Dahulu kala sebelum tuhan menciptakan bulan dan bintang, hidup sepasang kekasih. Seorang perempuan jelita dan seorang pria merana. Atas kuasa yang diberikan oleh tuhan yang maha kuasa kepada waktu, mereka dipertemukan oleh waktu yang sangat kejam menetapkan takdir manusia.
Mereka menghidupkan malam dengan cerianya, mereka bernyanyi tentang kehidupan, mereka menari dengan anggun ditengah kegelapan malam, disaat banyak mata terlelap, bahkan mereka juga mendendangkan ayat-ayat tuhan demi kepuasan jiwa. Mereka sungguh menikmati malam, subuhpun kadang-kadang malu untuk mengetuk pintu untuk menyadarkan manusia bahwa pagi telah tiba.
Bulan tiba-tiba seperti layangan yang diputus talinya, hingga terus tergantung dicakrawala, menghiasi malam. Tampaknya saja indah, tampaknya saja dia senyum, tampaknya saja dia gembira, namun hatinya gemuruh karena jajahan cintanya tak digenggam.
Pun demikian dengan bintang, jika bulan terlempar ke angkasa tak jauh dari bumi, maka bintang terlempar jauh ke angkasa luas yang sangat jauh, tubuhnya tercerai berai di angkasa luar sana, matanya menjadi bintang di tengah malam, kepalanya menjadi bintang di selatan, kedua kakinya terpencar satu bintang di utara, satu bintang di tengah angkasa, namun yang pasti satu hatinya kemudian menjadi kejora yang kadang menampakkan indahnya disenja atau di pagi hari.
Bulan dan bintang terus bertatapan dalam diam, dalam angkuh, menatap dari jauh, tak berani mendekat, kadang ketika kejora berpapasan dengan purnama sempurna, maka air mata rindu akan turun bak hujan salju, dingin mendayu, berharap putaran takdir kembali ke awal hingga bisa mengubah jalannya takdir.
Bulan dan bintang hanya berharap dunia akan segera kiamat hingga kemudian tiba hari pembalasan, dimana segala hal yang telah diperbuat akan diperhitungkan dihadapan tuhan yang maha kuasa. Bulan akan menghitung kepengecutan bintang karena tidak berani untuk melamar dirinya dan seluruh kata-kata kasar yang tidak diucapkan atas nama kemegahan bintang.
Bintang tidak mau kalah dan akan menghitung janji dan komitmen dari bulan. Mengapa ketika seseorang pangeran dengan pakaiannya yang gemerlap, dengan kuda putihnya datang melamar, bulan jatuh hati dan takluk, kemegahan bintang menjadi kemegahan tidak jelas.
Karena keributan itu, tuhan yang maha kuasa menghukum bulan dan bintang untuk tetap berada di angkasa hanya bisa saling melihat dari kejauhan. Mereka tidak dihadiahi surga atau diberi hukuman berupa neraka. Hukuman bagi mereka adalah tergantung di awang-awang tanpa sekalipun menginjak bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H