[caption caption="https://www.pixoto.com/images-photography/digital-art/places/"][/caption]
Minggu ketiga (terinspirasi lagu)
Semburat mentari perlahan datang kembali, diiringi kokok ayam yang sudah tak merdu lagi. Disana, Arif mulai melangkah menuju dapur. Dibuatnya secangkir teh dan diberikannya pada seseorang yang masih terduduk di kasur kamarnya itu. Entah kenapa rasanya sosok itu tampak semakin lemah setiap kali membuka mata.
Dipijatnya perlahan kaki-kaki itu. Begitu pucat dan rapuh. Sedih. Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Kali ini sorot matanya tak bisa lepas dari pit Jengki yang bersandar pasrah di bawah teduhan kecil di samping rumahnya.
“Kek, kemarin bilang bosan di rumah, kan?”
Decit sepeda tua kini begitu memekakkan telinga ketika mulai melewati tanjakan. Erat ia pegang tangan kakek yang melingkar dipinggangnya sambil mengayuh lebih kuat hingga sampai di tujuan. Memang, disini hanya ada hamparan sawah dan lapangan kecil. Namun bagi mereka, tempat ini sempurna.
“Kakek ingat? Dulu pakai sepeda ini pernah tiba-tiba jemput aku waktu asyik main? Dulu aku kesel banget itu, Kek”, kenang Arif.
“Kakek cuma kangen, Rif. Di rumah sepi. Hiburan kakek ya cuma kamu”, ungkapnya sambil kembali menapaki satu per satu kenangan mereka disana, menelusuri jejak suka dukanya yang dulu bersama. Serinya kini mulai tampak dibalik wajah pucatnya, senyumnya merekah meski ia sadar ini untuk yang terakhir kalinya.