Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi memiliki keunikan serta beraneka budaya yang bersebaran. Baik berupa benda-benda dari zaman megalitikum maupun neolitikum.
Daerah Kerinci membentang dari Tamiai hingga ke Letter W Kayu Aro. Namun yang telah tersentuh oleh peneliti dari Purbakala dan Cagar Budaya hanya sebagian Kerinci daerah selatan seputaran danau Kerinci, sedangkan daerah hulu/utara Kecamatan Depati Tujuh, Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Air Hangat Barat, Kecamatan Air Hangat Timur, Kecamatan Siulak, Kecamatan Siulak Mukai, Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro Barat, hingga ke Kecamatan Gunung Tujuh masih banyak yang belum tersentuh.
Di antara peninggalan purbakala yang belum diteliti seperti pesebaran makam-makam kuno (petilasan) yang merupakan “kuburan” para leluhur atau ninik moyang yang sejarahnya “terlupakan” sehingga para generasi muda tidak mengenal asal-usulnya bahkan dari suku/luhah/kalbu mana ia berasal.
Di samping makam kuno, jejak-jejak pendahulu seperti gua, peninggalan surat-surat incung, gerabah, tabuh, dan rumah gedang (rumah adat) yang memiliki ukiran dan relief berusia lebih seratus tahun makin lama makin aus ditelan zaman dan hampir punah.
Kerinci memiliki beraneka ragam budaya yang perlu dilestarikan, karena menurut sebagian ahli yang pernah ditayangkan di Trans Tujuh TV, suku Kerinci merupakan Suku Tertua di dunia.
Namun penelitian secara objektif masih kurang, ditambah lagi pengaruh era globalisasi yang membuat generasi muda kurang ambisius dalam hal pemeliharaan kearifan lokal.
Kabupaten Kerinci, hawanya nan sejuk, pemandangan yang elok, serta adat dan kebudayaan dari suku melayu tua yang beraneka ragam mempunyai daya tarik tersendiri bagi para pelancong untuk berwisata kesini.
Gunung Kerinci yang merupakan gunung berapi tertinggi di Sumatera, sebagai puncak dari hamparan bukit barisan pulau Andalas, setiap saat dikunjungi oleh para pendaki dari nusantara maupun internasional.
Makam
Nah, menyangkut hal ihwal pesebaran makam-makam kuno atau petilasan leluhur, di Kabupaten Kerinci sangat kurang diperhatikan, padahal naskah-naskah kuno seperti surat incung, celak piagam, undang-undang adat diperjuangkan oleh para leluhur tersebut.
Belum lagi setiap desa/kampung di Kerinci ini memiliki cerita rakyat tentang awal berdirinya, tentu saja yang mendirikan kampung tersebut adalah orang-orang yang makamnya kini tidak terawat dan dilupakan, padahal setiap nama kampung yang diberikan oleh para leluhur memiliki makna dan pengertian, sehingga dapat menjadi salah satu nilai kebudayaan. Apalagi Kerinci memiliki bahasa yang beraneka ragam dialek.
Dari makam-makam tersebut, banyak cerita yang meriwayatkan bahwa asal-usul suatu kampung itu beraneka ragam,ada yang datang dari Jawa Mataram, dari Cina, dari Pagaruyung Sumatera Barat, dan sebagainya. Untuk mengetahui itu semua tentunya berdasarkan apa-apa yang telah mereka tinggalkan untuk dikaji dan diteliti oleh para pakar.
Namun kesemuanya itu tentunya tergantung kerjasama antara pihak penggiat budaya dan pemerintah yang bergerak dibidangnya dalam hal ini para peneliti purbakala, arkeologi, dan dinas kebudayaan.
Makam kuno yang bersebaran ini memiliki rumah gedang(rumah adat) yang kini telah banyak hilang digantikan rumah permanen, namun mirisnya para generasi dari leluhur tersebut tidak lagi mengenal asal-usul sejarahnya. Apalagi di setiap daerah di Kerinci ini memiliki hubungan antara desa yang satu dengan lainnya.
Makam-makam yang tidak terurus ini bermacam-macam jenis orangnya, ada makam kyai-kyai para penyebar agama Islam di Kerinci, ada makam-makam tua dari zaman budhiisme dan hinduisme, bahkan makam dari zaman animisme dan dinamisme.
Namun kurangnya perhatian para keturunannya untuk melestarikan membuat makam-makam tersebut hampir punah bahkan hilang tanpa jejak. Alangkah baiknya para generasi muda terus menggali tentang asal-usul suatu daerahnya melalui cerita lisan para petua dan mendokumentasikannya untuk menjadi khazanah budaya sehingga generasi berikutnya tidak kehilangan jejak tentang asal-usul mereka dan dari suku/luhah/kalbu mana mereka berasal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H