Mohon tunggu...
Zarmoni
Zarmoni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Seni dan Budaya Kerinci

Penggiat Seni, Adat dan Budaya Kerinci

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Kebudayaan Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak

12 Februari 2022   14:04 Diperbarui: 13 Februari 2022   23:31 7486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. KEMATIAN

Kematian merupakan suatu perkara yang pasti. Apabila salah seorang anggota keluarga meninggal, maka masyarakat Siulak akan mengunjungi sanak familinya dengan membawa beras dan sabun mandi bagi yang perempuan sebagai ungkapan ikut belasungkawa atas kepergian sanak keluarga mereka. Disini berlaku adat “Mati mamak bagalang punakan, mati punakan bagalang paman”  artinya apabila yang meninggal itu seorang paman atau datung (bibi), maka para kemenakannya akan mengurus prosesi pemakamannya, mulai dari memandikan dan mengubu  rkan. Setelah itu pada malam pertama setelah dikuburkan akan diadakan acara shalat maghrib berjamaah, “shalat hadiyah” (bagi yang mau mengerjakannya), yasinan dan tahlil, shalat Isya berjama’ah, dan dilaksanakan acara “ahi katuhun”. Seterusnya shalat maghrib berjamaah, “shalat hadiyah” (bagi yang mau mengerjakannya), yasinan dan tahlil, shalat Isya berjama’ah sampai tujuh hari. Bedanya malam pertama, malam ketiga, dan malam ketujuh dadakan acara shadaqah berupa mendo’akan jenazah dengan acara kenduri.

Jika yang meninggal adalah orang tua (sudah berkeluarga) dan mereka telah melaksanakan Kurban dihari raya haji, maka ahli waris akan melaksanakan “nyuda paman” yaitu :

(1) Manggin panakan

Yaitu dimalam ketiga dari kematiannya akan diadakan acara manggin panakan dari yang meninggal,  dan setelah berkumpul diadakan acara adat, yaitu “magih kain pamakai petang” yakni uang adat untuk memberitahukan kepada seluruh kemenakan almarhum/ almarhummah bahwa paman mereka akan disudahkan pada hari ketujuh dari kematiannya. Besaran uang kain pemakai petang yaitu Rp. 15,- (15.000- 150.000);

(2) Naek Tanah dan Mulang Panyanda

Pada hari ketujuh, maka kemenakan dari almarhum-almarhummah akan berkumpul dirumah mendiang. Yang perempuan akan memasak nasi, gulai, lemang, dan juadah(lempuk), sementara yang laki-laki akan “naek tanah” dimakam paman mereka dengan membawa cangkul beserta batu ala kadarnya untuk meninggikan kuburan  paman mereka dan meletakkan batu dikuburan sang paman. Disini para kemenakan akan menuntut air minum (palalu kawo), rokok, dan “ayam palaha batu” kepada ipar/pumisan mereka (anak paman mereka). Besaran ayam palaha batu berkisar antara Rp. 150.000-300.000,- setelah membawakan tahlil dan do’a dikuburan paman mereka, maka mereka akan pulang kerumah mendiang untuk melaksanakan kenduri memperingati 7 hari kepergian paman mereka. Setelah acara kenduri diadakan, maka akan diadakan acara “narimo panyanda” yaitu ahli waris memberikan uang kepada para kemenakan almarhum-almarhummah yang terdiri dari :

(3) Ayam palaha batu (diberikan diatas kuburan);

  • Panyanda (besaran sesuai icuk-ico pegang pakai wilayah);
  • Bingkou kapalok (besaran sesuai icuk-ico pegang pakai wilayah);
  • Alat Pecah Belah/Alat Dapur besaran sesuai icuk-ico pegang pakai wilayah);
  • Breh Atah (pemakaian dan besaran sesuai icuk-ico pegang pakai wilayah)

 

Tujuan dari panyanda ini adalah untuk meningkatkan tali silaturrahim kekeluargaan antara keluarga paman dan kemenakan yang telah bertebaran dan jarang bertemu. Agar mereka tahu, bahwa si A adalah keluarga mereka.

 

6. PENDATANG/PERANTAU

Orang Siulak sangat ramah dengan pendatang. Ini terbukti bahwa di Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak penduduknya sudah heterogen. Berbagai suku banyak yang hijrah keranah Siulak.

Namun, menurut sepanjang Adat di Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak, jika ada pendatang yang mau tinggal di Siulak, baik untuk urusan bisnis, perdagangan, maupun membeli tanah di daerah Siulak, wajib mengikuti aturan dan Adat setempat yang sebelumnya harus memanggil para pemangku Adat di Desa Tersebut, para Depati Ninik Mamak, Pemerintahan Desa, BPD, dan Pemuda desa tersebut, dan membayar administrasi adat sesuai dengan adat yang berlaku di desa tersebut. Baru orang tersebut boleh dinaiki rumahnya, dan jika terjadi gangguan/yang tidak diharapkan pada keluarga tersebut, maka para depati Ninik Mamak akan melindungi orang tersebut selama orang tersebut berada dalam kebenaran dan kebaikan. Ia akan dianggap saudara yang menjadi tanggung jawab Ninik Mamak desa tersebut.

7. SENI KEBUDAYAAN DAERAH SIULAK

  • Ayun Guci
  • Lukah Gilo
  • Tari Asyiek
  • Tari Niti naik mahligai kaca
  • Pencak Silat
  • Seruling Bambu
  • K’ba Tupai Injang, dll.
  • Aneka kerajinan tangan, seperti Nyiru, Bakul, Jangki, Galeh, Sendok Tempurung, Tikar Pandan dan Tikar Bigau, dan lain sebagainya.

8. PENGASUH TIDUR ANAK SIULAK ZAMAN DAHULU

Biasanya sebelum tidur kala itu (zaman belum maju) yaitu berupa dongeng, fabel serta legenda asal muasal dari sesuatu. Diantaranya dapat dilihat pada Buku Cerita Rakyat Kerinci Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak yang sudah penulis publikasikan, diantaranya yaitu :

  1. Kambek Pgi Ngalah
  2. Anak Piatu dengan Keong Putih Pandai Bicara
  3. Siamang Pirang
  4. Puti Lading
  5. Batu Tinggi
  6. Asal-Usul Sungai Batang Merao
  7. Legenda Sungai Batas Siulak-Semurup
  8. Asal-Usul Siulak, dll

9. SEBUTAN/TUTU ORANG SIULAK

Orang Kerinci pada umumnya, untuk menghargai seseorang yang lebih tua kedudukannya, ataupun tua usianya, maka ada beberapa panggilan yang melekat pada mereka. Di Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak, ada beberapa panggilan/gelar menurut kedudukannya, yaitu :

  • Kayo, panggilan kayo merupakan untuk memanggil orang yang lebih tua usianya dari kita.
  • Iko, kata iko dipakai untuk memanggil seseorang yang sebaya atau lebih muda dari kita.
  • Pak Cik/Pak Itek, panggilan pak cik dipakai untuk saudara Bapak Kita yang laki-laki, atau suami dari adik/kakak ibu kita.
  • Nduk Cik/Mak Cik/Mak Itek, panggilan untuk adik/kakak ibu kita yang perempuan atau isteri dari saudara Bapak Kita yang laki-laki.
  • Mamak/Tuan, merupakan panggilan untuk saudara ibu kita yang laki-laki, atau suami dari adik Bapak kita yang perempuan.
  • Datung/Latung, merupakan panggilan untuk isteri dari saudara ibu kita yang laki-laki atau suami dari adik/kakak bapak kita yang perempuan. Disamping itu pula, sering dipakai untuk Calon Mertua/ ibu kekasih kita/muda-mudi.
  • Nyantan, merupakan panggilan untuk kakek kita, baik dari pihak bapak maupun ibu.
  • Tino, merupakan panggilan untuk nenek dari pihak ayah dan ibu kita.
  • Munyang, dipakai untuk menyebut orangtua dari kakek/nenek kita, baik yang laki-laki maupun yang perempuan.
  • Piyut, dipakai untuk menyebut orang tua dari munyang kita;
  • Apo Kuheng, dipakai untuk menanyakan jenis kelamin anak/bayi yang baru dilahirkan.
  • Pumisan. Pumisan adalah anak dari adik/kakak Bapak kita yang perempuan atau anak kakak/adik dari ibu kita yang laki-laki. (Pumisan = wanita/Pria yang boleh kita nikahi dalam kekeluargaan)
  • Mpun, merupakan bahasa yang agak kasar untuk memanggil orang sebaya laki-laki.
  • Kawu/Au, merupakan untuk memanggil perempuan yang lebih muda tanpa kita ketahui namanya.
  • Punakan/ Nakan, merupakan sebutan untuk anak dari saudara kita yang perempuan jika kita laki-laki, atau anak dari saudara kita yang laki-laki jika kita perempuan.
  • Cik, merupakan ungkapan untuk menyebut seseorang laki-laki dalam percakapan yang lebih muda dari kita. Misalnya:”Cik Aril belum pulang ya?”. Atau untuk kata tunjuk “Cik itu sapo gelanyo?”
  • Gelar kekeluargaan :
  • Abak/Ayah/Apak, adalah panggilan untuk Bapak kita.
  • Amak, Nduk, Nde, adalah panggilan untuk ibu kita.
  • Tuo/Wo, panggilan untuk kakak kita yang tertua.
  • Tngah/ Ngah, panggilan untuk saudara kita yang nomor dua.
  • Pandak/ Andak, panggilan untuk saudara kita yang nomor tiga.
  • Putih/ Utih, panggilan untuk saudara kita yang nomor empat.
  • Knek/ Nek, Panggilan untuk saudara kita yang nomor lima.
  • Kitam, adalah panggilan untuk saudara kita yang nomor enam.
  • Knsu/ Ncu, panggilan untuk anak yang terakhir.
  • BAHASA SEHARI-HARI DAN BAHASA KUNO SIULAK
  • Nding, Kata ini untuk menyebutkan hari kemaren, namun kata ini sudah diganti dengan kata Pteng.
  • Sla neh, dahulu kala.
  • Klam ci, Klam mantut, itam puam, ialah untuk menyebut situasi, warna, dan kondisi hitam pekat.
  • Maih minun kawo, ayo makan/minum snack
  • Ado Kayo Lumah? Adakah anda dirumah?
  • Idak, kami alem ladang, Tidak, kami diladang
  • Bilo kayo balik? Kapan anda pulang?
  • Idak apo alangan agi saminggu geh!, kalau tidak ada halangan seminggu lagi
  • Kalu kayo balik, bao kaminyok pisang yoh, kalau anda pulang bawa untuk kami pisang ya!
  • Iyo, duo tau aku mao pgi kabalai, jang bae ahi labalai!, iya, lusa akan saya bawa kepasar, tolong jemput dipasar.
  • Kami, kami ado kabalai dak, kipeng kami adonyan nahu lun, apanyo nyado bagawe minggu ini!, kami tidak pergi kepasar, uang kami tak punya, suami saya tidak bekerja seminggu ini.
  • O, yolah to, tau aku ngirim bae kak Mak Ina, jang bae ptang ahi kumah Mak Ina, o, yalah, biar saya kirimkan saja kepada Mak Ina, jemput saja kerumah Mak Ina sore hari.

10. KEBIASAAN KEAGAMAAN

Menjelang bulan ramadhan/ satu hari sebelum bulan puasa adat yang sudah lama ditinggalkan oleh Penduduk Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak ialah :

1) Mandi Balimau

Mandi balimau ialah mandi untuk menyucikan diri dari sifat kotor, jahat, dan bisa diartikan mandi taubat. Mandi balimau biasa dilakukan oleh penduduk jaman dahulu ketika menyambut kedatangan bulan suci ramadhan, sebagai upaya pembersihan diri, jasmani dan rohani dalam rangka menyongsong bulan penuh berkah, rahmah, dan ampunan.

Mandi balimau dilakukan dengan memotong limau (Jeruk) paling sedikit tiga macam, yaitu : Limau Purut, Limau Kapas (Jeruk nipis), dan limau kunci, lalu dimasukkan kedalam mangkuk untuk kemudian dibawa kesungai, lalu jeruk tersebut digosokkan keseluruh tubuh, dan ampasnya dibiarkan hanyut kehilir.

Adapun makna yang terkandung disana ialah, bahwa jeruk tersebut sebagai sarana penyucian jiwa dan sifat kotor yang harus dibuang dengan hanyutnya jeruk tersebut.

2) Berlemang

Salah satu kebudayaan daerah Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak ialah memasak lemang menjelang bulan suci ramadhan. Lemang ialah makanan khas Kerinci dengan cara memasaknya ialah beras ketan/labu dimasukkan kedalam bambu bersamaan dengan santan kelapa dan bumbu lainnya, lalu dimasakkan dengan disandarkan pada api yang menyala.

3) Kenduri  Syukuran Bersama

Untuk yang satu ini, masih ada beberapa masyarakat yang melakukannya. Yaitu, setelah kaum ibu-ibu memasak makanan dan lemang, maka pada siang ba’da zuhur akan diadakan kenduri/syukuran bersama dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci ramadhan.

4) Mutik Tontong

Mutik tontong maksudnya ialah membunyikan kaleng/atau beduk pada sepertiga malam dalam rangka membangunkan penduduk untuk makan sahur. Namun kebiasaan ini sudah jarang dilakukan karena setiap masjid dan mushalla di Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak sudah memiliki sirene sebagai sarana yang lebih efisien untuk membangunkan ibu-ibu memasak dikala sahur.

5) Kenduri Dimalam Ganjil Tujuh Terakhir Ramadhan

Pada tujuh malam terakhir bulan ramadhan, seperti malam 21, 23, 25, 27, 29 ramadhan biasanya penduduk Tigo Luhah Sekudung Siulak melakukan acara kenduri/makan snack  bersama sehabis shalat taraweh, yang maksudnya ialah mengajak penduduk untuk beramal dan bershadaqah seraya mengharapkan mendapat lailatul qadar, dan amalan ibadah puasanya diterima oleh Allah SWT. Namun kebudayaan ini masih dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat.

6) Silaturrahim dihari Idul Fitri

Adat yang berlaku di Siulak pada Tempo dulu ialah, dihari baik bulan baik (Idul Fitri) “Anak Batino menjenguk Anak Jantan”. Keponakan diharuskan membawa makanan/kue untuk pamannya (Teganai), tradisi ini sudah menjadi budaya yang tidak bisa ditinggalkan oleh orang Siulak, dimana Teganai (Paman) adalah orang yang akan mengurus Anak Batino (Ibu Kita) dan kita sendiri jika terjadi suatu masalah dikemudian hari.

7) Ziarah Kubur Hari Kedua Lebaran

Pada umumnya di Siulak, orang-orang akan berziarah ke kuburan keluarganya pada hari kedua lebaran. Namun ada juga yang melakukannya dihari raya pertama. Dan kegiatan dikuburan adalah salam-salaman/maaf-maafan dengan keluarga lain yang tak sempat dikunjungi, serta Tahlilan dan do’a secara bersama-sama untuk keluarga yang telah meninggal.

 ...................BERSAMBUNG.........................

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun