RITUAL PALAHO SEBUAH KEBUDAYAAN MASYARAKAT KERINCI
Oleh: ZARMONI
Penggiat Seni dan Kebudayaan Kerinci
Kata “palaho” dalam bahasa Kerinci tidak diketahui asal muasalnya, namun menurut hemat penulis, kata Palaho dapat diartikan sebagai “Pelihara” dimana palaho ini ialah untuk menjaga hubungan bathin dengan makhluk gaib, baik arwah leluhur maupun dengan makhluk gaib lainnya.
Ritual palaho di Kerinci telah lama dilaksanakan, merupakan warisan nenek moyang yang hingga kini masih banyak dilaksanakan, meskipun telah bercampur dengan keyakinan dan kepercayaan penduduk saat ini.
Prosesi palaho ini bertujuan untuk mengobati suatu penyakit, meminta, ataupun hanya sekedar melaksanakan adat istiadat setempat. Palaho ini merupakan kearifan lokal masyarakat Kerinci yang perlu di lestarikan sebagai edukasi budaya bagi generasi berikutnya. dimana Didalam Palaho ini mengandung nilai seni, religi, dan puji-pujian kepada arwah leluhur dan Sang Pencipta.
Berbagai macam ritual palaho yang dilaksanakan di Kerinci, baik palaho untuk manusia, maupun menyangkut tempat hunian, atau pembukaan lahan baru.
Sementara bahan dan alat-alat ritual yang paling penting di Kerinci adalah:
1. Alat-Alat Palaho
1) Tika Pandan
Tika pandan ialah tikar anyaman dari daun pandan yang lebarnya berkisar antara setengah meter kali satu setengah meter (0,5 M x 1,5 M).
2) Bakun
Bakun ialah alat/wadah tempat beras yang terbuat dari anyaman bambu yang digunakan masyarakat Kerinci untuk mencuci beras sebelum di tanak menjadi nasi.
3) Benang Sipuluh
Benang sipuluh ialah benang wol panjang bewarna putih yang dikumpal menjadi sebuah gulungan dengan isinya berupa “Cincin Anye” atau gelang perak.
4) Gelang Perak
Gelang perak merupakan pusaka dari Ninik Mamak , yang bentuk nya bearneka ragam. Namun yang kuno rata-rata bentuknya seperti gambar berikut :
5) Keris
Keris merupakan harta pusaka leluhur Kerinci pegangan dari para Depati . Keris Kerinci asli bentuknya lurus dan gagang/hulunya menghadap kedepan. Namun seiring dengan banyaknya leluhur pendatang dari daerah luar, ada juga keris yang berluk 5, 7, 9.
6) Kain Putih Limo Ito
Kain putih limo ito ialah kain kafan baru yang belum pernah terpakai sepanjang lima hasta, yang disebut sebagai kain tudung ikat.
7) Cincin Anye
Yaitu cincin kuningan yang dipakai pada zaman dahulu sebagai alat tukar menukar barang sebelum dikeluarkannya mata uang.
8) Mangkuk Cinano / Cawan
Mangkuk cinano atau cawan putih ini ialah sejenis cawan kecil berwarna putih digunakan sebagai media tempat “ayie cinano ” yaitu air putih yang akan dimantrai oleh Balian atau arwah leluhur untuk obat. Atau sering juga digunakan sebagai tempat beras kunyit atau rendang breh atau nam metih.
9) Manek Sebah
“Manek sebah” ialah tasbih yang digunakan untuk berzikir selepas shalat. Manek sebah ini adalah pusaka “Anak Jantan” atau anak lelaki dalam keluarga. Penggunaan nya biasanya dililitkan pada keris.
10) Al-Qur’an
Al-qur’an merupakan kitab suci umat Islam, sehingga al-qur’an juga merupakan salah satu syarat untuk melakukan palaho yang diletakkan diatas “jekat”.
11 )Pisau Ktun
Pisau ktun ialah pisau lipat kecil yang digunakan untuk membelah pinang, dan lain sebagainya.
12) Gung
Gung dalam bahasa Kerinci dialek Siulak ialah penyebutan untuk alat musik yang bernama “gong”. Ia digunakan sebagai media alat musik pada acara tari asiek Kerinci.
13) Dap
Dap ialah penyebutan untuk rebana besar sebagai peningkah musik dalam tari asiek bersamaan dengan gung.
2. Bahan-Bahan Untuk Palaho
1)Beras
Beras merupakan makanan pokok masyarakat Kerinci, sehingga untuk mahar dalam bahasa kerinci disebut “Jekat ” beras merupakan salah satu bahan yang teramat penting untuk “menegakkan jekat ”. Beras jekat ini terdiri dari :
(1)Jekat Sicupak, jumlahnya “satu canting setengah ditambah tiga genggam”. Canting ialah kaleng bekas susu kental manis Indomilk atau sejenisnya.
(2)Jekat Sigantang
Nilai satu gantang disini tergantung ketetapan sang Tabib/dukun/balian salih. Berkisar antara “enam canting, delapan canting, atau sepuluh canting”.
Beras jekat tersebut dimasukkan kedalam bakul beserta dengan sirih pinang dan alat-alat lainnya sesuai ketentuan Sang Dukun/Tabib/Balian Salih.
2) Sirih
Sirih hijau (Piper betle L) merupakan tanaman asli Indonesia. Sirih merupakan tanaman obat tradisional sekaligus merupakan tumbuhan yang sakral di Kerinci. Selain sebagai media obat tradisional, daun sirih ini juga merupakan alat yang digunakan untuk mengundang Depati Ninik Mamak, dan masyarakat dalam suatu hajatan.
3) Pinang
Pinang yang memiliki nama latin Areca catechu L adalah tanaman dengan famili Arecaceae. Pohon pinang bisa memiliki tinggi sampai 20 meter dengan garis tengah 15 cm. Pinang masih satu keluarga dengan kelapa dan merupakan tanaman berjenis monokotil dan masih tergolong palem-paleman.
Tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan rumah atau juga tumbuh liar di banyak tempat, seperti tepi sungai. Di Nusantara, pinang memiliki banyak nama seperti Pineung (Aceh), Batang Mayang (Karo), Pining (Toba), Batang Pinang (Minangkabau), dan Jambe (Sunda dan Jawa).
Di Kerinci pinang merupakan salah satu alat ritual yang berkalaborasi dengan sirih, gambir, dan kapur.
4) Gambir
Gambir merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Rubiaceae dengan nama latin Uncaria Gambir (Hunter) Roxb. Tanaman gambir yang merupakan tanaman yang diduga berasal dari Indonesia ini banyak digunakan untuk menyirih, selain itu gambir juga bisa digunakan sebagai obat-obatan.
5)Kapur Sirih
Kapur sirih berasal dari pembakaran kulit kerang, siput, dll. Yang digunakan untuk memakan sirih beserta gambir dan pinang, sehingga ludah akan berwarna merah.
6) Rokok Enau dan Tembakau
Rokok enau merupakan rokok yang berasal dari daun pucuk pohon enau (aren). Cara pembuatannya ialah, pucuk daun pohon aren yang muda masih bersatu (belum menjadi pelepah) berwarna hijau kekuning-kuningan dipisah, kemudian lapisannya yang seperti plastik dibuang / di raut dengan pisau tajam, lalu dijemur. Rokok enau ini biasa digunakan untuk membuat sirih tiga kapur rokok tiga batang, atau sirih rajo.
7) Bungo Suli dan Bungo Cino
Bungo suli dalam bahasa ilmiah dikenal dengan Hedychium coronarium, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut Gandasuli ialah bunga yang sakral, bentuknya putih banyak tumbuh dipinggiran sungai dan rawa, bentuk pohonnya seperti batang dan daun kecombrang.