Ada juga lukisan yang menggambarkan seorang ibu yang merayap di lantai dan meratapi bayinya yang sedang direbut oleh seorang serdadu penjaga penjara. Sang penjaga tidak menghiraukan ratap tangis sang ibu dan juga bayi yang sedang diperebutkan. Nasib bayi tersebut sangat tragis. Pada lukisan lain digambarkan dengan jelas bagimana nasib bayi tersebut. Bayi itu oleh penjaga di lempar ke atas dan saat tubuh bayi itu melayang turun, tubuh lembut bayi itu disambut dengan, sekali lagi mohon maaf…, tusukan bayonet yang merobek-robek tubuh mungilnya. Pada lukisan lain menggambarkan tumpukan mayat bayi dan anak kecil yang bersimbah darah dan dijejer seperti ikan. Tampak terlihat bagaimana para penjaga dengan tangan dingin mereka melempar dan mengatur jejeran mayat tersebut. Di bagian ruangan berikutnya kita juga bisa melihat lukisan yang menggambarkan seorang tahanan perempuan yang ditelanjangi dan diikat seluruh tangan dan kakinya dan kemudian maaf…. dipotong puting payudaranya dengan mempergunakan alat penyatut. Lalu dibagian dadanya dilepas kalajengking dan dibiarkan mengigit si perempuan malang tersebut. Pada ruangan berikutnya kita dapat menyaksikan lukisan seorang tahanan yang direndam dalam bak kayu dengan kedua tangan terikat dan posisi kepala di bawah. Kemudian, ke dalam bak air itu dialirkan listrik. Alat yang digunakan untuk menyiksa sebagaimana yang tergambar dalam lukisan tersebut dipajang pada ruangan yang sama. Di ruangan ini kita juga bisa melihat foto tujuh orang tahanan yang akhirnya dapat selamat (hidup) dari serangkaian siksaan yang berlaku.
Menyaksikan beberapa lukisan terakhir akal sehat saya benar-benar tidak tega. Bahkan beberapa foto dari lukisan-lukisan yang sudah saya ambil akhirnya saya hapus dari kamera digital. Sungguh kejam dan biadab. Pada ruangan terakhir kita akan menemukan kumpulan tengkorak dan tulang belulang manusia yang disimpan dan dipajang pada rak dan lemari. Itu adalah tengkorak dan tulang belulang yang berasal dari para tahanan yang dibunuh di penjara ini. Usai melihat itu semua, saya berdiam diri sejenak di areal depan gedung, menyeruput air mineral yang saya bawa dan menghirup nafas dalam-dalam supaya udara pengab dan penuh dengan nuansa sadisme yang terhirup dalam paru-paru saya selama menjelajahi empat gedung bekas penjara tersebut tergantikan dengan udara luar yang baru dan bersih. Sekali lagi, dibutuhkan keberanian tersendiri untuk melihat dan mendengarkan penjelasan serta mengambil ulang foto-foto tentang apa yang terjadi dalam setiap sudut ruangan dari masing-masing gedung bangunan museum bekas penjara S.21 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H