Mohon tunggu...
Zasmi Arel
Zasmi Arel Mohon Tunggu... -

Blogger yang senang menulis tapi belum menjadi penulis dan senantiasa bermimpi menjadi penulis dengan buah karya hasil dari yang ditulis..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Genocide Museum Tuol Sleng: Saksi Bisu Kekejaman Rezim Khmer Merah di Phnom Penh, Cambodia

5 November 2010   08:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:50 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada juga lukisan yang menggambarkan seorang ibu yang merayap di lantai dan meratapi bayinya yang sedang direbut oleh seorang serdadu penjaga penjara. Sang penjaga tidak menghiraukan ratap tangis sang ibu dan juga bayi yang sedang diperebutkan. Nasib bayi tersebut sangat tragis. Pada lukisan lain digambarkan dengan jelas bagimana nasib bayi tersebut. Bayi itu oleh penjaga di lempar ke atas dan saat tubuh bayi itu melayang turun, tubuh lembut bayi itu disambut dengan, sekali lagi mohon maaf…, tusukan bayonet yang merobek-robek tubuh mungilnya. Pada lukisan lain menggambarkan tumpukan mayat bayi dan anak kecil yang bersimbah darah dan dijejer seperti ikan. Tampak terlihat bagaimana para penjaga dengan tangan dingin mereka melempar dan mengatur jejeran mayat tersebut. Di bagian ruangan berikutnya kita juga bisa melihat lukisan yang menggambarkan seorang tahanan perempuan yang ditelanjangi dan diikat seluruh tangan dan kakinya dan kemudian maaf…. dipotong puting payudaranya dengan mempergunakan alat penyatut. Lalu dibagian dadanya dilepas kalajengking dan dibiarkan mengigit si perempuan malang tersebut. Pada ruangan berikutnya kita dapat menyaksikan lukisan seorang tahanan yang direndam dalam bak kayu dengan kedua tangan terikat dan posisi kepala di bawah. Kemudian, ke dalam bak air itu dialirkan listrik. Alat yang digunakan untuk menyiksa sebagaimana yang tergambar dalam lukisan tersebut dipajang pada ruangan yang sama. Di ruangan ini kita juga bisa melihat foto tujuh orang tahanan yang akhirnya dapat selamat (hidup) dari serangkaian siksaan yang berlaku.

Menyaksikan beberapa lukisan terakhir akal sehat saya benar-benar tidak tega. Bahkan beberapa foto dari lukisan-lukisan yang sudah saya ambil akhirnya saya hapus dari kamera digital. Sungguh kejam dan biadab. Pada ruangan terakhir kita akan menemukan kumpulan tengkorak dan tulang belulang manusia yang disimpan dan dipajang pada rak dan lemari. Itu adalah tengkorak dan tulang belulang yang berasal dari para tahanan yang dibunuh di penjara ini. Usai melihat itu semua, saya berdiam diri sejenak di areal depan gedung, menyeruput air mineral yang saya bawa dan menghirup nafas dalam-dalam supaya udara pengab dan penuh dengan nuansa sadisme yang terhirup dalam paru-paru saya selama menjelajahi empat gedung bekas penjara tersebut tergantikan dengan udara luar yang baru dan bersih. Sekali lagi, dibutuhkan keberanian tersendiri untuk melihat dan mendengarkan penjelasan serta mengambil ulang foto-foto tentang apa yang terjadi dalam setiap sudut ruangan dari masing-masing gedung bangunan museum bekas penjara S.21 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun