Mohon tunggu...
Arianto Zany Namang
Arianto Zany Namang Mohon Tunggu... Penulis - penulis

menulis untuk mengisi hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paus Fransiskus Kutuk Pembakaran Al-Quran

3 Juli 2023   22:35 Diperbarui: 3 Juli 2023   22:39 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ruangtenga.com

Pembakaran Kitab Suci umat Islam Al-Quran di Swedia dengan dalih kebebasan berpendapat mendapat kecaman dari berbagai kalangan terutama pemimpin umat Katolik se-dunia Paus Fransiskus. 

Paus yang berasal dari Argentina ini mengecam aksi tersebut dan mengatakan hal tersebut sebagai tindakan yang tidak menghormati agama lain dan salah memaknai kebebasan.

Menurutnya, kebebasan berpendapat tersebut tidak tepat karena dimaksudkan untuk merendahkan martabat orang lain dan agama yang dianut oleh orang lain.

"Seluruh buku yang disebut suci harus dihormati. Kebebasan berpendapat tidak seharusnya digunakan sebagai sarana merendahkan orang lain dan saya izinkan ini ditolak dan dikutuk," ujar Paus Fransiskus.

Saya bisa memahami kekecewaan Sri Paus yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio mengingat beliau sangat mengetengahkan dialog antaragama antara Katolik dan Islam yang dibangun di atas rasa persaudaraan dan saling percaya. 

Pembakaran Al-Quran adalah bentuk dari "pengkhianatan" terhadap rasa persaudaraan tersebut, meskipun tidak dilakukan atas nama agama tertentu, yang dapat merusak dialog yang sudah dibangun.

Menurut Paus Fransiskus dan juga imam besar Al-Azhar, setiap umat beriman dipanggil untuk menyatakan persaudaraan manusia untuk melindungi ciptaan terutama mereka yang paling membutuhkan. 

Ini adalah nilai transendental yang berfungsi sebagai titik awal untuk sejumlah pertemuan yang ditandai dengan suasana persahabatan dan persaudaraan (Dokumen Abu Dhabi: Dokpen KWI, 2019. Hal. 6)

Membakar kitab suci salah satu agama, dalam hal ini Al-Quran, adalah perusakan terhadap nilai transendental tersebut. Itu sebabnya, Paus sangat marah dan mengecam tindakan tersebut.

Tapi bagaimana rasa persaudaraan sebagai nilai transendental itu bisa dipertahankan di hadapan argumentasi kebebasan berpendapat sebagai produk modernitas?

Saya kira masa depan dunia tidak lagi sekedar mengikuti logika modernisme yang mengarus-utamakan individu sebagai satu-satunya aktor perubahan, tetapi dunia hari ini menyadari pentingnya kolaborasi antarumat manusia terlepas dari segala sekat primordial yang melekat padanya.

Dunia tanpa kolaborasi sama saja dengan sedang mempersiapkan kuburan baginya. 

Kita tidak bisa lagi hanya mengharapkan pada satu orang, satu kelompok, satu agama, satu bangsa, sebagai katalisator perubahan, tetapi wajib berkolaborasi dengan yang lain, yang berbeda, untuk bersama-sama maju ke depan.

Dalam terang itu, saya kira nilai transendental yang diangkat oleh Paus dan Imam Besar Al-Azhar itu relevan dengan dunia hari ini. Orang butuh berkolaborasi, dan kolaborasi itu mesti ditempatkan di atas semangat persaudaraan sebagai upaya untuk mengikis individualisme yang cenderung egois.

Jika dunia ini menjadikan kolaborasi sebagai sebuah nilai global yang diterima oleh semua pihak, saya kira nilai-nilai modernitas seperti individualisme yang mengusung kebebasan sebagai mahkotanya, pelan-pelan akan mulai melihat hal itu sebagai sebuah nilai baru dalam tata hidup bersama.

Lantas, apakah kita harus meniadakan kebebasan? Tentu saja tidak demikian, kebebasan sebagai sesuatu yang secara intrinsik ada di dalam diri kita tidak bisa kita negasikan begitu saja, tetapi nilai tersebut mesti "tunduk" di dalam tata hidup bersama itu. 

Franz Magnis-Suseno menyebut kita mesti lebih rendah hati dalam membangun sebuah hidup bersama dengan yang lain.

Paus Fransiskus mengatakan:

"Atas nama kebebasan, yang telah dianugerahkan Allah kepada semua dengan menciptakan mereka secara bebas dan menjadikan mereka berbeda berkat rahmat ini...menyerukan kepada diri kami sendiri, kepada para pemimpin dunia serta para pembuat kebijakan internasional dan ekonomi dunia, untuk bekerja keras menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai; untuk ikut campur tangan selekas mungkin untuk menghentikan pertumpahan darah dari orang-orang yang tidak bersalah serta mengakhiri peperangan, konflik, kerusakan lingkungan, dan kemerosotan moral dan budaya yang dialami dunia saat ini."

Pernyataan di atas itu mengandung suatu penegasan tentang pentingnya tanggung jawab bersama untuk menciptakan tatanan dunia yang nyaman dan aman bagi seluruh umat manusia.

Tanpa adanya kolaborasi yang bertanggung jawab dari semua pihak, kita tidak bisa mengharapkan adanya kehidupan bersama yang penuh persaudaraan sebagai warga dunia yang dibangun di atas rasa saling percaya.

Saya kira sikap Sri Paus yang mengutuk keras tindakan pembakaran Al-Quran sudah sangat tepat dan penting dilakukan mengingat kita adalah saudara di dalam dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun