Bahan pangan merupakan keperluan primer makhluk hidup. Bahan pangan bisa kita dapatkan dari tumbuhan maupun hewan. Bahan pangan bersumberkan hewan selalu menjadi favorit masyarakat. Konsumen daging sapi, kambing, ayam dan babi jarang terjadi penurunan yang drastis. Akan tetapi, akhir-akhir ini jumlah konsumen daging anjing kembali mengudara.
Kasus konsumsi daging anjing di Indonesia belum juga mereda. Hal ini ditandai dengan fenomena pada tanggal 27 April 2022 di Medan yaitu pengeluaran surat edaran bernomor 440/4676 tentang pengawasan terhadap perederan dan perdagangan daging anjing oleh Pemkot Medan yang ditandatangani Wali Kota Medan Bobby Nasution. Selain itu, ketua komunitas pencinta hewan, Animal Defenders Indonesia, menyampaikan bahwa pada Februari 2021 Kota Solo menembus peringkat nomor satu di Indonesia dengan jumlah 13.700 anjing dibantai untuk dikonsumsi.
Jika menyelisik dua fenomena diatas dapat diketahui bahwa permasalahan mengenai pengedaran, perdagangan, dan pengkonsumsian daging anjing bukanlah hal yang mudah untuk diberantas. Berdasarkan kutipan cnnindonesia.com terhadap perkataan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo S.H., M.IP, beliau mengatakan bahwa,
"Anjing bukan binatang untuk dikonsumsi. Ia menyebut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Menurutnya dalam UU tersebut disebutkan bahwa anjing tidak termasuk dalam makanan konsumsi karena bukan sumber hayati produk peternakan, kehutanan atau jenis lainnya".
Anjing bukanlah hewan ternak potong melainkan hewan karnivora yang sudah dekat dengan lingkungan kehidupan manusia. Dilihat dari sisi animal welfare, perdagangan anjing sering kali tidak memperhatikan kondisi hewan dan melanggar prinsip-prinsip animal freedom contohnya seperti membantai atau menyiksa anjing. Berikut merupakan 5 prinsip animal freedom :
- Bebas dari rasa lapar dan haus
- Bebas dari rasa tidak nyaman
- Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit
- Bebas dari rasa takut dan strees
- Bebas untuk mengekspresikan tingkah-laku alamiah.
Diperlukan edukasi kepada masyarakat mengenai resiko konsumsi daging anjing sebagai upaya untuk menghentikan peredaran, perdagangan, dan pengkonsumsian daging anjing. Resiko yang akan dihadapi oleh masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Bahaya tertular rabies
Menurut penelitian pada tahun 2009 oleh Radbound University Medical Center ditemukan bahwa kontak langsung ketika memotong anjing dan kucing yang tidak divaksin dapat menularkan rabies.
2. Terinfeksi bakteri atau parasit
Perwakilan WHO, Jean-Marc Ovile, menegaskan bahwa mengkonsumsi daging anjing dapat memperbesar resiko infeksi bakteri atau parasit sebanyak dua puluh kali lipat. Contohnya parasit trichinellosis yang mudah menular dari anjing terinfeksi ke manusia melalui pengkonsumsian.
3. Kebal terhadap antibiotik
Konsumen akan kebal dengan antibiotik dikarenakan banyak anjing yang dikonsumsi biasanya diberi antibiotik dan vaksin berlebih agar mencegah terpapar penyakit. Akan tetapi, hal ini malah menjadi bahaya ketika dikonsumsi dengan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh konsumen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H