Dalam al-Qur'an surah Kahfi ayat 86 dikisahkan: "86. hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam -maksudnya: sampai ke pantai sebelah barat dimana Dzulqarnain melihat matahari sedang terbenam- di dalam laut yang berlumpur hitam, . . . . . "
Ketika Dzulqarnain melewati sisi barat, ia mendapati matahari dalam keadaan tenggelam.
Bukan matahari yang tenggelam, tapi cara pandang dia yang melihatnya tenggelam.
Ini masalah detail yang menjadi bagian mufassir spesialis.
Maka ini masalah-masalah apakah sifat hakikat itu diterapkan untuk sifat-sifat Allah ataukah sesuai yang kita kenali (sebagai manusia)? Tentu jawaban kita: "sesuai yang kita kenali".
Misalnya ada ayat begini: "Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu. . . . . " (QS. Muhammad: 7)
Kamu pahami dengan "Jika Tuhan tidak aku tolong, bagaimana nasib Tuhan?". Kafir itu.
Akan tetapi di dalam bahasa resmi orang jihad: "Ayo tolong Allah". Lawong memang istilahnya begitu.
Apakah Allah butuh pertolongan? Tentu tidak.
Akan tetapi kamu membela-bela agama Allah itu disebut menolong Allah.
Oleh karenanya terdapat 'istilah' dan 'hakikat'. Makanya ini ilmu jlimet.