Mohon tunggu...
Zam Zami
Zam Zami Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kelahiran Padang Januari 4. Baru pernah merantau ke Jakarta, Pontianak, Duri dan Pekanbaru. Mantan wartawan di korannya KG dan reporter radio "they call it smart". Kini berminat pada masalah lingkungan, jurnalistik dan suka merantau juga makan-makan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tangan Kanan Menhut Menanam, Tangan Kirinya Menebang

24 September 2010   13:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:00 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_268227" align="alignnone" width="199" caption="Menhut Zulkifli Hasan"][/caption] Setelah berjam-jam terbang di atas hutan Riau pada 23 September 2010 kemarin, Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan mengaku miris. Miris pada kondisi hutan yang terbakar, rusak dan hancur. Dan ia mengaku, menyaksaikan langsung perambahan hutan dan terbakarnya kawasan hutan. Dan itu ia saksikan dari atas bumi di titik-titik koordinat GPS yang ditetapkan oleh para pengusaha perusahaan besar. Setelah capek terbang, ia pun meluncurkan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi atau KPHP Tasik Serkap Besar seluas 513.276 hektar, sebuah model pengelolaan kawasan hutan untuk mengakomodir tuntutan masyarakat, perusahaan dan para aktivis lembaga swadaya masyarakat. Apalagi kawasan Semenanjung Kampar direncanakan sebagai pilot project untuk kerjasama penurunan emisi pemerintah RI-Norwegia yang diteken pada akhir Mei lalu. (di sini) Peluncuran itu dihadiri seratusan masyarakat dan para pihak di antaranya pejabat tinggi di daerah seperti Gubernur Riau Rusli Zainal, Bupati Pelalawan dan perwakilan Bupati Siak. Juga hadir Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin dan pejabat dari Sinar Mas Forestry. Sementara itu juga terlihat sejumlah LSM terlihat aktivis Greenpeace, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Scale up dan WWF. Padahal mereka tidak mendapat undangan resmi. LSM saja tidak diundang, lalu bagaimana masyarakat yang notabene selaku sasaran utama dari kebijakan kehutanan? Tentu saja luput dari undangan. Namun melihat pentingnya deklarasi tersebut dan untuk update kampanye penyelamatan Semenanjung Kampar, para aktivis LSM itu pun mengajak masyarkat terutama dari Desa Teluk Meranti untuk hadir. Seharusnya ada enam perwakilan masyarakat yang hadir mendengarkan pidato pak menteri, namun dua warga lainnya tertahan di luar gedung karena hanya beralaskan sendal. Sendal dilarang masuk ke kantor gubernur. Tibalah waktunya pak menteri memberikan sambutan. Namun Menteri dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini malah memilih untuk bercerita. Cerita ini pun dimulai dari aktifitasnya di luar negeri baik pada saat sekarang bertugas sebagai Menteri Kehutanan maupun ketika masih remaja dulu. “Dulu ketika saya ke Korea hanya terlihat gunung-gunung batu. Namun pas sekarang ke sana, tidak lagi terlihat lagi, justru yang tampak gunung-gunung yang hijau sepanjang mata memandang. Saya heran dan bertanya kepada pejabat pemerintah Korea. Ya, kalau di Indonesia, samalah dengan Saya, Menteri Kehutanan. Pejabat itu mengatakan, sekarang dengan batang pohon, kita bisa menghasilkan uang. Mereka pandai memelihara lingkungan dan pandai bersyukur,” begitulah kira-kira pak menteri berkisah. “Saat saya ke tempat anak saya yang belajar di Australia (Pak Menteri menyebut nama kota, tapi saya lupa). Di kedutaan ada pohon. Dan pejabat di sana bilang, jangan main-main dengan pohon di sini, pak. Kenapa? Kalau di sini mematahkan ranting saja harus lapor ke pemerintah. Kalau tidak, bisa didenda. Bayangkan di sana saja mematahkan ranting saja bisa kena denda. Betapa bagusnya mereka menjaga lingkungan. Sementara di sini, saya tadi terbang melihat masih ada hutan yang terbakar. Kita kurang bersyukur,” demikianlah kira-kira pak menteri bercerita. Ia pun terus bercerita. Berikutlah kira-kira. “Untuk itulah sejak awal saya berpikir, banyaknya pekerjaan di kementerian kehutanan, singkatnya dibagi tiga, di antara penanaman pohon atau restorasi. Inilah program yang terus saya lakukan hingga sekarang. Bahkan saya sangat senang dengan bapak Kapolri yang selalu mengajak masyarakat untuk menanam pohon.” Cerita pak menteri ini, sejak awal direkam atau disaksikan sejumlah wartawan televisi, radio dan cetak yang hadir menyaksikan pencanangan KPHP itu. Sepanjang pak menteri berkisah, sepanjang itu pula ingatan saya tertuju pada 17 izin penebangan hutan kaya karbon dan bernilai tinggi konservasi di hutan-hutan Riau ia keluarkan sekitar bulan Maret dan diketahui publik pada awal Juli lalu. Greenpeace sendiri memperkirakan izin yang menghalalkan penebangan pohon sekitar 10 juta meter kubik dari 17 konsesi baru. Dari 17 konsesi itu, 11 konsesi milik Sinar Mas dan 6 konsesi milik APRIL. (di sini) Lalu apa gunanya Anda bicara soal penanaman sementara hal yang sebaliknya, memberikan izin penghancuran hutan juga Anda lakukan, pak menteri? Bukankah masalah HTI milik PT RAPP di Semenanjung Kampar yang kemudian dikenal di belahan dunia pada akhir tahun 2009 juga diterbitkan oleh kementerian Anda? Meski disahkan oleh pejabat sebelum Anda. Namun pada Maret atau April 2010, melalui tangan Andalah, izin penghancuran hutan di sebelah konsesi PT RAPP itu diterbitkan. Padahal nyata-nyata kedalaman gambut di areal itu lebih dari tiga meter dan itu dilindungi oleh undang-undang. Dan Anda sendiri baru-baru ini mulai berpikir tentang pentingnya gambut dilindungi termasuk pada 7 September kemarin dalam siaran pers dari kantor Anda. Saat memori saya sibuk membuka lembaran-lembaran izin penebangan hutan yang telah terbit dan berdebat imajiner dengan Anda, tiba-tiba saya terhenti dan kembali fokus cerita yang terus Anda kisahkan. Begini kira-kira kutipannya. “Saya tadi juga melihat pusat pembibitan milik perusahaan. Dan ini yang seharusnya kita lakukan. Kedepan kita akan membuat nursery (pembibitan) dan ini akan kita canangkan tahun depan.” Saya pun tersentak dengar cerita itu. Bukan kah pembibitan sudah diinisiasi oleh masyarakat Teluk Meranti beberapa bulan lalu dan jumlahnya sekitar 9 ribu bibit (di sini). Kenapa inisiasi yang didukung LSM ini tidak mendapat perhatian dari pak menteri? Apakah karena masyarakat tidak bisa mendanai helikopter? Ya, memang logis, masyarakat tak mampu mendanai biaya heli yang satu jam-nya sekitar US$ 1.800. Maafkan saya pak menteri. Cerita Anda hanyalah pepesan kosong belaka pak menteri. Ibarat tangan kanan Anda menanam, tapi tangan kirinya menebang. Tapi kerja tangan kiri Anda sudah menebangi sekitar 112 ribu hektar hutan Riau. Sementara tangan kanan Anda, baru akan memulai menanam. Bisakah tangan kanan Anda menghutani kembali hutan-hutan di Riau itu sebelum masa jabatan Anda habis atau sebelum ajal Anda, pak menteri? Termasuk gundulnya hutan di kawasan Bukit Tigapuluh, sebuah kawasan bagi habitat harimau dan gajah Sumatera. Ketika Anda berhenti bercerita, Anda pun berharap para LSM untuk mengawasi pengelolaan Semenanjung Kampar. Dan ketika seorang masyarakat Teluk Meranti menyela sopan konfrensi pers dan bertanya tentang bagaimana dengan nasib masyarakat dalam pengelolaan KPHP itu, Anda pun menjawab singkat karena sesaat setelah itu, pak gubernur berbisik lalu Anda berdua beranjak meninggalkan si orang desa tadi yang masih bingung dengan konsep KPHP yang Anda canangkan untuk kesejahteraan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun