Mohon tunggu...
Zarkasyi Yusuf
Zarkasyi Yusuf Mohon Tunggu... Lainnya - ASN Pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh

Meski sedang belajar menulis, semoga tulisan-tulisan ini bermamfaat...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Banyak Bicara Hebat?

18 Januari 2012   13:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:43 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

5 Januari 2012 bertempat di Asrama haji embarkasi Banda Aceh dilaksanakan acara penyambutan Kepala Kantor Kementerian Agama yang baru Drs. H. Ibnu Sa’adan, M. Pd, acara ini meski sederhana tetapi berlangsung dalam suasana keakraban dan kekeluargaan. Dalam sambutannya, Drs. H. Ibnu Sa’adan, M. Pd mengharapkan agar memberikan porsi yang sesuai antara berbicara dan bekerja, beliau menyebutnya dengan "berbicara, bekerja bekerja dan bekerja”.

Salah satu hal yang sangat sulit diwujudkan oleh manusia adalah menyelaraskan antara perkataan dengan perbuatan, sinergi inilah yang sangat sulit diciptakan oleh manusia. Allah mengancam orang-orang yang tidak selaras antara perkataan dengan perbuatan, bahkan Rasulullah melebelkan orang model ini dengan lebel munafik. Syekh Az-zamuji dalam Kitab Ta’lim Mutaa’llim mengatakan bahwa orang yang banyak bicara adalah orang yang tidak sempurna akalnya, dan pada hakikatnya orang tersebut adalah orang bodoh. Jika diberikan pilihan antara berbicara dan berbuat maka orang akan banyak memilih untuk berbicara, bahkan sekarang orang dinilai hebat karena hebat bicaranya.

Sekarang, jika terjadi masalah orang sering menyelesaikannya dengan argument, menyelesaikan dengan bicara, namun permasalahan itu tidak kunjung selesai malah bertambah masalah. Banyak program acara di televisi yang menampilkan kehebatan orang dalam berdiskusi, kehebatan dalam mengolah kata-kata menjadi untaian kalimat yang memikat, meski kalimat-kalimat itu sedikit pun tidak memberi mamfaat. Orang selalu menawarkan konsep, menawarkan ide tetapi konsep dan ide itu tidak pernah diterjemahkan dengan perbuatan.

Jika ditanya bangsa apa yang paling hebat di dunia jika diukur dengan banyak bicara, maka saya akan menjawab bahwa bangsa Indonesia akan menempati rangking pertama dalam persoalan bicara, lihat saja komentator sepak bola bagaimana mereka mengolah kata-kata dalam mengomentari pemain-pemain sepak bola profesional. Lihat juga para pejabat di Negeri ini ketika memberikan orasi, mereka selalu perfect dalam soal berbicara, meski fakta kadang lain berbicara. Salah satu krisis besar yang melanda kita saat ini adalah krisis sinergisitas antara perkataan dengan perbuatan, kita sekarang hanya jujur dalam perkataan dan dusta dalam perbuatan, yang kita lakukan selalu bertolakbelakang dengan apa yang kita sampaikan.

Memang lidah tak bertulang, namun lidah mampu menjerat manusia dalam lubang kenistaan, lidah mampu mengantarkan manusia ke jurang kehancuran. Pepatah arab berpesan bahwa salah satu faktor selamatnya manusia adalah dengan menjaga lisan, bahkan lisan ini diibaratkan harimau bagi manusia. Pertanyaan sekarang, apa yang mesti kita lakukan untuk menyelaraskan perkataan dengan perbuatan? Belum terlambat untuk memulainya dari sekarang, menjaga lidah agar tidak terlanjur berucap apa yang tidak sanggup kita kerjakan, tunjukkan kita benar dalam perbuatan dan perkataan, jika dirasa diam lebih berharga maka untuk apa bicara, sebaliknya jika bicara lebih bermakna untuk apa kita diam.

Ada satu hal yang menarik dalam kehidupan, jika orang banyak bicara terutama bicara akan kebenaran maka orang itu dipandang gila, sebaliknya jika ada yang berbicara kebohongan maka orang tersebut dianggap paling benar. Bahkan jika banyak bicara tentang kebenaran, maka dipandang tidak bisa bekerjasama, sebaliknya jika orang diam dalam kebohongan dipandang dialah orang yang paling benar. Dua fakta inilah yang kadang mengusik naluri kebenaran, diakui atau tidak bahwa semua kita memiliki naluri kebenaran, naluri kita akan berkata bahwa benar tetaplah benar, dan salah tetaplah salah. Untuk itu, meski selaras antara perkataan dan perbuatan adalah hal langka maka kita wajib berusaha untuk menggapainya,

Dalam satu kaidah usul diajarakan bahwa lisanul hal afsah min lisanil maqal, perbuatan itu lebih afsah (baik) dari pada perkataan, kita akan menyesal satu kali karena diam, tetapi dengan berbicara kita akan menyesal beberapa kali. Orang yang paling hebat bukanlah orang yang bicara, tetapi siapa yang banyak berkarya. Bicara akan meninggalkan kesan semu, tetapi karya akan meninggalkan kesan mendalam dan dikenang sepanjang zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun