Mohon tunggu...
Zarmoni
Zarmoni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Seni dan Budaya Kerinci

Penggiat Seni, Adat dan Budaya Kerinci

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Mana Gerangan Minat Baca

27 Juni 2022   02:38 Diperbarui: 27 Juni 2022   04:59 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia melalui fase dalam hal menemukan aksara untuk pengganti mulut menyampaikan suatu maksud. Laksana mendaki sebuah tangga, berbagai percobaan dilalui oleh manusia-manusia pendahulu, sehingga lahirlah berbagai aksara di dunia ini. Melalui tulisan-tulisan, simbol-simbol yang ditinggalkan, manusia bisa belajar dan memahami suatu cabang ilmu. 

Para ahli, berusaha semaksimal mungkin melahirkan, merenovasi aksara-aksara yang ada, sehingga terwujudlah abjad yang bisa dipahami secara umum. Maka, lahirlah para pemikir-pemikir cabang ilmu untuk mendokumentasikan pemikirannya melalui sebuah prasasti, maupun buku.

Kita bisa menguasai sebuah ilmu karena membaca dan membaca. Dari zaman pra Kemerdekaan NKRI para pahlawan kita telah berusaha keras untuk belajar sebaik mungkin, agar dikemudian hari anak Bangsa ini mampu bersaing dengan generasi dari negara luar. Tokoh-tokoh sastrawan dari zaman Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, dan Angkatan 66 di Indonesia telah melahirkan pemikiran-pemikiran melalui media baca, buku, puisi, cerita, novel, maupun essai.

Puncak dari haus buku dan bahan bacaan setelah Indonesia Merdeka, dimana para petinggi negara telah menyusun agar pendidikan di negeri ini dapat berjalan lebih baik. Bahkan setiap waktu senantiasa memikirkan dan mengembangkan kurikulum agar lebih efisien untuk dunia pendidikan.

Para siswa dan sarjana senantiasa membaca buku untuk menambah wawasan dan tingkat intelektualitas nya. Bahkan perpustakaan sekolah tak kunjung sunyi karena pengunjung ramai mencari narasi dan referensi dalam menciptakan karya ilmiah.

Itu dulu...

Sebelum kemajuan zaman merasuki sukma bangsaku. Kini buku bagaikan seonggok "bangkai" yang perlahan-lahan dimakan rayap, bahkan sebuah buku karya dari Profesor ternama dan pemikiran yang jenius hanya dipakai untuk pembungkus gorengan.

Zaman berlalu...

Musimpun berganti...

Banyak artikel-artikel dari sebuah pemikiran yang belum di uji kebenarannya mejadi rujukan melalui browsing di internet, bahkan kadang hanya sebagai sebuah pemikiran kiri yang langsung dimakan mentah, seyogyanya buku tetap mejadi acuan para pelajar, dan media sosial dan "mbah google" sebagai referensi untuk menjabarkan suatu karya.

Mata hanya melihat yang tersurat, Telinga hanya mendengar irama dangndut, Mulut hanya komat kamit melafaskan asma selebrita ternama. Budaya dan Pola hidup berganti seirama detik jarum jam. Dimanakah semangat "siswa-siswa" sekarang? hanya segelintir saja yang masih peduli mengais buku-buku usang, membaca yang tersurat dan tersirat.

Budaya cinta buku, budaya membaca, kini entah dimana tertutupi permainan dunia hingga lena waktu percuma.

Miris....

Generasiku... Generasi "Manja"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun