Mohon tunggu...
Zaskia Syifa Aida
Zaskia Syifa Aida Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang yang pandai dalam menjahit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pandangan Islam terhadap Anak

30 Oktober 2024   20:18 Diperbarui: 1 November 2024   11:56 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Zaskia Syifa Aida

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ( Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam )

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim, Nabi Saw, bersabda:“Anak-anak
itu bagaikan kupu-kupu surga”.
Adanya ayat-ayat al-Qur‘an dan al-Hadits yang berbicara tentang anak seperti di atas, dan
sebenarnya masih banyak lagi dalam ayat atau hadits Nabi yang lain, menunjukkan betapa perhatian Islam terhadap anak. Atau dengan perkataan lain, Islam memandang bahwa anak memiliki kedudukan atau fungsi yang sangat penting, baik untuk orang tuanya sendiri, masyarakat maupun bangsa secara keseluruhan.

Dikisahkan dalam Al-Qur‘an (QS. Maryam: 4-6) tentang kegelisahan Nabi Zakana.

Zakaria mengadu pada Tuhannya:

Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan
aku belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya
akukhawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul,
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang akan mewarisi aku dan mewarisi
sebagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.

Dari doa Zakaria ini tergambar dengan tegas bahwa salah satu fungsi dan kedudukan anak
bagi orangtuanya adalah sebagai pewaris, bukan hanya pewaris dalam bidang harta benda saja,
tetapi yang lebih penting adalah juga sebagai pewaris dalam perjuangan. Zakaria sangat gelisah
bahwa sepeninggal dia kelak, tidak didapati orang yang bisa dipercaya untuk melanjutkan misi
perjuangannya Untuk itulah tiada henti-hentinya, siang maupun malam, pagi maupun petang,
Zakaria terus berdo’a untuk dikarunia anak
Apa yang dialami Zakaria, ternyata dialami pula oleh Ibrahim a s. Hal ini bisa dibaca dalam
QS. as-Shaffat: 100, yang mengisahkan doa Ibrahim agar ia dianugerahi seorang anak. Kalau Zakaria akhirnya dikabulkan Allah dengan dikarunia Yahya, Ibrahim pun dikabulkan Allah dengan dikarunia Ismail.Kedua-duanya, baik Yahya maupun Ismail, dikemudian hari berfungsi sebagai penerus perjuangan ayahnya, kedua-duanya menjadi Nabi utusan Allah.
Apa yang menjadi harapan Zakaria dan Ibrahim ini ternyata juga menjadi harapan semua
orangtua. Karena memang begitulah yang dinashkan dalam al-Qur’an, bahwa salah satu fitroh manusia, adalah adanya rasa kecintaan dan kerinduan kepada anak.Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 14, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu pada wanita-wanita, anak- anak,...”
Dalam ayat yang lain, yaitu QS.al-Furqan: 74, Allah melukiskan bahwa anak keturunan itu
sebagai “qurrata a’yun” (penyejuk hati), sedang dalam ayat yang lain lagi (QS.Al-Kahfi: 46),
digambarkan sebagai “zinatul hayatiddunya” (perhiasan hidup). Begitulah dalam kehidupan sehari-hari, apa yang dinashkan oleh Al-Quran ini memang benar adanya. Setiap orangtua, betapapun kaya dan tinggi jabatannya, rasanya belum lengkap hidupnya bila belum dikaruniai anak.Hidupnya terasa hambar, sunyi, sepi dan tidak bermakna. Akhirnya, iapun rela berkorban harta untuk periksa keberbagai dokter ahli kandungan, atau bahkan ke dukun-dukun, hanya sekedar untuk memperoleh anak. Disamping itu, peran anak dalam ajaran Islam juga sebagai amal orang tua yang pahalanya tiada putus-putus dan tetap akan mengalir walaupun orangtuanya telah meninggal dunia. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw.dalam sabdanya:“Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya kecuali dari 3 perkara, yaitu dari shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau mendoakannya”. (HR Bukhari-Muslim).

Dari hadits di atas, kedudukan anak disamping sebagai pelanjut perjuangan orangtua,pelestari keturunan dan sebagainya, tetapi juga sekaligus sebagai investasi amal bagi orangtuanya yang pahalanya terus menerus tiada henti. Itulah barangkali yang menyebabkan Allah menyebut
peristiwa kelahiran anak itu sebagai sesuatu yang menggembirakan.Dalam QS.Maryam. 7 Allah
SWT berfmnan:“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pemah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS.Maryam 7).

Anak merupakan bagian penting dalam kehidupan keluarga Muslim. Mereka dipandang sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tua, dan setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan kasih sayang sesuai dengan ajaran Islam. Pandangan Islam terhadap anak mencakup tanggung jawab orang tua dalam mendidik, menjaga, serta mendoakan kebaikan bagi anak-anaknya. Pendidikan agama dan akhlak menjadi fondasi dalam membentuk karakter anak sejak dini. Penelitian ini membahas pandangan Islam tentang anak serta pentingnya peran orang tua berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang relevan.

 Anak sebagai Karunia dan Amanah dari Allah SWT

Dalam Islam, anak dipandang sebagai karunia besar dari Allah SWT. Al-Qur’an menyebutkan bahwa keberadaan anak membawa kebahagiaan dan merupakan anugerah yang patut disyukuri. Setiap anak yang dilahirkan merupakan tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, dan orang tua wajib menjaga serta mendidik mereka dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun