5. Syal penutup mata, syal tradisional yang lebih dikenal dengan sebutan “Krama”. Biasanya, orang-orang Kamboja khususnya petani dan buruh, menggunakan syal ini untuk bermacam fungsi seperti untuk topi, ikat pinggang, tempat tidur gantung, kain renang, dll. Oleh tentara Khmer Merah syal atau krama ini digunakan sebagai alat untuk mengikat tangan korban (di belakang). Ini juga ditemukan di dalam kuburan massal.
6. Sandal, Khmer Merah membuat sandal dari ban bekas, Dalam keseharian, sandal ban bekas ini digunakan oleh pasukan Khmer Merah termasuk para pemimpin Demokratik Kampuchea dan kemudian diadaptasi oleh penduduk di seluruh negeri. Mereka harus memakai sandal ini sebagai pakaian tradisional revolusioner.
7. Batang bambu, oleh petani Kamboja batang bambu biasanya digunakan untuk konstruksi rumah atau dijadikan furniture. Namun oleh tentara Khmer Merah batang bambu ini digunakan sebagai senjata untuk membunuh para korban.
8. Pisau, oleh tentara Khmer Merah benda ini juga dijadikan salah satu senjata untuk membunuh para korban.
9. Pisau Kelapa (Palm Knife), ini adalah pisau khusus yang digunakan oleh petani Kamboja untuk memotong bunga pohon kelapa untuk dijadikan jus. Lalu jus ini diolah menjadi gula aren. Oleh Tentara Khmer Merah pisau ini kemudian digunakan sebagai salah satu senjata untuk membunuh para korban. Para korban dipukuli dengan gandar atau cangkul dan sebelum dimasukkan ke dalam lubang digorok lehernya dengan pisau ini. Glek!!!
10. Poros, benda ini adalah bagian dari gerobak sapi atau kerbau yang oleh petani di Kamboja biasanya digunakan sebagai sarana transportasi. Oleh tentara Khmer Merah benda ini digunakan sebagai senjata untuk membunuh para korban. Caranya, korban dipukuli sampai mati.
11. Cangkul, selain berfungsi untuk alat pertanian, oleh tentara Khmer Merah cangkul ini juga digunakan sebagai sebagai senjata untuk membunuh para korban.
12. Belenggu (Cincin kaki), oleh tentara Khmer Merah benda yang terbuat dari besi ini digunakan untuk membelenggu kaki para tahanan secara berkelompok. Melihat alat dan cara pembunuhan yang dilakukan kepada para tahanan (korban) saya kemudian bertanya, apakah teriakan rasa kesakitan mereka tidak didengar oleh penduduk sekitar. Penjelasan tulisan pada sebuah pohon menjawab pertanyaan saya. Para penjaga menempatkan alat pengeras suara dan digantung pada pohon tersebut dan dibunyikan keras-keras sehingga lolongan korban yang tengah dieksekusi tidak terdengar oleh masyarakat sekitar. Beruntung, waktu saya disana berkesempatan menyaksikan pemutaran video cuplikan peristiwa dan kesaksian beberapa orang, sehingga sedikit memberikan gambaran tentang apa yang sudah saya saksikan selama menjelajah lokasi ladang pembantaian ini. Selama perang sipil, Khmer Merah mendirikan dan membentuk sebuah sistem penjara dan dilakukan secara berkala sebagai tempat “pembersihan” para musuh dan pengkhianat. Praktek ini semakin diperluas selama pemerintahan Demokratik Kampuchea, dibawah komando Khmer Merah (Pol Pot). Setelah berkuasa, Khmer Merah kemudian menangkapi dan mengeksekusi puluhan ribu mantan pejabat pemerintah, polisi, pegawai negeri sipil, tentara, dan mantan musuh yang dicurigai. Gelombang pertama pembunuhan dimulai pada awal hingga pertengahan tahun 1976 ketika kepemimpinan Khmer Merah merasa terancam oleh perselisihan dan pemberontakan dalam barisan sendiri. Mereka mencurigai ada musuh dalam selimut. Pada saat itu, Khmer Merah telah membentuk sistem penjara yang rumit. Di seluruh negeri, orang-orang yang dianggap mencurigakan akan ditangkap. Kadang-kadang mereka langsung dibunuh. Dalam kasus lain, mereka dipenjarakan di penjara-penjara, diinterogasi, lalu dibunuh. Ratusan ribu orang tewas dalam tragedi kematian yang merembet juga kepada masyarakat umum dan juga dalam jajaran internal Khmer Merah sendiri. Banyak dari kader yang datang dicurigai, terutama yang memiliki pangkat tinggi. Mereka akhirnya dikirim ke Penjara Rahasia S-21 Tuol Sleng yang berlokasi di Phnom Penh, yang menjadi penjara pusat dan terbesar. Beberapa, termasuk anak-anak mereka, dieksekusi dengan cukup cepat. Sementara lainnya diinterogasi dan disiksa dalam proses supaya membuat pengakuan. Menurut Pusat Dokumenter Kamboja, ada sekitar 189 penjara, 380 ladang pembantaian dan 19.403 kuburan massal. Di Kamboja, keluarga tidak bisa melarikan diri dari kebijakan genosida pemerintahan Democratic Kamphucea. Hmmmm……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya