Mohon tunggu...
Zanuba Elza Noorafifah
Zanuba Elza Noorafifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM)

Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 yang memiliki minat pada ilmu kepariwisataan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Membumikan Tradisi, Menyihir Dunia: Pertunjukan Tari Kecak Garuda Wisnu Kencana (GWK)

16 Desember 2024   23:53 Diperbarui: 16 Desember 2024   23:53 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa dekade terakhir, pariwisata budaya telah berkembang menjadi salah satu sektor unggulan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sektor ini tidak hanya mengandalkan keindahan alam, tetapi juga mengangkat kekayaan seni dan tradisi lokal melalui berbagai bentuk event budaya yang menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah satu bentuk pariwisata budaya yang menonjol adalah pementasan seni pertunjukan, seperti Tari Kecak di Bali, yang menggabungkan estetika seni dengan nilai-nilai kultural.


Tari Kecak, yang telah menjadi ikon budaya Bali, menawarkan pengalaman unik dengan mengisahkan epos Ramayana melalui kolaborasi gerak, suara, dan nuansa spiritual. Dalam konteks ini, pementasan Tari Kecak di Garuda Wisnu Kencana (GWK) menjadi contoh menarik bagaimana aspek tempat penyelenggaraan, pengelolaan alur pengunjung, dan strategi publisitas dapat berkontribusi pada keberhasilan sebuah event budaya.


Garuda Wisnu Kencana, terletak di kawasan Bukit Ungasan, Bali, adalah destinasi wisata ikonik yang menggabungkan seni, budaya, dan keindahan arsitektur. Sebagai salah satu lokasi wisata terkemuka, GWK menawarkan daya tarik yang kuat bagi wisatawan melalui kehadiran Monumen Garuda Wisnu Kencana, salah satu patung tertinggi di dunia. Pilihan GWK sebagai lokasi pementasan Tari Kecak memiliki arti strategis, baik secara geografis maupun estetis.

\
Lokasinya yang mudah dijangkau, ditambah dengan panorama alam yang memukau, menciptakan pengalaman autentik bagi para pengunjung. Selain itu, amphitheater di GWK dilengkapi dengan fasilitas modern seperti sistem pencahayaan artistik, akustik yang memadai, dan tempat duduk yang nyaman, sehingga memberikan kenyamanan sekaligus mendukung kualitas pertunjukan.
Dalam kajian manajemen event, tempat penyelenggaraan tidak hanya dianggap sebagai ruang fisik, tetapi juga memiliki dimensi simbolis yang mencerminkan identitas budaya. Sebagaimana dinyatakan oleh Getz (2008), lokasi yang tepat mampu meningkatkan pengalaman emosional dan kesan mendalam bagi pengunjung. Lingkungan GWK yang asri dengan latar arsitektur monumental menawarkan suasana yang otentik dan mendukung narasi budaya yang ingin disampaikan melalui Tari Kecak. Dengan demikian, pemilihan tempat memainkan peran penting dalam membangun citra positif dan pengalaman berkesan bagi wisatawan.
Selain tempat, elemen pengelolaan alur pengunjung juga menjadi faktor kunci dalam memastikan kelancaran dan kenyamanan acara. Pada pementasan Tari Kecak di GWK, alur pengunjung dirancang dengan baik mulai dari proses pembelian tiket hingga pengalaman menonton pertunjukan.


Penggunaan teknologi digital dalam sistem tiket, seperti pemesanan online dan pemindai barcode, tidak hanya mempermudah akses tetapi juga mengurangi antrian panjang. Pengunjung juga diberikan kemudahan melalui informasi narasi pertunjukan yang dapat diakses menggunakan barcode. Inisiatif ini membantu wisatawan, khususnya yang belum familiar dengan cerita Ramayana, untuk memahami konteks pertunjukan dengan lebih baik, sehingga meningkatkan pengalaman mereka secara keseluruhan.


Namun, meskipun alur pengelolaan pengunjung sebelum dan selama pertunjukan dinilai cukup terorganisasi, terdapat beberapa kendala yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kurangnya pengelolaan saat pengunjung meninggalkan area setelah acara selesai. Pada saat pertunjukan Tari Kecak yang diadakan Rabu (6/11), ditemukan bahwa jalur keluar hanya tersedia satu, sehingga menyebabkan penumpukan dan desak-desakan di pintu keluar. Selain itu, minimnya petugas untuk mengarahkan pengunjung ke jalur yang benar memperburuk situasi ini. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam pengelolaan pasca-acara untuk memastikan pengalaman yang nyaman hingga akhir kunjungan.


Keberhasilan pementasan Tari Kecak di GWK juga tidak lepas dari strategi publisitas yang efektif. Dalam teori komunikasi pemasaran terpadu, promosi yang optimal melibatkan berbagai saluran untuk menjangkau audiens yang luas. Di era digital, media sosial memainkan peran penting dalam membangun kesadaran dan antusiasme terhadap acara. Platform seperti Instagram, Facebook, dan YouTube digunakan secara strategis untuk mempromosikan Tari Kecak dengan konten visual yang menarik, seperti cuplikan video pertunjukan berlatar GWK.


Strategi ini sejalan dengan temuan Kotler et al. (2017), yang menyoroti peran media sosial sebagai alat ampuh untuk memperluas jangkauan pasar secara global. Selain itu, kolaborasi dengan agen perjalanan dan operator tur membantu memperluas penetrasi pasar dengan memasukkan pementasan Tari Kecak ke dalam paket wisata yang ditawarkan kepada wisatawan internasional.
Dampak dari pementasan Tari Kecak di GWK meluas ke berbagai aspek. Secara ekonomi, acara ini berkontribusi pada peningkatan kunjungan wisatawan, mendorong pertumbuhan sektor jasa, dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Secara budaya, Tari Kecak menjadi sarana pelestarian tradisi sekaligus media edukasi bagi wisatawan tentang nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam seni pertunjukan ini.


Keberhasilan acara ini juga menjadi model bagi pengelola pariwisata budaya lainnya dalam mengintegrasikan elemen tempat, pengelolaan pengunjung, dan strategi promosi untuk menciptakan pengalaman wisata yang menarik dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, pementasan Tari Kecak di Garuda Wisnu Kencana adalah contoh nyata bagaimana seni tradisional dapat diangkat menjadi atraksi global tanpa kehilangan nilai-nilai lokalnya. Dengan pengelolaan yang terintegrasi dan strategi pemasaran yang inovatif, Tari Kecak di GWK tidak hanya berhasil memikat wisatawan tetapi juga menunjukkan bahwa tradisi budaya dapat berjalan harmonis dengan pariwisata modern.

Referensi:
Getz, D. (2008). Event tourism: Definition, evolution, and research. Tourism management, 29(3), 403-428.
Hung, C. L., Wu, J. H., Chen, P. Y., Xu, X., Hsu, W. L., Lin, L. M., & Hsieh, M. C. (2023). Enhancing healthcare services and brand engagement through social media marketing: Integration of Kotler's 5A framework with IDEA process. Information Processing & Management, 60(4), 103379.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun