Mohon tunggu...
Zarmoni
Zarmoni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Seni dan Budaya Kerinci

Penggiat Seni, Adat dan Budaya Kerinci

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ragam Bahasa Kerinci nan Majemuk

14 November 2022   12:13 Diperbarui: 1 Desember 2022   00:05 2177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa menunjukkan Bangsa, begitu slogan yang terpateri didalam buku Bahasa dan Sastra Indonesia pelajaran tingkat SMP dan SMA. Memang benar, Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang disebut Nusantara, memiliki beraneka ragam adat dan budaya, serta bahasa yang berbeda pula. Bersyukurlah ada Bahasa nasional yang dipakai untuk menyatukan yakni bahasa Indonesia.

Kerinci merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi bagian dari Negara Indonesia yang memiliki Adat, Budaya, dan Bahasa yang beraneka ragam.

Di sini dapat pula kita telusuri bahwa lain desa, lain dialek bahasa yang dipakai sesuai kesukuannya, di Kerinci Suku disebut juga dengan "Luhah" dan masing-masing Luhah dikelompokkan dalam kesukuan kecil yang disebut "Kalbu" atau "Jurai".

Pada prinsipnya setiap bahasa daerah di Kerinci dapat kita kelompokkan sesuai wilayah kekuasaan Luhah Adatnya seperti:

1. Wilayah Adat Depati Muaro Langkap di Tamiai dan turunan Luhahnya;
2. Wilayah Adat Depati Rencong Telang di Pulau Sangka beserta turunan Luhahnya;
3. Wilayah Adat Depati Biangsari di Pengasi beserta turunan Luhahnya;
4. Depati Atur Bumi di Hiang beserta dengan turunannya beliau merupakan orang yang bergelar dua, jika beliau duduk ti Saleman gelar beliau adalah Depati Batu Hampar ;

Depati Empat diatas merupakan Pucuk Jalo Perimpunan Ikan di Kerinci ini, yang kemudian menurut Tambo, Depati Atur Bumi membagi kain kebesarannya yang disebut Selapan Helai Kain atau Mendapo yang Salapan, yaitu:

Tiga di bagian Hilir Empat dengan Tanah Rawang:

1. Penawar;
2. Hiang;
3. Saleman;
4. Rawang; 

Tiga di bagian mudik empat dengan tanah rawang:

1. Semurup;
2. Depati Tujuh;
3. Kemantan:
4. Rawang.

Ditambah dengan daerah otonomi seperti:

1. Lekuk Limo Puluh Tumbi Lempur;
2. Lolo Klambu Rajo;
3. Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak;
4. Tanah kampung dan Sungai Penuh Punggawe Rajo Punggawe Jenang.

Dari daerah kedepatian diatas, lain Luhah (suku) lain bahasa dan lain dialek dalam percakapan sehari-hari. Seperti Bahasa Tamiai berbeda dengan bahasa Hiang, dan Bahasa Pulau Tengah, berbeda dengan bahasa Siulak.

Begitulah keadaan yang berlaku, dimana bahasa ini terpengaruh oleh asal-usul ninik moyang orang Kerinci yang tidak satu suku.

Perbedaan dialek di sini sangat kontras, seperti bahasa Kerinci ke bahasa Indonesia:

  • Kami, kamai, kmai = kami
  • Kito, kiteo, kitu, = kita
  • Kmano, kmanu, kanou, kneo = Kemana

Namun kesemuan aneka dialek bahasa ini dapat disatukan dengan bahasa Kerinci umum yakni bahasa Daerah Siulak.

Kenapa penulis mengatakan demikian?

Karena perbendaharaan Bahasa Kerinci banyak terpengaruh oleh bahasa Siulak, dimana dari tahun 1940-han seni musik ataupun lagu daerah dipelopori oleh bahasa Siulak yang membuat bahasa Siulak dimengerti oleh hampir mayoritas orang Kerinci, karena lagu yang beredar dari zaman dahulu adalah lagu daerah Siulak. namun dewasa ini, sudah banyak muncul lagu-lagu yang memakai dialek daerah masing-masing.

Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak, merupakan wilayah adat tiga depati, yaitu:

1. Rajo Simpan Bumi di Siulak Gedang;
2. Depati Intan di Siulak Mukai;
3. Depati Mangkubumi di Siulak Panjang.

Masing-masing kedepatian ini memiliki wilayah adat dan turunan masing-masing dan memiliki dialek yang berbeda. Seperti:

1. Wilayah Depati Intan Siulak Mukai yang dikenal dengan sebutan "Uhang Mukai" dialek bahasanya terkesan agak keras.

Bahasa Siulak Mukai yang keras ini sudah banyak mengalami penurunan dialek ketika persebaran masyarakatnya sudah bercampur dengan orang daerah lain, seperti dialek Koto Kapeh, Sungai Pegeh, Sungai Lebuh, Koto Lebuh Tinggi, Lubuk Nagodang, Siulak Deras, dan desa-desa lain di Kecamatan Kayu Aro dan Kecamatan Gunung Tujuh yang memang diakuisisi oleh mayoritas persebaran penduduk Siulak Mukai.

2. Wilayah Rajo Simpan Bumi yang dikenal dengan sebutan "Uhang Sulak Gdang" dialeknya terkesan mendatar mirip dialek bahasa minang umum yang memang Siulak Gedang ini leluhur mereka dari Minangkabau.

Namun dalam percakapan sehari-hari juga terpengaruh oleh eksen penduduk pesebarannya seperti Koto Beringin, Siulak Kecil, Air Terjun, Koto Tengah, Desa Dalam, Bendar Sedap, Telago Biru, Simpang Tutup, Tanjung Genting, Suko Pangkat, Tangkil hingga daerah Kayu Aro sesuai persebaran penduduknya.

3. Wilayah Depati Mangkubumi Siulak Panjang yang dikenal dengan sebutan "Uhang Sulak Panjang" dialeknya terkesan berirama yang khas.

Hal ini masih kita jumpai ketika bercengkerama dengan para panatua yang eksen bahasanya masih monoton.

Dialek ini berlaku untuk persebaran penduduk Siulak Panjang seperti Dusun Baru Siulak, Koto Aro, Koto Rendah, Sungai Batu Gantih, Tanjung Genting dan lain sebagainya.

Untuk Daerah Siulak saja, bila kita melihat dialek, maka dialek umum yang berlaku adalah dialek Siulak Gedang yang merupakan Pucuk jalo Perimpunan Ikan di Tigo Luhah Tanah Seskudung Siulak.

Perbedaan bahasa yang signifikan memang tidak kentara, paling-paling sebutan untuk suatu benda seperti:

- Beliau: Siulak Gedang dan Siulak Panjang "Yau" sedangkan di Siulak Mukai "Sidu".
- Paman: Siulak Gedang & Siulak Panjang "Mamak" sedangkan di Siulak Mukai "Mamak dan Tuan".
- Tante: Siulak Gedang & Siulak Panjang "Datung/Latung" sedangkan di Siulak Mukai "Latong".
- Barat: Siulak Gedang "Lahat/Lah Lahen" Siulak Panjang "Lujung/Kujung" sedangkan di Siulak Mukai "Tumpun".

Dan masih banyak lagi dialek dan aksen yang berbeda, namun kesemuanya dapat disatukan dalam percakapan keseharian dengan bahasa Siulak Umum.

Sementara intonasi, aksen, dan dialek arah Siulak Kecil dan Air Terjun dipengaruhi oleh bahasa "Ibu" asal-usul ninik moyang mereka yang berasal dari daerah Koto Majidin sehingga bahasa sehari-hari sekarang lebih kentara dialek Koto Majidin.

Kerinci terdiri dari dua ratus lebih desa yang memiliki dialek yang berbeda-beda, Adat yang sama, yakni sama-sama menganut sistim garis keibuan "Matrilinial". Adatnya sama namun pemakaian Icuk-Ico pegang pakai yang berbeda. 

Sedangkan untuk bahasa pasar seperti pasar sungai penuh, pasar Siulak Gedang, umumnya menggunakan bahasa minangkabau karena memang para penduduk pasar mayoritas orang minang, dan di daerah kayu aro sebagian menggunakan bahasa Jawa terutama di PTPN 6 yang pekerjanya mayoritas penduduk jawa Pujakusuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera).

Jika Bapak/Ibu ingin menikmati suasana aneka ragam bahasa, adat, budaya, dan Destinasi Wisata, marilah datang ke Kerinci negeri sejuta kenanga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun