Adayang luput dari gegap gempita peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60. Pahlawan sejati dibalik terselenggaranya konferensi yang melahirkan dasasila Bandung 1955, tokoh-tokoh lain. Dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata, tak lantas membuat Ali Sastroamidjojo secara administratif, menjadi pahlawan nasional.
Tepat di hari kelahirannya, sejumlah komunitas bersama-sama pihak keluarga mantan perdana menteri Indonesia tersebut menggelar sebuah refleksi. Rangkaian acara digelar di jalan Cikapundung Timur kompleks Gedung Merdeka, Bandung dengan tajuk “Refleksi 112 Tahun PM Ali Sastroamidjodjo”.
Suasana malam ditemani suara gemericik air sungai Cikapundung menambah khidmat acara yang berlangsung Kamis (21/5/2015) malam. Temaram 112 lilin menandai nyala semangat para penerus sekaligus pelurus perjuangan sang diplomat sejati. Beralaskan karpet merah, para keluarga Ali, anggota komunitas, maupun pengunjung menyaksikan acara yang didesain sederhana.
Di layar lebar, ditampilkan deskripsi biografis tentang Ali. Beberapa pegiat komunitas Sahabat Museum KAA maupun Api Bandung melakukan tadarus beberapa kutipan dari buku karya Ali berjudul Tonggak-tonggak Perjalananku (1974). Selain itu, ada juga monolog dan mengheningkan cipta bersama.
Salah satu cucu Ali yakni Tarida Ali Sastroamidjodjo tak kuasa menahan haru. Suaranya bergetar menahan tangis saat memberikan sambutan. Pasalnya, sosok Ali menjadi teladan yang baik bagi keluarga. Mengingat jasanya yang begitu besar kepada negara, pihaknya merasa bangga memiliki sosok seperti Ali.
“Sebelum peringatan HUT KAA ke-55, kami tidak tahu bahwa Pak Ali belum bergelar pahlawan nasional. Kami kira, gelar pahlawan itu diberikan oleh negara. Apalagi dengan dimakamkannya beliau di taman makam pahlawan Kalibata,” tutur putri Kemal Mahisa, putra pertama Ali.
Sembari terbata-bata menahan tangis, Tarida melanjutkan, saat ini pihaknya tengah berupaya mengusulkan gelar pahlawan bagi Ali. Karena baru mendapatkan daftar persyaratan yang harus dilengkapi, ia memprediksi gelar pahlawan bagi Ali mungkin baru akan diperoleh tahun 2016.
“Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang membantu. Kami juga siap memberikan data-data yang diperlukan untuk mengusulkan Ali Sastroamidjojo jadi pahlawan nasional. Tetap bersemangat walaupun di lapangan nanti tidak mendapatkan support atau jawaban seperti yang kita inginkan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, koordinator Api Bandung, Lelly Mei menambahkan, acara refleksi 112 tahun Ali Sastroamidjojo merupakan sebuah langkah pertama bentuk dukungan moral bagi pemerolehan gelar pahlawan Ketua Umum KAA 1955. Setelah itu, pihaknya akan lebih gencar lagi menyosialisasikan Ali sebagai pahlawan.
“Seni adalah alat revolusi yang nyata saat ini. Selanjutnya, kami akan keliling ke sekolah-sekolah, menularkan semangat Pak Ali kepada generasi penerus sekaligus pelurus. Setelah Lebaran nanti, kami akan mengadakan lomba diplomasi memperebutkan piala Ali Sastroamidjojo. Selain itu, kami juga akan memfasilitasi forum ilmiah sebagai salah satu syarat Pak Ali jadi pahlawan,” tuturnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H