Ditambah dengan daerah otonomi seperti:
1. Lekuk Limo Puluh Tumbi Lempur;
2. Lolo Klambu Rajo;
3. Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak;
4. Tanah kampung dan Sungai Penuh Punggawe Rajo Punggawe Jenang.
Dari daerah kedepatian diatas, lain Luhah (suku) lain bahasa dan lain dialek dalam percakapan sehari-hari. Seperti Bahasa Tamiai berbeda dengan bahasa Hiang, dan Bahasa Pulau Tengah, berbeda dengan bahasa Siulak.
Begitulah keadaan yang berlaku, dimana bahasa ini terpengaruh oleh asal-usul ninik moyang orang Kerinci yang tidak satu suku.
Perbedaan dialek di sini sangat kontras, seperti bahasa Kerinci ke bahasa Indonesia:
- Kami, kamai, kmai = kami
- Kito, kiteo, kitu, = kita
- Kmano, kmanu, kanou, kneo = Kemana
Namun kesemuan aneka dialek bahasa ini dapat disatukan dengan bahasa Kerinci umum yakni bahasa Daerah Siulak.
Kenapa penulis mengatakan demikian?
Karena perbendaharaan Bahasa Kerinci banyak terpengaruh oleh bahasa Siulak, dimana dari tahun 1940-han seni musik ataupun lagu daerah dipelopori oleh bahasa Siulak yang membuat bahasa Siulak dimengerti oleh hampir mayoritas orang Kerinci, karena lagu yang beredar dari zaman dahulu adalah lagu daerah Siulak. namun dewasa ini, sudah banyak muncul lagu-lagu yang memakai dialek daerah masing-masing.
Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak, merupakan wilayah adat tiga depati, yaitu:
1. Rajo Simpan Bumi di Siulak Gedang;
2. Depati Intan di Siulak Mukai;
3. Depati Mangkubumi di Siulak Panjang.
Masing-masing kedepatian ini memiliki wilayah adat dan turunan masing-masing dan memiliki dialek yang berbeda. Seperti: