Mohon tunggu...
Achmad Fauzan Syaikhoni
Achmad Fauzan Syaikhoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Kediri

Manusia setengah matang yang sedang fakir pengetahuan. Bisa menyumbang pengetahuan lewat IG: zann_sy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Pertanyaan Kritis dan Berbobot Bersama Immanuel Kant

17 Agustus 2022   18:37 Diperbarui: 17 Agustus 2022   18:58 4359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama-tama adalah reinterpretasi materi. Dalam bertanya, kita harus paham dulu tentang sebuah materi yang akan kita pertanyakan. Kita interpretasikan lagi materi yang sudah kita tangkap. Upaya rinterpretasi ini adalah supaya secara kognisi, kita punya jembatan untuk memasukkan jawaban si penanya ke dalam rasio kita. Jadi, biar pertanyaan kita itu bukan hanya sebatas gaya-gaya an doang. Tapi benar-benar sebagai kegiatan bertanya yang otentik.

Yang kedua adalah latar belakang. Setelah kita reinterpretasikan materi, kita jelaskan juga latar belakang sebelum mengerucut pada kata tanya. Latar belakang di sini dimaksudkan agar kita punya ruang dalam kognisi kita sebelum memasukkan jawaban. Istilahnya itu 'kontekstualisasi'. Jadi, upaya menjelaskan latar belakang, artinya upaya kita untuk memgkontekstualisasikan materi dengan latar belakang [baca: latar belakang adalah pengalaman kehidupan atau pengetahuan kita sebelumnya tentang materi itu sendiri].

Yang terakhir adalah kata 5 W 1 H. Tentu tidak semuanya kita gunakan dalam bertanya. Tergantung kita mau bertanya menggunakan yang mana, kita cari kata tanya yang relevan dengan latar belakang atau kebutuhan kuriositas kita. Bisa juga kalian menggunakan 2 atau 3 sekaligus kata tanya, itu terkesan lebih kritis lagi nanti pertanyan kalian. Tetapi, bagi saya, yang paling esensial adalah kata 'mengapa'. Kalau kata salah satu filsuf bernama Nietzsche, "siapa orangnya yang mempunyai 'mengapa', maka ia akan punya segala hal tentang 'bagaimana'". Jadi, ketika kalian bertanya, saya merekomendasikan selalu pakai kata tanya 'mengapa'. Hehehe...

Dari sini, mungkin kalian masih sedikit abstrak pemahaman terkait bertanya kritis. Saya akan beri contoh yang lebih konkret lagi biar kita sama-sama paham. Misalnya kita bertanya tentang pengetahuan 'pacaran' yang sudah saya gunakan sebagai contoh di atas tadi. Jika merujuk pada penjelasan 3 urutan cara bertanya kritis di atas, maka bunyinya begini:

Tadi dijelaskan bahwa argumentasi pacaran ialah sebagai simulasi sebelum ke jenjang pernikahan, karena di dalamnya terdapat manajemen dua orang yang berbeda, tapi punya satu tujuan. Nah, saya pernah mendengar, bahwa pacaran itu memungkinkan orang akan sakit hati, depresi, dan memperburuk pencarian jati diri. Kalau merujuk pada penjelasan argumentasi 'pacaran', mengapa pacaran seakan disamakan dengan pernikahan? Apakah secara karakteristik keduanya memang sama? Kalau disamakan, artinya pernikahan memungkinkan orang sakit hati, depresi, dan menghalanginya dalam mencari jati diri, dong? Dan, bukankah itu secara tersirat artinya pernikahan sebagai suatu yang buruk bagi seseorang?

Contoh di atas bagi saya sudah termasuk pertanyaan kritis dan berbobot. Karena mengandung reinterpretasi, latar belakang, dan kata tanya 'mengapa' dan 'apakah', yang kemudian membangun sebuah pertanyaan yang sekilas menguji; mendekonstruksi pengetahuan. Itulah yang disebut kritisisme.

Sebagai catatan kaki: Pada intinya, ihwal pertanyaan adalah kendaraan menuju pengetahuan. Dan untuk menuju pengetahuan, yang mana itu terdiri dari data dan informasi, maka sebuah kendaran juga harus mempunyai spare part yang mendukung untuk menuju data, informasi, dan pengetahuan. Saya tadi sudah memberi kisi-kisi tentang spare part-nya. Selanjutnya, tergantung kalian; bagaimana artikulasinya, atau mencari spare part-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun