Mohon tunggu...
Atiyah Rauzanah
Atiyah Rauzanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - ________________

An Elf-librocubicularist

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memaknai Hakikat Pendidikan dari"Mormon Survivalist" Tara Westover

9 Maret 2022   18:30 Diperbarui: 13 Maret 2022   09:56 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pertama kali membaca judulnya Educated, hal pertama yang terbesit dalam pikiran saya adalah tentang kisah seorang pendidik yang lahir dari keluarga terdidik sehingga di puncak keterdidikannya ia pun mendefinisikan apa hakekat dari sebuah pendidikan. Namun, setelah saya telusuri halaman demi halaman dan berakhir pada bab terakhir, saya menyadari bahwa sebagian besar dari asumsi saya tadi salah. Tara dalam perjalanannnya mendapat pendidikan formal hingga mendapat gelar Ph.D di usianya yang ke 27 ternyata memiliki kisah yang sangat dramatis dan tak jarang ia juga harus menghadapi momen-momen tragis. 

Masa kecil Tara banyak dihabiskan dengan bekerja pada ayahnya yang merupakan pengepul barang rongsokan bersama keenam kakaknya, untuk dijadikan persediaan saat Hari Kemurkaan tiba sebagaimana umum dilakukan oleh komunitas Mormon. Sementara itu Ibunya merupakan seorang herbalis yang sehari-hari meracik ramuan untuk berbagai macam penyakit dengan hanya berbekal pada intuisinya semata. Ia juga merupakan seorang bidan yang melayani persalinan. Meski kerap mengalami keraguan karena tidak memiliki backgroud medis, menurut ayah Tara hal itu merupakan "panggilan Tuhan". Ia juga mengatakan bahwa "Terkadang Tuhan meminta sesuatu yang sulit". 

Perjalanan Tara dari kecil hingga dewasa dipenuhi oleh lika-liku seorang anak dari keluarga penyintas mormon (mormon survivalist) yang sedang membentuk jati diri atas kebenaran yang ia yakini, paradoks yang banyak ia temukan dalam ekspresi ayahnya, kakak-kakaknya, dan ibunya. Kemudian, memunculkan pergolakan batin dan pikirannya untuk memilih apakah ia akan tetap hidup selamanya dalam lingkaran kecil yang gelap ini atau kabur dan menihilkan semua yang ada pada keluarganya dengan hanya berbekal pada kekuatan di dalam dirinya?

Tara dan keluarga Westover tinggal di kaki lereng bukit Buck's Peak di Negara Bagian Idaho, Amerika Serikat. Kehidupan mereka sangat terisolir, sehingga anak-anak mereka tidak pernah mendapatkan layanan medis. Mereka juga tidak membuatkan akta kelahiran bagi anaknya. Menurut ayahnya Tara, sekolah negeri hanyalah sebuah taktik Pemerintah untuk membuat anak-anak menjauh dari ajaran Tuhan. Ini yang menyebabkan Tara kecil hanya bersekolah pada hari Minggu. Itupun dia tidak suka karena banyak mendapat bully-an dari teman-temannya yang menganggapnya tidak bisa membaca karena tidak pernah bersekolah secara formal. Lebih dari itu, semua pendididikan Tara didapatkannya dari ceramah-ceramah Alkitab ayahnya serta dari ibunya melalui buku-buku agama serta aktivitas sehari-hari. Tara kecil memandang kehidupannya di gunung mengandung rasa kedaulatan, persepsi privasi, keterpencilan dan kekuasaan. Namun ia juga tak kuasa menahan ketidaknyamananya terutama saat beberapa musibah menghampiri keluarga ini.

Di usianya yang ke-17, setelah gagal tes penerimaan tahun lalu, untuk pertama kalinya Tara berhasil diterima di BYU (Brigham Young University). BYU adalah sebuah Perguruan Tinggi formal di Utah, U.S yang mau menerima mahasiswanya yang berlatarbelakang pendidikan homeschooling. Keputusan ini ia dapatkan usai berbicang dengan Tyler. Kepadanya, Tyler mengatakan bahwa "di luar sana ada sebuah dunia. Dan dunia itu akan sangat berbeda setelah Ayah tidak lagi membisikkan pandangan tentang dunianya di telingamu." 

Keingintahuan Tara terhadap sejarah dan politik komparatif mengantarkannya bertemu Dr. Kerry yang merupakan profesornya untuk mata kuliah sejarah Yahudi. Kepadanya ia menceritakan bahwa ayah dan ibunya tidak percaya pada pendidikan negeri dan karenanya mereka tidak pernah menyekolahkannya ke sekolah formal. Ini pula yang menyebabkan ia tidak pernah tahu tentang Holocaust. Atas rasa penasaran yang tinggi dan kepercayaan yang diberikan oleh Dr. Kerry, Tara remaja berkesempatan mengunjungi Cambridge University di Inggris, salah satu universitas terbaik di dunia dan mengantarkannya bertemu profesor Steinberg. Berkat karya esainnya yang dianggapnya terbaik sejak profesor Steinberg mengajar, Tara kemudian berkesempatan menerima beasiswa untuk melanjutkan studi master dan doktoralnya. Beberapa waktu kemudian, Tara juga mendapatkan beasiswa visiting fellow di Universitas Harvard. Meski sempat mengalami pergolakan batin dan pikiran akibat dorongan keluarganya agar ia menghentikan studinya, karena dianggap "telah mengikuti Lucifer" dan "tidak taat pada ajaran Tuhan" Tara Westover akhirnya berhasil menyerahkan disertasinya tepat pada ulang tahunnya yang ke-27. 

Namun masalah belum berhenti. Di masa kepulangannya dari Cambridge, Tara bahkan tidak berani pulang ke rumahnya karena konsistensi ibunya yang tetap tidak akan menerimanya selama ia masih memilih mengikuti keinginan dirinya daripada ayahnya. Meski demikian, Tara akhirnya berhasil ditampung oleh bibi dari Ibunya. Ia pun mendapatkan keluarga baru di sana. 

Perlahan tapi pasti. Kisah perjalanan hidup Tara bukan hanya sekedar tentang gambaran perjalanan seorang anak menyerap satu demi satu ilmu yang ia dapatkan dari setiap fase kehidupan yang ia singgahi. 

Ini adalah kisah pembelajaran tentang bagaimana sebaiknya kita tidak serta-merta menerima apa yang diberikan pada kita melalui perkataan maupun perbuatan, melainkan kita juga harus senantiasa merefleksikan dan mempertanyakan tentang nilai-kebenaran yang diberikan kepada kita. 

Sebagaimana Tara yang diawal usia dewasanya menyadari bahwa ayahnya tidak hanya merupakan seorang radikalis-konservatif Mormon namun ia juga menderita gangguan bipolar, sehingga dengan kesadarannya ia berpikir jika tidak keluar dari keadaan itu, maka selamanya ia hanya akan hidup dalam narasi-narasi patriarkis yang secara nyata nampak tidak adil baginya, seperti Perempuan baik-baik harus di rumah. Perempuan yang baik, harus belajar herbal karena itu merupakan apotek tuhan. Perempuan baik tidak pergi ke perguruan tinggi karena hal itu sama saja melacur demi mengejar pengetahuan manusia, bukan pengetahuan Tuhan. --Doktrin dalam kitab Mormon yang sangat dibencinya.

Bagi saya, hakekat pendidikan yang didapatkan oleh Tara bukan hanya saat ia berhasil menghubungkan titik-titik keilmuan hingga kemudian mengantarkannya menuntaskan studi doktoralnya di Cambridge. Lebih dari itu, melainkan di momen-momen saat ia bisa menerima kenyataan bahwa semua perjalanan yang telah ia lalui; pertentangan-pertentangan yang ia hadapi dari kedua orang tuanya dan keempat kakaknya. Kegagalan yang ia dapati baik di masa-masa awal memasuki pendidikan formal maupun saat ia berusaha meyakinkan orang tuanya untuk menuntaskan pendidikannya. Keputusannya mempelajari sejarawan dari pada sejarah karena diilhami oleh ambiguitas yang ia lihat pada realitas keluarganya, serta kekerasan yang ia dapati secara fisik dari kakak dan proses berdamai dari semua itu---adalah bagian dari proses pembentukan jati diri yang mana dalam kosa kata orang lain biasa disebut dengan transformasi, metamorfosis, kepalsuan, pengkhianatan, sementara Tara lebih suka mengistilahkannya sebagai pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun