Tongkat biasa digunakan ketika kita menempuh jalan yang licin maupun pendakian dan turunan. Disamping itu tongkat berguna untuk para orang sepuh dan orang cacat. Namun demikian, menilik perkembangan zaman peradaban para penyebar Islam di Indonesia pada umumnya, mereka memakai tongkat sebagai penambah kharismatiknya.
Adapun bentuk tongkat yang dipakai beraneka ragam mulai dari yang lurus biasa, bertangkaikan kepala hewan, atau berbentuk lainnya. namun fungsinya hampir sama, yakni sebagai penopang tubuh waktu berjalan.
Di Kerinci, penulis menemukan tongkat kuno yang diperkirakan berusia ratusan tahun, menurut riwayat pemiliknya, tongkat ini diwarisi dari ayahnya, ayahnya mewarisi dari kakeknya, kakeknya diwarisi dari sesepuhnya, dan sesepuhnya mewarisi dari buyutnya. Adapun umur ayah pemilik tongkat sekarang ini yaitu 80 Tahunan, dapat kita kalkulasikan umurnya sampai keatas, diperkirakan tongkat tersebut berusia lebih dari seratus tahun.
Tongkat ini berdiameter lebih kurang  112 cm, dengan badan tegak lurus terbuat dari pohon manau, dan dihiasi dengan anyaman rotan di bawah, tengah, dan atasannya. Kepalanya berbentuk hulu pegangan yang dianyam dari rotan. Menariknya, bila ditarik hulunya, maka akan keluar besi pedang dan bisa digunakan untuk menebas musuh, rerumputan, dan bisa dijadikan senjata. Yang mana bentuk dari besi pedang ini yaitu segitiga, punggungnya berbentuk pipih segi dua dan menajam kebawah. Konon amanat pemiliknya, pedang ini tidak boleh diasah.
Dewasa ini, melalui hasil pencarian Google dapat kita jumpai replika tongkat pedang yang beraneka ragam dan menarik, mulai yang terbuat dari logam, hingga kayu dengan ornamen yang menggugah selera, namun keistimewaan dari sang pemilik pedang kuno di Desa Siulak Gedang Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci ini, pedang yang berusia lanjut ini tidak pernah diasah, dan jarang dikeluarkan, dia sudah termasuk kedalam usia cagar budaya.
Menurut cerita turun temurun, pedang ini digunakan oleh kakek buyut mereka untuk berjalan memasuki hutan belantara, merantau, dan bepergian jauh sebagai tongkat sekaligus senjata jika dibutuhkan. Namun tongkat ini tidak pernah dibersihkan takut akan hilang "kharomahnya" menurut yang punya.
Tongkat pedang ini sekarang dijaga oleh keturunan kelima dari sang pemiliknya sebagai harta pusaka keluarga besar ayah mereka yang berasal dari suku (luhah/kalbu) Sirajo di Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak Kabupaten Kerinci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H