Mohon tunggu...
Zarmoni
Zarmoni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Seni dan Budaya Kerinci

Penggiat Seni, Adat dan Budaya Kerinci

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kecewa Dalam Kesunyian

14 Mei 2023   22:12 Diperbarui: 14 Mei 2023   22:56 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja menepi di puncak bukit, membawa seribu lara di dada, langkah kaki perlahan menjauh, mengejar redup lampu dan kegelapan. Aku ingin bersembunyi, menyepi di peraduan tanpa cahaya, tanpa kerlipan bintang dan senyum rembulan. Biar semua tahu, biar semua lena akan kisah nan setiap hari tergores para pujangga, hanya kisahku nan penuh nestapa, menggelepar dalam dunia tandus dan cadas, meski lukisan di romanku penuh warna, namun badai asmara, amukan taufan di dada bertahta.

Senja perlahan jatuh keperaduan, cakrawala tanpa bianglala, hanya guratan senja berkilau kekuningan tersapu awan hitam dan halilintar. Aku terus menjauh... bersembunyi kedalam pekat malam tanpa pelita, mengayunkan seribu langkah kegundahan, akan peliknya problema kehidupan di dunia fana. Untuk apa kuukir kisah jika kemunafikan selalu bertahta saban hari, hanya akan menjadi dongengan anak cucu tentang cinta palsu, tentang janji tanpa pernah tertepati, atau dongeng pelipur lara, dalam kamus nan tak pernah tamat terbaca. Aku sendiri ambigu...

Hidup memang kadang kejam dan penuh kepalsuan, namun menyendiri dan menepi, bukan tindakan seorang jumawa, hanya seorang penyair nan patah hati, akan larut dalam dongengan dan permainan kata. Aku bukanlah Amir Hamzah nan pandai merajut mahligai kata, sehingga kaum hawa terlena dan terpesona, atau aku juga bukan Chairil Anwar, nan membara dalam setiap untaian kata, sehingga membakar adrenalin pembaca untuk merobek kesombongan. Tapi aku tetaplah aku, Zarmoni seorang lelaki nan terlahir dari kesunyian, memporak porandakan kemegahan Bumi Sakti Alam Kerinci, tapi tetap tertinggal dalam untaian kata tak bermakna.

Kini senja telah lenyap... berlalu bersama angin kelana, dan semilir udara mengantar tetesan hujan dan petir, halilintar menggelegar mengguncang tanah bumi Sakti Alam Kerinci, aku telah menjauh... dan bersembunyi nun di kedalaman samudera, tanpa bekas... tanpa nisan... tanpa ratapan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun