Mohon tunggu...
Achmad Fauzan Syaikhoni
Achmad Fauzan Syaikhoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Kediri

Manusia setengah matang yang sedang fakir pengetahuan. Bisa menyumbang pengetahuan lewat IG: zann_sy

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Taktik Tidak Terpuji dalam Persaingan Pasar: Aqua Versus Le Minerale

2 Juli 2023   03:41 Diperbarui: 2 Juli 2023   05:17 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kompetisi bisnis, semua pihak tentu berharap kalangan produsen menggunakan praktik kompetisi yang sehat, bersih, dan mengedepankan kualitas produk untuk merebut hati konsumen. Namun, realitasnya tidak semua produsen taat pada prinsip tersebut. Salah satu contohnya terjadi dalam persaingan antara merek air minum dalam kemasan (AMDK) antara Aqua, raksasa pasar yang menginduk ke Perancis, dengan penantangnya yang terbilang junior dari dalam negeri, Le Minerale.

Awal persaingan kedua perusahaan bisa ditarik jauh ke belakang. Seperti dikutip dari Detik.com, pada 2016, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh PT Tirta Investama, pabrikan Aqua, dan PT Balina Agung Perkasa, distributor Aqua di Jawa Barat, atas peredaran produk Le Minerale.

Setelah melalui sidang dan pembuktian, pada 19 Desember 2017, KPPU menyatakan bahwa Aqua melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Pasal 15 ayat (3) huruf b melarang pelaku usaha membuat perjanjian harga atau potongan harga tertentu atas barang dan jasa dengan persyaratan bahwa mereka tidak akan membeli barang atau jasa yang sama atau sejenis dari pesaing mereka yang merupakan pemasok. Sementara Pasal 19 melarang pelaku usaha melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti menghalangi pelaku usaha tertentu untuk beraktivitas di pasar atau menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan usaha dengan pesaing mereka. Karena itu, KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp 13,8 miliar kepada Aqua dan Rp 6,2 miliar kepada distributor Aqua.

Tangkapan layar detik.com
Tangkapan layar detik.com

Aqua tak terima. Raksasa air kemasan tersebut, yang notabene perintis bisnis air kemasan di dalam negeri, mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 7 Mei 2019, permohonan banding Aqua dikabulkan sebagian. Pengadilan kala itu membatalkan putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016 tanggal 19 Desember 2017 yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhadap Aqua.

KPPU tidak menerima keputusan tersebut dan mengajukan kasasi. Pada akhirnya, Mahkamah Agung memutuskan mengabulkan kasasi KPPU. "Kabul kasasi, batal putusan judex factie dan MA mengadili sendiri dengan menguatkan putusan KPPU," kata juru bicara Mahkamah Agung, Hakim Agung Andi Samsan Nganro.

Langkah tidak terpuji yang dilakukan oleh sebagai pemimpin pasar sebenarnya mencerminkan kepanikan mereka. Pasalnya, merek Le Minerale terus berhasil menguasai berbagai segmen penjualan, mulai dari toko kelontong di perumahan hingga minimarket modern.

Data dari Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) yang dikutip oleh Faisal Rahman, redaktur pelaksana Validnews, menunjukkan peningkatan volume penjualan AMDK galon bermerek sebesar 3,64% pada tahun 2022, dengan total produksi mencapai 10,7 miliar liter dan penjualan sebesar Rp 9,7 triliun. Volume penjualan galon berbahan kemasan plastik PET, termasuk yang diproduksi oleh Le Minerale, mengalami peningkatan pesat hingga 31% menjadi 818 juta liter. Di sisi lain, penjualan Aqua mengalami penurunan sebesar 0,67% menjadi 6,5 miliar liter, meskipun secara keseluruhan Aqua masih menguasai sekitar 60% pasar galon bermerek.

Perkembangan ini menunjukkan popularitas yang terus meningkat bagi Le Minerale. Seperti Aqua, produk Le Minerale, baik botol maupun galon, kini terlihat di mana-mana, membayangi keberadaan Aqua. Bahkan, seringkali kita melihat orang keluar dari Alfa atau Indomaret sambil memegang botol Le Minerale daripada Aqua. Ini merupakan pengamatan subjektif saya sebagai penulis yang nampaknya  mencerminkan situasi nyata.

Kampanye Hitam

Namun, kesuksesan Le Minerale juga diikuti oleh serangan kampanye negatif. Mulai dari video hoaks pada tahun 2020 yang menyebutkan bahwa Le Minerale mengandung besi, yang kemudian segera diklarifikasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bahkan, beberapa media juga melakukan fitnah terhadap Le Minerale. Sebagai contoh, portal Mantra Sukabumi pada 15 Mei sebelumnya menulis artikel negatif yang menyebutkan bahwa Le Minerale mengandung gula, kalori, mengganggu hormon, mengandung logam berat, virus, dan sebagainya.

Sumber tangkapan layar artikel portal Mantra Sukabumi yang memfitnah Le Minerale sebelum dihapus
Sumber tangkapan layar artikel portal Mantra Sukabumi yang memfitnah Le Minerale sebelum dihapus

Berita fitnah ini merusak kepercayaan publik terhadap media massa. Untungnya, 6 hari kemudian, pada 21 Mei, portal tersebut meminta maaf atas tulisan tersebut.

Sumber tangkapan layar permintaan maaf portal Mantra Sukabumi
Sumber tangkapan layar permintaan maaf portal Mantra Sukabumi

Selain melalui distributor dan media massa, serangan kampanye hitam juga dilakukan melalui media sosial. Sebuah akun TikTok dengan nama @prazteguh memposting konten yang merendahkan sejumlah merek AMDK lainnya. Yang menarik, konten tersebut memuji Aqua dengan sangat berlebihan. Jadi, sudah tidak perlu ditanyakan lagi siapa dalang di balik serangan ini.

Sumber tangkapan layar : Detik.com
Sumber tangkapan layar : Detik.com

Terkait hal ini, Faisal Rahman menghimbau media untuk lebih berhati-hati dalam mencegah upaya kampanye hitam serupa, termasuk dalam isu lingkungan. Menurutnya, praktik "greenwashing" perlu diwaspadai agar media tidak terjebak dalam mengkampanyekan hal-hal yang keliru. "Greenwashing" mudah dikenali melalui tindakan perusahaan atau organisasi yang lebih mementingkan citra sebagai perusahaan "ramah lingkungan" daripada meminimalkan dampak negatif produk dan aktivitas perusahaan terhadap lingkungan. "Dengan 'greenwashing', perusahaan dapat memunculkan diri mereka sebagai pahlawan lingkungan, padahal sebenarnya mereka mungkin menjadi pencemar plastik terbesar di lingkungan," jelasnya.

Jurnalis senior dan pemimpin redaksi media online Sorogan.id, Burhan Abe, sependapat dengan pandangan tersebut. Menurutnya,  di era informasi yang terbuka seperti saat ini, dan menjelang tahun politik, produsen AMDK sebaiknya menghentikan semua kampanye negatif dan berfokus pada memberikan produk terbaik bagi masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat dan pihak terkait dalam industri AMDK tidak bingung dengan berbagai berita dan promosi negatif di media massa dan media sosial. "Fokuslah pada upaya menciptakan ketenangan di masyarakat serta terus berinovasi untuk menyediakan produk berkualitas yang aman dan menyehatkan," pungkasnya.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun