Generasi Z atau yang sering disebut Gen Z, merupakan generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Gen Z tumbuh di era teknologi digital dan memiliki keterikatan erat dengan internet dan media sosial yang tentunya tidak asing lagi dengan platform seperti Instagram,Tiktok, Twitter dan web lainnya. Platform tersebut bukan hanya digunakan sebagai media hiburan ataupun komunikasi tetapi juga memengaruhi gaya hidup dan pola pikir mereka karena adannya tren yang muncul dan menyebar dengan cepat di media sosial. Media sosial di zaman sekarang sangat berpengaruh bagi kehidupan sesorang karena hampir semua kalangan menggunakan media sosial. Di satu sisi, tren media sosial mampu memberikan dampak positif dengan menciptakan ruang kreatifitas, sarana edukasi, peluang ekonomi seperti bisnis online, dan juga untuk media pembelajaran yang sangat mempermudah di era sekarang ini. Namun, tren di media sosial juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti konsumtivisme, kecemasan, dan permasalahan identitas.
      Salah satu aspek yang paling terpengaruh oleh media sosial adalah gaya berpakaian dan tren fashion. Media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan tren mode terkini melalui influencer, selebriti, maupun konten kreator. Generasi Z sering kali menjadikan tren ini sebagai acuan dalam menentukan gaya berpakaian mereka. Misalnya, tren thrift shopping atau belanja pakaian bekas semakin digemari karena dianggap lebih ekonomis dan ramah lingkungan, sementara tren fast fashion tetap menjadi pilihan karena kemudahannya diakses melalui toko-toko online. Tren seperti gaya Y2K dan streetwear yang sempat populer di masa lalu pun kembali digandrungi oleh Generasi Z berkat penyebaran konten di platform media sosial. Namun, dampak dari tren ini tidak selalu positif. Di sisi lain, dorongan untuk terus mengikuti perkembangan fashion membuat sebagian besar dari mereka terjebak dalam perilaku konsumtif.
      Selain memengaruhi fashion, media sosial juga turut membentuk pola konsumsi Generasi Z. Konten-konten seperti unboxing, haul shopping, dan promosi produk oleh influencer menjadi pemicu perilaku konsumtif. Tren barang viral sering kali membuat banyak individu merasa terdorong untuk membeli sesuatu meskipun tidak membutuhkannya. Fenomena ini juga didorong oleh sistem endorsement dan affiliate marketing, di mana influencer berperan sebagai perantara yang mempromosikan berbagai produk kepada audiens mereka. Meskipun hal ini membawa dampak positif dengan membuka peluang ekonomi bagi pelaku bisnis online, perilaku konsumtif ini tetap berpotensi menimbulkan masalah seperti kebiasaan boros dan mengabaikan kebutuhan finansial jangka panjang.
      Tidak hanya dalam aspek konsumsi, media sosial juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan mental dan pola interaksi sosial Generasi Z. Tren media sosial sering kali memunculkan fenomena Fear of Missing Out (FOMO), yaitu ketakutan akan tertinggal tren yang sedang populer. Hal ini membuat banyak anak muda merasa cemas atau tertekan untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru di media sosial. Konten yang menampilkan kehidupan "sempurna" juga menjadi faktor yang memicu perbandingan sosial, di mana individu merasa kurang percaya diri karena membandingkan kehidupannya dengan orang lain. Standar kecantikan seperti "body goals" pun semakin memperburuk situasi ini, karena banyak individu merasa terbebani untuk tampil sesuai ekspektasi yang dibentuk oleh media sosial. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengalami kecemasan, stres, bahkan gangguan kesehatan mental seperti depresi.
      Namun demikian, media sosial juga membawa dampak positif yang tidak bisa diabaikan. Platform ini telah menjadi ruang bagi Generasi Z untuk menyalurkan kreativitas mereka dalam berbagai bentuk, seperti video edukatif, karya fotografi, desain grafis, dan tulisan inspiratif. Selain itu, media sosial juga menjadi wadah untuk menciptakan peluang ekonomi baru. Banyak anak muda memanfaatkan media sosial sebagai platform untuk menjalankan bisnis online, menjadi content creator, atau memulai pekerjaan di bidang digital marketing. Tidak hanya itu, media sosial juga berperan dalam penyebaran informasi dan edukasi. Tren edukasi digital, seperti video pembelajaran singkat dan kampanye isu-isu sosial, semakin memudahkan Generasi Z untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Bahkan, gerakan sosial seperti kampanye lingkungan dan isu kesehatan mental kerap mendapat perhatian yang lebih luas melalui media sosial.
      Dampak positif dan negatif dari media sosial terhadap Generasi Z menunjukkan bahwa penggunaan teknologi ini perlu diimbangi dengan kesadaran yang lebih bijak. Literasi digital menjadi hal yang penting agar Generasi Z mampu memilah tren yang bermanfaat dan menyaring konten yang relevan. Selain itu, pengaturan waktu dalam menggunakan media sosial juga perlu dilakukan agar aktivitas digital tidak mengganggu produktivitas dan kehidupan nyata. Generasi Z juga perlu fokus pada pengembangan diri, seperti mempelajari keterampilan baru, mengejar hobi, atau mengembangkan kreativitas yang lebih produktif, sehingga media sosial dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
      Secara keseluruhan, tren media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gaya hidup Generasi Z. Media sosial telah menjadi ruang yang membuka banyak peluang, mulai dari mengekspresikan diri, menciptakan kreativitas, hingga memanfaatkan peluang ekonomi. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, tren media sosial juga dapat memicu masalah konsumtivisme, tekanan sosial, dan masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, penting bagi Generasi Z untuk memahami cara menggunakan media sosial secara sehat dan produktif agar pen    garuh positifnya dapat dioptimalkan, sementara dampak negatifnya dapat diminimalisir. Dengan demikian, media sosial dapat menjadi alat yang mendukung perkembangan individu dan membantu Generasi Z mencapai potensi terbaiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H