Ayam Klino menoleh menatap Batinting yang khusuk seraya tersenyum "Baiklah Bruk Panjagungan, dua tahun lagi jemputlah anakmu kesini, aku akan memberikan seluruh ilmuku untuknya, ia telah tertulis untuk menjadi pemimpin Hulubalang, dan akan menjadi Raja yang kuat dinegeri Antau Kabun-Kabun nantinya..!" setelah berkata demikian, Ayam Klino memegang bahu Batinting lalu melesat keatas puncak Gunung Bungkuk yang banyak ditumbuhi kayu besar dan penuh kabut.
Dipuncak Gunung Bungkuk, Batinting dengan serius mengikuti latihan kebathinan yang diajarkan oleh Ayam Klino, ia tak pernah mengeluh, siang malam ia menempa kebathinannya mengharap Sang Hyang Widi atau pencipta langit dan bumi memberinya sugesti, ia sengaja memilih senjata sebuah sumpit beracun yang sakti, sering ia menyumpit ular, burung, bahkan gajah yang langsung mati seketika tatkala terkena sumpitannya. Akhirnya ia bertapa dibawah pohon besar dalam waktu yang cukup lama hingga tubuhnya telah ditumbuhi oleh lumut dan seekor burung Limbuk Putih bertengger diatas kepalanya dan membuat sarang disana.
Tidak terasa waktu berlalu musim berganti tahun berubah, tibalah saatnya Bruk Panjagungan menjemput Batinting di Gunung Bungkuk. Ia datang pada malam jum'at kliwon kala itu, ia datang bersama anak buahnya dan dua orang gadis kecil adik batinting yang bernama Kemuning yang berusia sepuluh tahun, dan Sleh Itam yang berusia delapan tahun. Setelah melakukan ritual seperti sebelumnya, lalu turunlah sebuah cahaya menuju Bruk Panjagungan, lalu menjelma seorang kakek tua Ayam Klino.
"Wahai Bruk Panjagungan, tibalah saatnya kau membangunkan Batinting, pagi besok naiklah keatas Gunung Bungkuk, bangunkan anakmu, ia telah berubah menjadi seorang kesatria sakti, bahkan akupun tak bisa membangunkannya, ia telah lebih sakti dari pada aku..!" ujar Ayam Klino seraya menatap dua orang gadis kecil bersama Bruk Panjagungan.
"Astaga... kalau begitu terpaksa kami naik pagi besok Tuan guru... namun sebelumnya ampun beribu kali ampun, Sio ingin bertanya tentang kedua anak gadis Sio kepada Guru, bolehkah..?" ujar Bruk Panjagungan seraya bersimpuh dihadapan Ayam Klino bersama kedua putrinya.
"Cukup... kedua anak gadismu ini tidak kuterima sebagai murid..! biarkan ia mengikuti Batinting, mengembara untuk membuka wilayah baru nantinya..!" ujar Ayam Klino seraya mukso dari hadapan mereka.
Pagi menjelma, Bruk Panjagungan beserta kedua puterinya mendaki Gunung Bungkuk dengan hati-hati, akhirnya setelah bersusah payah, sampailah mereka diatas puncak gunung Bungkuk. Puncak Gunung Bungkuk begitu bersih, disana ada sebuah gubuk reot yang dihuni oleh Ayam Klino. Ayam Klino menghampiri mereka dengan takzim, "Wahai anak gadis mari masuk kegubuk kakek, kita makan ubi rebus dan pisang bakar..!" seru Ayam Klino tersenyum. Kedua anak Bruk Panjagungan berlari menuju gubuk sang kakek.
"Wahai guru, dimanakah anakku Batinting bersemedi?" Bruk Panjagungan sudah tak sabar untuk bertemu anaknya.
"Coba kau cari dibawah kayu besar itu..!" tunjuk Ayam Klino kepada sebatang pohon besar.
Dengan hati-hati, Bruk Panjagungan menuju kayu tersebut, namun alangkah kagetnya dia, disana ada sebuah gundukkan kecil dipenuhi lumut, diatasnya ada seekor burung Limbuk Putih yang bersarang menatapnya dengan marah, sementara seekor ular besar melilit gundukkan itu. Dengan kebathinannya yang tingkat Dewa, Bruk panjagungan mengucapkan mantera dan menciprakkan air putih yang sudah dimanterai tadi keatas gundukkan tersebut, tetapi burung Limbuk Putih menyerangnya, ia kewalahan melawan serangan Burung Limbuk Putih, akhirnya ia berlari kedalam gubuk Ayam Klino.
"Ha..ha..ha.. ketahuilah Bruk Panjagungan, selagi Burung itu hidup, anakmu tak akan terkalahkan, karena semua ilmunya disimpan oleh Burung Limbuk Putih tersebut. Aku pun tak mampu membangunkan anakmu dari kemarin..!" tawa Ayam Klino melihat Bruk Panjagungan kelelahan menghadapi Burung Limbuk Putih tersebut.