halte bus Orchad Road menuju Halte Bus Napier Road hanya memakan waktu sekitar 5 – 7 menit.
Setelah sampai di Halte Bus Napier Road kami turun, waktu menunjukkan Pukul 09.30. Tepat diseberang jalan sudah terlihat pintu gerbang Singapura Botanic Garden (SBG). Suasananya mirip-mirip dengan Kebun Raya Bogor, namun SBG lebih tertata. Yang saya lakukan disini tentunya hunting foto, mulai dari masuk pintu gerbang hingga ke areal dalam. Karena begitu luasnya dan kami masih mempunyai tujuan ke lokasi lain, kami putuskan untuk menyudahi kunjungan di SGB dengan tak lupa sebelumnya mengambil foto berdua di depan Orchid Garden (di dalam areal SGB itu sendiri). Sekitar Pukul 11.45 kami keluar dari SGB. Tujuan kami selanjutnya adalah Bugis Street. Namun sebelumnya kami sempatkan membeli King Es Krim seharga Sgd 1 di depan areal SGB. Lumayan untuk mengganjal perut. Kemudian kami menuju Halte Bus Napier Road yang ada tepat di depan kami. Kami membaca rute bus yang melewati Bugis Street. Ternyata untuk menuju lokasi Bugis Street kami harus naik Bus No. 7 dan nantinya turun di Halte Victoria Street (Bugis Junction). Sepanjang perjalanan kami tetap awas memperhatikan sekitar. Ternyata Bus yang kami naiki melewati beberapa lokasi tujuan pelancong, mulai dari Orchad Road, Singapura Art Museum dan tentunya Bugis Street itu sendiri.
Pukul 12.15 kami tiba di Halte Victoria Street. Tepat di depan kami adalah lokasi Bugis Street yang terkenal dengan lokasi perbelanjaan terbesar di Singapura (itu kata tulisan di atas kanopi-nya, hehe). Karena lapar, sebelum masuk kami putuskan untuk mampir di restoran Burger King tepat di sisi kiri Bugis Street. Kami memesan dua paket burger seharga Sgd 10.20. Selesai makan kami mulai memasuki lokasi perbelanjaan. Menurut saya sih gambaran lokasinya persis Mangga dua. Setelah menjelajah ternyata harganya kami bandingkan dengan kondisi di Indonesia tidak murah-murah amat. Untuk baju (rata-rata yang dijual disana baju perempuan) paling murah adalah Sgd 10 (berarti sekitar Rp 70 ribu). Ada juga yang menjual t-shirt yang berlogo khas Singapura dengan harga bervariasi, mulai dari 3 pc Sgd 10 sampai dengan 1 pc Sgd 10. Karena kualitas bahan-nya yang menurut kami tidak terlalu bagus, maka kami putuskan untuk tidak membeli. Sekitar Pukul 13.00 kami pun beranjak dari lokasi Bugis Street dengan hanya membeli beberapa jam tangan untuk saya sendiri, si kecil di rumah dan ponakan, dengan total belanja Sgd 14. Dari Bugis Street tujuan kami selanjutnya adalah Singapura Art Museum. Mengingat lokasinya berbalik arah dan kami belum tahu rute busnya, maka dari sini kami putuskan untuk naik MRT. Dari lokasi Halte Victoria St (di depan Bugis Street) kami berjalan menuju Stasiun MRT Bugis lalu menaiki MRT dan berhenti di Stasiun Bras Basah. Keluar dari areal Stasiun Bras Basah kita langsung dapat menemukan lokasi Singapura Art Museum.
Kami menuju papan pengumuman, ternyata free day entry nya adalah hari Jumat. Selain hari itu kita harus membeli tanda masuk seharga Sgd 10 per orang. Karena pertimbangan waktu yang kami pikir hanya sebentar untuk menjelajah bagian bangunan museum yang luas, maka kami putuskan untuk tidak masuk. Akhirnya saya hanya hunting foto di bagian luar museum. Pukul 14.45 kami beranjak dari lokasi Singapura Art Museum. Istri saya mendapati jam tangan yang baru kami beli ada yang mati. Karena lokasi Bugis Street searah, maka kami putuskan untuk kembali ke sana dengan menumpang Bus No. 7 dari Halte di depan Singapura Art Museum. Untungnya penjual jam yang kami temui masih mengenali kami dan menerima keluhan yang kami sampaikan. Jam kami pun diganti baterai dan tokcer kembali. Dari lokasi Bugis Street kami menyeberang jalan memasuki lokasi Bugis Junction. Bugis Junction ini adalah layaknya mall biasa. Disini istri berniat mencari sepatu dan tas incaran. Namun ternyata tidak ada yang cucok. Kami berkeliling di lokasi Bugis Junction sekitar satu jam dan kemudian memutuskan untuk menuju lokasi Marlion Park. Di luar mall kami disambut oleh hujan gerimis. Iseng kami berteduh di Halte Bus dan membaca petunjuk rute bus. Ternyata ada yang langsung menuju lokasi Marlion Park, yaitu Bus No. 130 dan nanti kita turun di depan Fullerton Hotel. Sampai di depan lokasi Fullerton Hotel sekitar Pukul 16.00. Kali ini disertai kejadian kebablasan, seharusnya kami turun di Halte Bus Fullerton Hotel, ternyata kami kebablasan di halte bus selanjutnya. Karena satu arah, terpaksa berjalan kaki menyeberang lokasi untuk mencegat Bus yang mengarah Halte Fullerton Hotel. Sampai di depan Fullerton Hotel hujan turun, kali ini lumayan deras. Alhasil kami terjebak di halte tersebut hingga Pukul 17.15-an.
Begitu hujan reda, kami pun menuju lokasi Marlion Park sesuai dengan petunjuk yang ada. Akhirnya, setelah di hari pertama tidak berhasil menemukan, sampai juga kami di pelataran Marlion Park. Tetapiiiiii….. kami dan pengunjung yang ada disana sedikit dibuat kecewa, karena ternyata Patung Marlion yang menjadi incaran sedang dibersihkan (atau tepatnya dipoles). Pengelolanya pun memasang spanduk yang berbunyi ” Marlion take is a shower”. Hahaha… sontak penonton kecewa. Tapi bagi saya tetap tidak ada kata kecewa. Saya bilang kepada istri, justru kita beruntung. Karena jarang-jarang pelancong menemukan moment dimana sang Patung sedang dibersihkan seperti itu. Istri saya berpikir, bener juga ya…. justru ini menjadi peristiwa yang langkah….:-) Maksud hari mau mengabadikan si Marlion, akhirnya disamping membidik si Marlion yang lagi mandi lensa kamera saya bidikkan kembali ke arah Singapura River, kebetulan hari mulai menjelang petang sehingga view mulai menarik. Saya sengaja meminta istri untuk tetap berada di pelataran Marlion Park sampai hari gelap. Tujuan saya tak lain dan tak bukan ingin menangkap view Gedung Esplanade, Marina Bay Sands, dan Singapura Flyer dari sisi Marlion Park, yang ternyata tak kalah menariknya jika diambil dari pelataran Esplanade Park. Tapi sayang, battere kamera saya uda mau habis, sementara view yang saya harapkan belum begitu maksimal. View yang saya maksud maksimal adalah ketika hari sudah gelap sehingga pantulan cahaya di tepi Singapura River dengan gemerlap lampu yang indah dari gedung-gedung disekitarnya akan sangat jelas terlihat. Sialnya lagi saya tidak mempunyai battere cadangan. Agar supaya tidak kehilangan moment, akhirnya saya mempercepat proses bidikan. Hasilnya… ya lumayanlah. Sekitar Pukul 18.30 kami undur diri dari pelataran Marlion Park. Karena lapar, kami putuskan untuk ke cafe Kopi-O di gedung Espalanade. Seperti biasa, saya memesan Laksa dan teh susu khas Singapura, sedangkan istri mencoba roti isi kaya (srikaya), total Sgd 10. Istri saya masih penasaran mencari sepatu dan tas incerannya. Oleh karena itu kira-kira Pukul 20.00 kami sudahi makan malam di Kopi-O.
Tujuan kami selanjutnya adalah mendekat ke arah Mustafa Center. Dari Gedung Esplanade tersebut kami iseng keluar dri bagian belakang, dan ternyata persis dihadapan kami adalah Halte Bus. Kami kemudian membaca papan pengumuman rute bus, dan beruntung ada bus yang melewati Serangoon Road (khususnya lokasi Mustafa Center), yaitu Bus No. 857. Akhirnya kamipun memutuskan naik bus. Lebih kurang 30 menit perjalanan, kami tiba di Serangoon Road. Karena sudah familiar dengan daerah tersebut, kami putuskan berhenti di Halte depan City Square Mall. Sebelum ke Mustafa Center, istri saya mengajak saya mampir dulu ke Mall tersebut, barangkali ada sepatu dan tas incerannya. Dan ternyata memang ada, lagi diskon pula! tambah senang dia… hahaha. Satu tas dan sepasang sepatu yang didapat istri di City Square Mall seharga Sgd 52. Dari City Square Mall, kami berjalan kaki menuju Mustafa Center (lebih kurang 3-4 menit). Disini tujuan kami adalah membeli parfum,karena harga parfum di Mustafa Center terkenal lebih miring. Empat buah parfum yang kami dapat total harga Sgd 29.5. Sekitar pukul 23.00 kami sudahi aktivitas belanja di Mustafa Center dan kembali jalan kaki meuju The Hive. Jarak tempuh dari Mustafa Center ke tempat penginapan kami ditempuh lebih kurang 20 menit. Penat, capek sekali lagi bercampur jadi satu. Tapi senang karena hampir seluruh tempat tujuan yang kami rencanakan dapat kami kunjungi.
Keesokan harinya adalah jadwal check out dan sekaligus kembali ke Jakarta. Pesawat kami Pukul 10.00, padahal itu masih Hari Minggu. Memang agak sayang juga, kenapa waktu memesan tiket tidak mengambil pesawat yang agak sore. Tapi sudahlah, untuk kunjungan kali pertama ini sudah cukup lumayan. Minimal kami sudah tahu sedikit seluk beluk Singapura, tempat penginapan, tempat tujuan dan yang utama adalah rute-rute MRT serta Bus untuk mencapai beberapa tempat tujuan tersebut. Jika ada rejeki kami ingin mengulang kembali melancong ke Singapura, tentunya dengan membawa serta si kecil. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya