Sumber Gambar : www.indonesiakaya.com
Senja adalah bentuk kehangatan dan kerinduan dalam imaji kebanyakan perempuan. Menatap senja, menatap cinta. Mencium senja, mencium cinta. Senja adalah perhiasan abadi karena taburan kuning keemasan dilangit sana, beruntung jika senja dihiasi intan permata berbentuk kejora, maka sempurnalah senja itu. Senja begitu berarti bagi wanita sehingga banyak yang mabuk terbuai dalam kerinduan ketika senja.
Senja cerah, angin yang bertiup yang tadinya hangat berubah tiba-tiba menjadi dingin. Bibirnya yang bulat indah itu kecut menggigil. Berharap pelukan berharap kehangatan dari seorang laki-laki yang diidamkan tapi tak diidamkan. Namun harapan tinggal harapan, pelukan kehangatan sebenarnya adalah harapan untuk mengusir sergapan dingin, pelukan hangat bisa mengusir sepi dengan datangnya tabuhan perkusi indah, hanya bagi mereka yang merasakan.
Si perempuan rindu akan pelukan, si laki-laki asyik dengan emosi, maka bisa dipastikan pelukan tidak akan terjadi.
Pesona Jam Gadang di depan sana tidak memberikan rindu yang diinginkan si perempuan itu. Pesona Jam Gadang di depan sana juga tidak bisa meluluhkan emosi yang dimainkan si laki-laki itu. Bagaikan sebuah drama antara si laki-laki dan si perempuan ditengah arena bernama taman Jam Gadang yang penontong setianya hanya Jam Gadang seorang. Sementara itu kebanyakan orang yang berada di arena yang sama tidak mau menonton karena asyik dengan diri mereka masing-masing.
Si laki-laki marah karena si perempuan banyak tingkah dan banyak harapan. Sebenarnya harapan dari seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang dicintainya adalah hal yang sangat wajar. Karena ketika cinta menyentuh rasa seorang perempuan pada seorang laki-laki maka disaat itu si perempuan memandang seorang laki-laki sebagai dewa penyelamat atau seorang pangeran berkuda putih yang datang untuk menyelamatkan sang perempuan dari penjara derita. Sebenarnya penjara derita itu adalah angan dan ingin semata, kalau sudah overdosis, angan dan ingin itu bahkan adalah khayalan seperti dalam negeri-negeri dongeng.
Si laki-laki merasa keberatan untuk terus mendongeng dan mengapungkan harapan si perempuan. Baginya sudah saatnya si perempuan sadar bahwa kita berada di alam nyata bukan alam mimpi apalagi alam khayalan. Sesuatu harus dicapai dengan prosesnya. Proses yang dilalui akan sangat berat karena butuh pengorbanan. Dalam ajaran agama saja digambarkan bahwa untuk mencapai sorga (Kebahagiaan) seseorang diwajibkan untuk terlebih dahulu melewati jembatan sirathal mustaqim, sebuah jembatan yang digambarkan sebagai jembatan yang sangat tipis. Perumpamaan tipisnya jembatan itu seperti sehelai rambut dibelah tujuh dan jembatan itu sangat tajam. Sementara dibawah sana ada neraka (penderitaan). Jika orang tersebut ingin mencapai bahagia (sorga), maka dia harus melalui jalan diatas penderitaan (neraka). Seseorang yang tidak melangkah maka dia tidak akan mencapai bahagianya. Jikapun harus melangkah haruslah berhati-hati karena bisa bisa jalan diatas penderitaan tersebut bisa menjerumuskan manusia itu kejurang penderitaan tersebut. Maka, Proses tersebut akan setimpal dengan hasil yang akan didapatkan kemudian.
Si perempuan itu memaksakan diri untuk mengerti akan arti dunia nyata yang disebutkan oleh si laki-laki itu. Dengan penuh harap dibumbui suara manja yang telah mulai berat pertanda sebentar lagi hujan akan turun tepat dibawah kelompak mata pingpong yang indah itu.
Sebuah sentuhan si perempuan yang halus di dada si laki-laki seperti memainkan sebuah magis sentuhan seorang perempuan yang biasanya bisa meredakan api yang berkobar ganas sekalipun. Sentuhan tulus yang akan menumbangkan gunung atau yang meredakan topan.
Walau selalu menjadi penonton setia akan kisah cinta si laki-laki dengan si perempuan itu, Jam Gadang tidak pernah memberikan tepuk tangan atas kesuksesan drama yang sedang diperankan. Dia terlalu angkuh untuk memberikan sekedar tepuk tangan penyemangat agar drama terus berlanjut.
Karena Jam Gadang itu tidak memberikan tepuk tangan maka kemudian si laki-laki menurunkan emosinya, menurutnya tidak penting lagi drama diteruskan, toh dia juga merindukan pelukan dan kehangatan itu bukan. Namun egonya sebagai seorang laki-laki tidak serta merta dia langsung menyergap tubuh mungil si perempuan itu dengan pelukan. Bagian akhir drama harus dilalui dengan elegan.
Si laki-laki menatap lekat-lekat wajah bundar purnama si perempuan, matanya yang sayu dengan biji mata hijau itu sebenarnya selalu dirindukannya. Bibir merah penuh yang sedang diusap-usapnya itu sebenarnya bibir yang selalu diburu karena rasanya seperti rasa surgawi.
Satu bagian hati si laki-laki berkata, “apakah dramanya sebegitu cepat berlalu?”.
Satu bagian hati si laki-laki yang lain menjawab menggoda, “tahan sedikit lagi bung, ini baru fase menanjak dalam sebuah drama, fase menurunya tunggu sesaat lagi”.
Satu bagian hati si laki-laki yang pertama lanjut berkata, “Dasar ABG, inginnya sebuah cerita yang medayu-dayu dan menguras emosi orang. Sudah.... belakangan hari kau akan tertawa betapa sentimentilnya dirimu hai laki-laki”.
Satu bagian hati si laki-laki yang lain terus menggoda, “sudah... nikmati dulu masa mudamu bung”.
Satu bagian hati si laki-laki yang pertama berucap, “Sudahi saja dramanya, jangan membuat iri Jam Gadang itu, dia tidak mempunyai kekasih sejak dahulu kala. Dia terus berdiri disana dibawah terpaan panas dan hujan, kasihan dia dalam kesendiriannya, kenapa manusia yang ada dikota ini tidak menciptakan kekasih jam gadang itu, sungguh tak adil, sudahi dramanya”.
Si laki-laki mendengar percakapan hatinya tersenyum sendiri. Tangannya masih mengusap-ngusap bibir mungil itu, matanya masih menatap mata berbiji hijau itu. Senyumnya kemudian mengembang, si perempuan semula bingung dengan arti senyuman itu, kemudian ikut tersenyum malu-malu dan menyadari ternyata dia telah terperangkap dalam drama dengan sutradara si laki-laki yang sedang senyum padanya saat ini dan si perempuan sadar bahwa drama tersebut akan segera berakhir.
Dengan mengembangkan senyuman yang dicampuri kemanjaan, si perempuan merajuk minta dipeluk dengan mengembangkan kedua tangannya. Si laki-laki dengan pelan dan lembut menyongsong si perempuan dengan pelukan lembutnya sambil mendaratkan kecupan hangat di ubun-ubun si perempuan untuk kemudian mendekap si perempuan dalam dada silaki-laki. Pelukan itu berbalas pelukan, semakin erat, semakin mesra.
Dramapun berakhir dengan happy ending, dengan kebahagiaan. Tapi tunggu dulu!!! Kenapa tidak ada tepuk tangan yang biasanya bergema seperti dalam sebuah gedung terater?
Jam Gadang juga tidak memberikan tepuk tangannya, dia tetap kalem menatap langit. Ah Jam Gadang, kuharap kau tidak iri dan tidak sedih karena drama tadi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H